Sediksi.com – Penentuan Ramadhan dan Syawal di Indonesia kerap kali mengalami perbedaan. Begitu juga halnya yang terjadi pada awal Ramadhan 2024 ini. Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan jatuh pada 11 Maret 2024. Sementara, NU dan pemerintah memulai pada 12 Maret 2024.
Lantas, penetapan 1 Syawal 1445 Hijriah tahun ini apakah Muhammadiyah, NU dan pemerintah mengalami perbedaan? Jika sudah ada yang Lebaran apakah boleh puasa? Pertanyaan itu bisa kita lontarkan apabila adanya perbedaan Lebaran 2024.
Apabila Muhammadiyah, NU dan pemerintah mengalami perbedaan Lebaran, bagaimana hukum puasa jika sudah ada yang lebaran?
Hukum Puasa Jika Sudah Ada yang Lebaran
Di Indonesia, awal Ramadhan dan Lebaran ditentukan oleh dua metode yakni rukyatul hilal dan hisab. Kedua metode ini bisa memicu perbedaan penentuan Ramadhan ataupun Lebaran, namun juga bisa sama.
Menurut MUI, jika rukyat dilakukan dengan cara melihat hilal atau bulan baru di ufuk dengan menggunakan mata secara langsung maupun alat bantu teropong. Sementara, metode hisab dilakukan dengan mengandalkan hitungan ilmu falak atau ilmu astronomis. Adanya perbedaan perhitungan ini merupakan hal yang wajar dan patut untuk kita hormati.
Lantas, apa hukum puasa jika sudah ada Lebaran? Hal tersebut bisa diketahui berdasarkan keyakinan masing-masing orang. Bagi yang meyakini, 1 Syawal belum jatuh di tanggal tersebut maka sah baginya untuk melanjutkan puasa.
Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai hal tersebut.
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Syaban menjadi 30 hari).” (HR Bukhari dan Muslim).
Sementara, bagi mereka yang meyakini 1 Syawal jatuh pada hari tersebut, maka haram untuknya berpuasa.
Kapan Lebaran 2024?
Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal puasa dan Lebaran. Berdasarkan Maklumat Nomor 1/MLM.I.0/E/2024 tentang Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1445 Hijriah yang sudah dibagikan Muhammadiyah, disebutkan bahwa penetapan puasa pada 11 Maret 2024.
Dalam Maklumat itu juga tertuang bahwa Idul Fitri 1445 H berlangsung pada Rabu, 10 April 2024.
Perhitungan Muhammadiyah menggunakan metode hisab ini menggunakan 3 kriteria yakni sudah terjadinya itjimak (konjungsi), itjimak terjadi setelah matahari terbenam, dan saat terbenamnya matahari bulan berada di atas ufuk.
Sementara, Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyatul hilal. Pada 10 April 2024, hilal tak terlihat dan NU memutuskan untuk memulai puasa pada 12 mart 2024.
Sementara, NU dan pemerintah baru akan menetapkan awal Lebaran dengan melakukan pemantauan hilal yang kemudian diputuskan pada sidang isbat pada 9 April 2024.
Meski begitu, ada potensi Muhammadiyah, NU, dan pemerintah akan menetapkan 1 Syawal 1445 H jatuh di tanggal yang sama yakni 10 April 2024.
Hal tersebut dapat diketahui dari laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai posisi hilal.
BMKG memprediksi saat matahari terbenam di tanggal 9 April 2024 nanti, ketinggian hilal akan mencapai 4,88 derajat di wilayah Merauke, Papua. Selain itu, 7,63 derajat berada di wilayah Sabang, Aceh.
Selain itu, Elongasi saat matahari terbenam di 9 April 2024 di Merauke berada di 8,39 derajat dan sudut Elongasi 10,22 derajat di Sabang, Aceh.
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) sejak 2021, diputuskan hilal dapat teramati bila tinggi bulan minimal berada di 3 derajat dan sudut Elongasi minimal 6,4 derajat.
Berarti, ada kemungkinan Muhammadiyah dan NU akan sama-sama merayakan Idul Fitri pada 10 April 2024. Bedanya, warga Muhammdaiyah menjalani puasa selama 30 hari, sementara warga nU kemungkinan menjalani puasa selama 29 hari.