Martyr complex adalah kondisi ketika seseorang merasa harus terus berkorban demi orang lain, bahkan sampai mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri. Menurut WebMD, individu dengan pola ini cenderung mengambil terlalu banyak tanggung jawab, merasa wajib menolong, dan sering memposisikan diri sebagai “korban” dalam berbagai situasi. Kondisi ini yang membuat martyr complex berkaitan erat dengan mentalitas korban.
Martyr complex memiliki pola psikologis ketika seseorang terus menerus menolong tanpa batas dan mengambil beban yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawabnya, termasuk tanggung jawab atas kegagalan.
Martyr complex juga memiliki pola lain berupa mengharapkan pengakuan atau simpati atas pengorbanannya dan cenderung memposisikan diri sebagai pihak yang paling menderita.
Sekilas, tindakan mereka terlihat mulia. Namun dalam jangka panjang, perilaku ini dapat merusak hubungan, mengganggu kesehatan mental, dan membuat seseorang sulit menjalani hidup tanpa merasa bersalah. Inilah mengapa martyr complex dapat menjadi perilaku toxic, baik bagi dirinya maupun orang di sekitarnya.

Tanda-Tanda Martyr Complex yang Perlu Diwaspadai
Beberapa ciri berikut umum ditemui pada seseorang dengan martyr complex:
1. Mengorbankan Diri Secara Berlebihan
Mereka rela mengabaikan kesehatan, waktu istirahat, atau kebutuhannya demi membantu orang lain. Prioritas bagi mereka adalah bisa membantu orang lain meskipun ia harus mengorbankan diri. Hal ini dilakukan karena bisa membuat dirinya merasa berharga.
2. Selalu Mengalah dan Sulit Menolak
Orang dengan kondisi ini cenderung merasa bersalah jika menolak permintaan orang lain, bahkan ketika sedang lelah atau kewalahan. Meskipun dalam kondisi tidak memungkinkan, mereka enggan untuk mengatakan tidak.
3. Menyalahkan Diri dan Merasa Harus Memperbaiki Semua Hal
Individu dengan kondisi ini ini sering bertindak seolah semua masalah bergantung pada dirinya—meski sebenarnya tidak. Setiap ada masalah atau kegagalan, mereka akan fokus menyalahkan dirinya, tanpa melihat fakta yang ada.
5. Mengabaikan Self-Care
Kesehatan fisik dan emosional sering terabaikan karena fokus memberi lebih banyak kepada orang lain. Hal-hal yang dilakukan untuk merawat diri kerap diabaikan.
Mengapa Martyr Complex Dikategorikan sebagai Perilaku Toxic?
Walaupun niat awalnya adalah membantu, kondisi ini dapat menjadi toxic karena:
- Membentuk hubungan yang tidak seimbang — satu pihak terus memberi, pihak lain terus menerima.
- Mengaburkan masalah karena fokus lebih ke perasaan bersalah dan penyebab kegagalan.
- Menyebabkan burnout, stres, hingga gangguan mental.
- Mendorong ketergantungan tidak sehat — orang lain menjadi terbiasa dilayani.
- Menghalangi batas pribadi sehingga rawan dimanfaatkan orang lain.
Perilaku ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat merusak dinamika hubungan.
Penyebab Martyr Complex
Beberapa faktor yang dapat membuat seseorang mengembangkan martyr complex, antara lain:
- Pola Asuh: Dibesarkan dalam lingkungan yang memuji pengorbanan dan menekan kebutuhan pribadi. Kurangnya penghargaan dari orang tua juga bisa memicu perilaku ini.
- Harga Diri Rendah: Merasa hanya berharga jika terus membantu dan menyenangkan orang lain.
- Trauma atau Pengalaman Hubungan Buruk: Hubungan toxic dapat membentuk pola pengorbanan ekstrem demi mempertahankan kedamaian.
- Keyakinan Berlebihan tentang “Cinta” atau “Kesetiaan“: Merasa bahwa pengorbanan adalah bukti cinta atau nilai moral tertinggi.
Dampak Buruk Martyr Complex bagi Kehidupan Sehari-Hari
Jika tidak ditangani, martyr complex dapat menyebabkan:
- Kelelahan fisik dan emosional
- Perasaan tidak dihargai
- Konflik dalam hubungan
- Kesulitan menetapkan batasan
- Depresi atau kecemasan
Cara Mengatasi Martyr Complex
Mengacu pada pendekatan psikologi dan kesehatan mental, beberapa langkah berikut dapat membantu:
1. Hargai Diri Tanpa Perlu Mengorbankan Banyak Hal
Nilai diri tidak ditentukan oleh seberapa besar kamu berkorban. Banyak hal yang bisa membuatmu bernilai. Kerja keras, perjuangan dan hal-hal kecil yang bisa kamu lakukan bisa saja lebih menentukan nilaimu dibanding memaksakan diri untuk berkorban dan mengambil tanggung jawab-yang sebenarnya bukan tanggung jawabmu.
2. Belajar Mengatakan “Tidak” dan Menetapkan Batasan (Boundaries)
Menolak adalah bentuk perlindungan diri, bukan tanda egois. Bertindak secara asertif dapat membantu kamu untuk bisa melindungi diri melalui keberanian untuk menolak. Berperilaku asertif merupakan salah satu bentuk kamu menghormati diri sendiri. Menetapkan batasan juga penting agar kamu tau tindakan apa yang bisa kamu terima dan tidak.
3. Menyadari Kamu Bukan Penyebab Kegagalan
Setiap ada masalah atau kegagalan, kamu harus menyadari bahwa ada banyak faktor penyebabnya. Kamu tidak perlu fokus menyalahkan dan mengutuk dirimu. Hal ini akan membantumu untuk bisa berpikir jernih dan lebih fokus pada solusi yang dibutuhkan.
4. Tingkatkan Self-Care
Luangkan waktu untuk istirahat, melakukan hobi, dan merawat kesehatan fisik serta mental. Ini penting agar kamu bisa mengembangkan diri dengan sehat.
5. Evaluasi Motivasimu
Tanyakan pada diri sendiri: Apakah kamu membantu karena ingin, atau karena takut tidak disukai? Jika karena takut tidak disukai, kamu bisa mengkaji ulang tindakanmu. Tidak ada salahnya melakukan sesuatu yang benar-benar kamu inginkan.
6. Konsultasi dengan Profesional
Psikolog dapat membantu menggali akar perilaku dan memberikan langkah perbaikan yang realistis. Tidak ada salahnya jika kamu merasa perlu untuk mengunjungi psikolog. Toh, semua itu kamu lakukan demi membuat dirimu merasa lebih baik dan bahagia.
Pada akhirnya martyr complex merupakan salah satu perilaku toxic dengan melakukan pengorbanan berlebihan yang sering kali tidak disadari. Walaupun dimulai dari niat baik, perilaku ini dapat merugikan diri sendiri, merusak hubungan, dan menimbulkan stres jangka panjang.
Mengenali tanda-tandanya, memahami penyebabnya, dan mulai membangun batasan sehat adalah langkah penting untuk keluar dari pola ini. Ingat, membantu orang lain itu baik — namun kamu juga berhak dirawat, dihargai, dan diprioritaskan.

