Sediksi.com – Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret dan tahun 2024 ini memasuki tahun ke-74, tidak bisa dilewatkan begitu saja tanpa mengetahui sejarah perfilman di Indonesia.
Sejak awal perkembangan perfilman di tanah air, film-film pionir telah menandai langkah awal yang bersejarah dalam menumbuhkan industri perfilman Indonesia. Dari film bisu hingga era film bersuara, karya-karya pertama ini telah menjadi tonggak berharga dalam menyumbang kekayaan budaya dan sejarah sinematik Indonesia.
Melalui perjalanan yang penuh tantangan dan inovasi, film-film pertama ini membuka jalan bagi perkembangan dan pencapaian industri film Indonesia hingga saat ini.
5 film pertama buatan Indonesia
Loetoeng Kasaroeng (1926)
Film pertama buatan Indonesia ini merupakan film bisu yang diproduksi Indonesia, yang waktu itu masih dengan nama Hindia Belanda. Film Loetoeng Kasaroeng dibuat oleh Tan Boen Soan dan disutradarai L. Heuveldorp, orang Belanda di Hindia Belanda.
Kendati demikian sejarahnya, film ini tetap dianggap sebagai film pertama buatan Indonesia.
Bergenre drama romantis, film ini diadaptasi dari legenda Jawa yang populer dikenal dengan nama ‘Malat Sari’. Ceritanya berkisah tentang seorang raja yang jatuh cinta pada seorang gadis jelita, namun dipisahkan oleh permaisuri jahat. Kisah cinta dan intrik politik menjadi inti cerita dalam film ini.
Sebagian besar pemeran dalam film ini adalah pemain lokal dari Hindia Belanda. Beberapa di antaranya adalah R. Hu, Soekarsih, dan Soekarsih. Mereka adalah pemeran lokal yang memerankan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
Saat ini, film Loetoeng Kasaroeng sudah tidak utuh dan hanya tersisa beberapa potongan adegan. Tapi tetap saja akan selalu dianggap sebagai bagian yang sangat berharga dalam sejarah perfilman Indonesia. Keberadaannya menandai awal dari eksistensi dan perkembangan film Indonesia sebagai bagian dari budaya dan seni visual.
Eulis Atjih (1927)
Salah satu film pertama buatan Indonesia lainnya ini disutradarai oleh Nelson Wong, seorang tokoh dalam industri perfilman di Hindia Belanda pada saat itu.
Film Eulis Atjih mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis desa yang bernama Eulis Atjih. Cerita ini menyoroti berbagai aspek kehidupan masyarakat di pedesaan, termasuk perjuangan hidup, nilai-nilai budaya, dan hubungan antar karakter dalam cerita.
Meskipun detail cerita film ini tidak sepenuhnya terungkap, penggambaran kehidupan masyarakat desa pada masa itu menjadi fokus utama film ini. Penyajian kehidupan sehari-hari, nilai-nilai budaya, dan konflik sosial mungkin menjadi elemen-elemen yang menarik untuk dieksplorasi dalam film ini.
Kemudian sebagai salah satu dari sedikit film yang masih ada dari era bisu, film ini punya nilai sejarah yang signifikan. Kehadirannya memberikan wawasan tentang perkembangan awal perfilman di Indonesia dan kehidupan masyarakat pada masa itu.
Lily Van Java (1928)
Film pertama buatan Indonesia berikutnya ada Lily Van Java. Masih berbentuk film bisu, film ini juga disutradarai oleh Nelson Wong dan Othniel Wong.
Nelson, Joshua, dan Othniel sama-sama punya nama belakang Wong. Ketiga bersaudara yang sering disebut sebagai Wong bersaudara ini keturunan Tionghoa yang aktif dalam perfilman di Hindia Belanda sebagai juru kamera.
Bergenre drama romantis, film ini berpusat pada karakter bernama Lily yang merupakan seorang perempuan Jawa dari kalangan bangsawan. Kisahnya berkisar tentang percintaan, konflik sosial, dan intrik-intrik politik yang terjadi di sekitar dirinya.
Resia Boroboedor (1928)
Film ini diproduksi oleh Nancing Film Co dan diperankan oleh aktris yang bernama Olive Young.
Salah satu film pertama buatan Indonesia juga masih menggunakan format film bisu dan mengisahkan tentang seorang tokoh utama bernama Young Pei Fen, yang menemukan sebuah buku rahasia milik ayahnya yang menceritakan tentang bangunan Candi Borobudur yang terkenal itu.
Dalam narasinya, juga diungkapkan bahwa terdapat sebuah harta karun tak ternilai yang tersembunyi di dalam Candi tersebut. Sayangnya, informasi tentang film ini sangat terbatas.
Setangan Berloemoer Darah (1928)
Salah satu film pertama buatan Indonesia terakhir adalah Setangan Berloemoer Darah yang diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Tan Boen Soan, seorang jurnalis dari Surat Kabar Soeara Semarang.
Kesamaan antara film ini dengan film Lily Van Java adalah sama-sama ditargetkan untuk penonton dari komunitas Tionghoa. Produser film ini pun berasal dari kalangan pengusaha Tionghoa yang memiliki ketergantungan pada kesuksesan film-film yang diproduksi di Shanghai, Tiongkok.
Bergenre drama sejarah, film ini menceritakan perjuangan rakyat terhadap penindasan kolonial Belanda. Kisahnya berfokus pada seorang pemimpin perlawanan rakyat yang berani melawan penjajah Belanda.