Skincare dan makeup seharusnya menjadi sumber kesenangan, bukan kebutuhan yang menciptakan tekanan psikologis dan membebani keadaan finansial. Keduanya bertujuan membuat penggunanya memiliki kulit sehat dan merasa senang.
Romantisme menua di desa seperti yang diidam-idamkan banyak orang, menurut saya, perlu sedikit dibenahi, atau lebih tepatnya dispesifikkan. Bukan lagi “menua di desa adalah hal yang menyenangkan” tetapi “menua di desa adalah hal yang menyenangkan, jika Anda kaya.”
Alih-alih menggambarkan sebuah visi, filosofi, kapasitas, dan optimalitas, penamaan beberapa aplikasi pemerintah justru terkesan rendah intelektual. Lebih mirip strategi jalan darurat lewat utak-atik suku kata (akronim), ketimbang suguhan keseriusan transformasi.
Pertumbuhan ekonomi yang menggunakan indikator PDB sendiri memiliki kelemahan. Ia terlalu berfokus pada produksi, konsumsi, serta pendapatan. Padahal, well-being manusia tidak melulu sereduksionis itu.
Bagi saya, tidak ada lagi loyalitas serta rasa hormat bagi klub nirempati yang menelantarkan tragedi kemanusiaan besar. Begitupun dengan Aremania yang ikut melakukan tindakan serupa.
Saran untuk orang seperti Rhenald: bapak, sih, mainnya kurang jauh. Berkutat di Jabodetabek doang, itu pun di kawasan elite. Sesekali main lah ke gang-gang kecil, di pelosok desa, melihat realitas di sekitar. Masak gubes influencer kalah sama kreator konten travelling?
Dazai mempertegas kepada kita lewat No Longer Human bahwa ketidakcocokan dengan masyarakat bukanlah melulu kegagalan kita sebagai individu. Bisa jadi, dunia yang kita tempati hidup inilah yang secara sewenang-wenang tak memberikan ruang bagi perbedaan. Dan saya kira, perspektif itulah sumbangan terbesar seorang dekaden bagi kemanusiaan.