>
Liputan: Hidup Mati Warung Madura: Sekali Buka, Selamanya

Hidup Mati Warung Madura: Sekali Buka, Selamanya

warung madura buka 24 jam
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

“Sama sekali tidak pernah tutup, Cak?”

Berulangkali saya memastikan pada Mulyono, seorang pemilik warung Madura di wilayah Sengkaling, Kabupaten Malang. 

Semua makhluk di muka bumi punya jatah waktu yang sama, 24 jam. Tidak lebih dan tidak kurang. Wajar bila saya ragu jika ada warung yang tidak punya sistem shifting yang jelas, dikelola sendiri, tapi bisa terus buka sepanjang hari sepanjang tahun.

Orang-orang berkelakar, warung Madura baru akan tutup kalau dunia kiamat.

Kenapa Warung Madura Tidak Pernah Tutup?

Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Sekali rolling door ditanggalkan, warung Madura pantang menolak pelanggan. 

Peribahasa ini mungkin yang menjadi prinsip berwirausaha Cak Mul yang menempuh jalan rejeki dengan membuka toko kelontong yang tak pernah libur.

“Gak pernah mas. Haqqul yaqin!” Mulyono menjawab dengan mantap. 

Dia lalu menceritakan pengalamannya saat pandemi Covid-19 medio 2021. Kala itu, di Malang juga ada pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pusat-pusat keramaian mulai dari mal, swalayan, hingga warung kopi hanya boleh buka sampai jam 20.00 WIB. Warung miliknya juga sempat didatangi Satpol PP dan diperingatkan agar segera ditutup. 

Cak Mul, panggilan akrab Mulyono, menunjukkan rolling door miliknya kepada petugas razia. “Gak bisa pak, pintunya saya lepas, gak bisa ditutup,” ujar Cak Mul kepada petugas tersebut.

Cak Mul meletakkan rolling door di atas kamar mandi. Petugas pun tak bisa menjawab lebih panjang dan memilih pergi. Hari-hari berikutnya mereka tak mampir lagi.

Kalau Anda pernah bertanya “kenapa warung Madura tidak pernah tutup?” atau “kenapa warung Madura buka 24 jam?”, jawaban Cak Mul di atas bisa jadi gambarannya.

Hasil obrolan saya di bawah akan memberi jawaban lebih jelas kenapa jam operasional warung Madura seolah tak boleh diganggu gugat.

Kerja 8 Jam Saja Capek, Apalagi Buka Warung Madura 24 Jam

Perjumpaan saya dengan Cak Mul tempo hari sebenarnya sedikit mengagetkan. Ketika saya membeli rokok, saya tidak asing dengan wajahnya. Sewaktu saya menoleh ke depan toko ada sebuah motor Beat Street hitam yang amat familiar.

“Cak Mul?” tanya saya. Rupanya dia juga lupa-lupa ingat dengan saya.

Kami dulu tinggal di kompleks kos-kosan yang sama. Saya menyewa sebuah kamar kos mungil, sementara Cak Mul dan istrinya menyewa rumah yang bersebelahan dengan pemilik kos-kosan. Usia pernikahan Cak Mul dan istri masih tergolong muda waktu itu. Setelah resmi menikah, mereka memutuskan untuk merantau di Malang.

Interaksi kami tak banyak, tetapi itu saja sudah cukup buat saya untuk mengambil kesimpulan. Sebagaimana orang Madura kebanyakan yang saya jumpai, etos kerja Cak Mul bukan main kuatnya. 

Kala itu, dia bekerja sebagai ojek online dan istrinya bekerja sebagai penjaga toko. Pagi hari keduanya sudah berangkat kerja dan baru pulang malam saat saya dan penghuni kos lainnya beranjak untuk ngopi.

Saya baru tahu kalau Cak Mul tidak lagi menyewa di sana dari Bu Kos yang mengabari saya kalau rumah yang ditempati Cak Mul sudah kosong barangkali ada teman yang ingin menyewa. 

Setelah ia pindah itulah, interaksi kami berhenti sampai kemudian kami bertemu saat ia sedang menjaga warung yang kemudian saya ketahui adalah miliknya sendiri.

Kata Cak Mul, ceritanya begini. Pandemi Covid-19 membuatnya harus terpaksa berhenti bekerja sebagai ojek online sebab pengguna ojek online di Malang mayoritas adalah mahasiswa. Saat pandemi, nyaris semua hal dilakukan secara online, dan banyak mahasiswa perantauan memilih pulang kampung. Itu jelas berdampak buat driver seperti dirinya.

“Hasil ngojek gak nutup kebutuhan sehari-hari mas. Ada cicilan yang harus dibayar, ditambah kalau harus bayar sewa rumah juga makin berat buat saya dan istri,” ceritanya mengenang masa itu.

Kesempatan untuk mengubah nasib datang dari sejawatnya di kampung halaman. Ia dapat tawaran untuk merintis warung dari temannya yang lebih dulu membuka warung di Jakarta. Temannya menawarkan skema kerja sama untuk membuka usaha serupa di Malang dengan sistem bagi hasil.

Tak butuh pikir panjang bagi Cak Mul untuk mengiyakan tawaran itu. Menurut perhitungannya, urusan sewa tempat tinggal bakal beres dan ia punya sumber pemasukan. Jadilah ia dan istrinya tinggal di ruangan seluas 3×4 meter sembari merintis usaha. 

Baik Cak Mul maupun istrinya tidak memiliki pengalaman sebagai pengusaha. Keputusan untuk melepas rolling door sebagaimana cerita di atas juga sikap seketika yang dia lakukan tanpa berpikir bagaimana nanti kalau warung harus ditutup. Kata “tutup” agaknya memang tak terbesit sedikit pun di kepalanya.

Persoalan ruang dan privasi keluarga kecil mereka mau tak mau ikut terdampak. Betapapun besarnya cinta mereka berdua, perselisihan dalam keluarga tak bisa dihindari. Cak Mul menceritakan suka duka mereka saat harus tinggal 24 jam di dalam toko. 

“Kerja 8 jam aja capek, apalagi 24 jam,” curhatnya. 

Kondisi kelelahan membuat mood keduanya seringkali naik turun dan hubungan pun kurang harmonis.

“Beratnya di situ sih mas. Kalau saya tidur, istri saya jaga. Begitu sebaliknya selama hampir setahun. Tantangan banget untuk menjaga hubungan kami tetap sehat.”

Dari cerita Cak Mul, kita tahu kalau buka warung Madura 24 jam tak pernah mudah. Itu alasan mengapa kita juga kerap menjumpai penjaga toko warung Madura sering berganti sesuai shift. Dari pantauan kami, kebanyakan dari mereka adalah kerabat atau teman dekat yang sama-sama mau berjuang mencari sesuap nasi.

Tak Ragu Bersaing, Sebab Rezeki Sudah Ada yang Mengatur

Perjuangan Cak Mul dan istri membuah hasil yang bahkan tak mereka sangka sebelumnya. Hanya butuh waktu setahun untuk kemudian Cak Mul bisa mengakuisisi usaha yang mulanya dimodali oleh temannya. 

Setiap bulan ia rutin memberikan bagi hasil sesuai yang disepakati di awal. Dari keuntungan yang ia kumpulkan, ia bisa mengembalikan modal pada temannya dan membuat usaha ini menjadi milik Cak Mul sepenuhnya.

Saat ditanya mengenai rahasia suksesnya dalam berdagang, Cak Mul membagikan dengan rinci. Dia bahkan tak segan menunjukkan barang-barang penting yang harus ada dan di mana tempat membelinya agar mendapatkan harga yang lebih murah. 

Rokok, menurut Cak Mul menjadi salah satu barang yang harus ada karena sekalipun margin keuntungannya kecil namun permintaannya tinggi. Tak heran bila ciri khas warung Madura salah satunya adalah kelengkapan merk rokok yang sulit ditandingi bahkan oleh jaringan swalayan besar seperti Indomaret dan Alfamart.

Rokok-rokok tersebut tertata rapi di etalase kaca. Baginya, tak boleh sehari saja salah satu baris rokok tersebut kosong. Teman-teman pemilik warung Madura lainnya sering bertanya kepada Cak Mul di mana dia bisa mendapatkan rokok merk A atau B. 

Tentu tidak hanya rokok, barang-barang lainnya juga mendapatkan perhatian yang sama. Sambil menunjukkan teras tokonya. “Itu mas, kalau barang-barang saya gak kelihatan banyak apa ya mungkin orang lewat mikir barang yang dia butuhkan ada di sini?”

Saat ditanya terkait alasan dia memilih lokasi yang sekarang untuk dijadikan warung, Cak Mul tak punya banyak indikator selain harganya masih terjangkau dan cukup ramai dilewati orang. Dia bahkan mengatakan kalau justru lebih senang jika ada tempat yang dekat Indomaret/Alfamart. 

“Kalau di situ sudah ada toko kelontong milik warga setempat saya masih sungkan mas, gak enak, tapi kalau dekat Indomaret apa Alfamart ya justru cocok,” ujarnya.

“Gak takut bersaing mas?”

“Rejeki udah ada yang ngatur mas,” jawabnya sesuai dugaan. Sebagaimana lumrah kita mendengar cerita-cerita kalau orang Madura bahkan berani menjual bensin di dekat SPBU.

Jika baru-baru ini riuh wacana warung Madura dilarang buka 24 jam oleh Kementerian Koperasi, kita bisa menebak apa responnya. 

Menuai Hasil Kerja Keras

Kini, Cak Mul sudah memiliki 2 warung Madura dan sedang survei tempat untuk toko ketiganya. 

Kami bisa mengobrol panjang karena toko-toko tersebut juga sudah dijaga oleh pegawainya. Mereka piawai melayani pelanggan yang datang silih berganti sambil bermain Mobile Legends atau sekadar video call dengan kerabat di kampung halaman.

Kabar baiknya, setelah mampu mengakuisisi toko pertamanya, Cak Mul dan istri juga bisa menyewa kos. Mereka tak lagi harus tinggal di warung selama 24 jam. 

Ia menuturkan, bisa punya ruang privasi merupakan anugerah yang patut disyukuri. Pasalnya, tak lama setelah pindah ke kos istrinya hamil dan kini Cak Mul dianugerahi seorang putri, buah cinta dan buah kerja keras mereka.

Penulis
Scribble

Fajar Dwi Ariffandhi

hidup vegan daging pun tak mau
Baca Opini
Dear Mental Health Professional…
Ramai ‘Kamisan Date’, Emang Apa Salahnya?
Mengkritisi Bimbel SKD CPNS
Anomali Bahasa dan Hiperkoreksi Orang Sunda