Bomba Penyelamat yang Belum Sejahtera

Bomba Penyelamat yang Belum Sejahtera

Bomba Penyelamat yang Belum Sejahtera
Ilustrasi oleh Vivian Yoga Veronica Putri

Padahal, melihat beban tugasnya yang kini semakin beragam dan tidak berkutat hanya pada pemadaman kebakaran, justru kesejahteraan personel Damkar lah yang seharusnya menjadi perhatian. 

Bomba ni, penyelamat. Kucing atas pokok, kerbau masuk parit, kuda terlepas, ular dalam rumah, semua kami selamatkan.

Sebuah kalimat yang lantang diucapkan dalam serial “botak kembar” buatan negeri jiran itu sukses membuat ingatan baik tentang pengabdian pemadam kebakaran. 

Tak jarang bocil-bocil di kampung saya kerap menirukan kalimat itu. Sampai saya yang dengar pun jadi hapal.

Ada lagi, iki kudune Damkar iki, nek ra damkar yo raiso noh..

Pernah denger nggak? Ini tuh bolak-balik lewat beranda Tiktok saya. Video viral yang mempertontonkan seorang anak terjepit lubang kunci pintu itu sontak mengundang tawa. Banyak yang parodiin juga.

Adanya dua fenomena tersebut seakan menggambarkan bahwa masyarakat begitu mengandalkan pemadam kebakaran (Damkar).

Sebenarnya wajar hubungan antara masyarakat dan damkar terasa dekat, sampai masyarakat mengandalkan institusi berseragam biru itu. 

Yaaa gimana nggak, Damkar merupakan institusi pemerintah yang menangani kedaruratan khususnya pemadaman kebakaran selama lebih dari satu abad. Seratus tahun loh.

Institusi yang akrab dengan air dan api bak lagunya Naif itu memang sudah ada sejak zaman Hindia Belanda, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Disebutkan bahwa asal muasal pemadam kebakaran di Indonesia dimulai pada tahun 1873 ketika terjadi sebuah kebakaran hebat di Kramat Kwitang, Batavia. 

Usai terjadinya bencana tersebut, Residen Batavia pada tahun 1915 menginstruksikan pembentukan pemadam kebakaran yang di kemudian hari memunculkan sebutan “Blangwir”.

Sebutan blangwir ini sejatinya berasal dari bahasa Belanda yakni brandweer yang artinya pemadam kebakaran. Orang Jawa kemudian memudahkan penyebutan brandweer dengan sebutan blangwirbranwirblombir, dan sebagainya.

Pahlawan yang Belum Sejahtera

Meski telah ada dan mengabdi sejak lama di Indonesia, institusi tua ini sebenarnya masih jauh dari kata “sejahtera”. 

Mari menengok kembali pemberitaan beberapa waktu lalu, terkait adanya seorang personel pemadam di Kota Depok yang melakukan aksi protes lantaran tidak layaknya Alat Pelindung Diri (APD). 

Sandi—seorang anggota pemadam kebakaran Kota Depok, menunjukkan aksi protesnya terkait ketidaksesuaian spesifikasi APD berupa sepatu. Ia bahkan sempat mendapat kecaman dari atasannya lantaran aksi tersebut. Tak lama setelahnya, Kejaksaan Negeri Depok menetapkan tersangka korupsi pengadaan peralatan Damkar pada Desember 2021 lalu. 

Duuhh miris miris padahal APD tuh penting buat keselamatan personel Damkar.

Ada lagi, pada Maret lalu di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan pada. Sebanyak 796 pegawai honorer Satpol PP dan Pemadam Kebakaran tak kunjung menerima gaji selama 6 bulan, membuat sebagian personel sering tidak masuk untuk mencari pendapatan tambahan. 

Gila nggak tuh 6 bulan brooo.

Hal serupa terjadi pada bulan September, sejumlah personel honorer Satpol PP dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku melakukan aksi penyegelan kantor. Mereka menuntut upahnya selama 3 bulan yang tak kunjung dibayarkan. 

Lanjut pertengahan Oktober ada pemberitaan peralatan personel Damkar Sumedang dinilai tak layak oleh DPRD. Bahkan baju anti panas pun merupakan hibah dari kota sebelah.

Disusul akhir Oktober, Damkar Tasikmalaya tidak punya kantor dan menumpang di bangunan bekas kolam.

Dari pemberitaan yang sudah-sudah, saya berani berkesimpulan jika kesejahteraan para fireman di Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Belum lagi, mayoritas dari mereka berstatus sebagai pegawai honorer.

Jika dibandingkan dengan kaum “halo dek” dalam soalan gaji dan tolak ukur kesejahteraan pekerja, Damkar masih kalah jauh. Meskipun begitu damkar tetap memberikan pelayanan terbaik, tanpa dipungut biaya. Ingat ya, tanpa dipungut biaya!

Padahal, melihat beban tugasnya yang kini semakin beragam dan tidak berkutat hanya pada pemadaman kebakaran, justru kesejahteraan personel Damkar lah yang seharusnya menjadi perhatian. 

Jangan salah loh.. damkar bisa dipanggil bukan hanya untuk memadamkan api. Institusi bersemboyan “Yudha Brama Jaya” ini serba bisa. Bisa mengambil handphone yang jatuh ke selokan, ular masuk dapur, kerbau masuk parit, evakuasi kucing terjepit tembok, bahkan “joni”mu kejepit Damkar juga bisa ngatasi kayaknya. 

Nggak heran deh jika mereka nggak perlu susah-susah untuk membangun citra. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Damkar tak perlu diragukan. 

Setiap kabupaten maupun kota pasti memiiki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang di dalamnya terdapat alokasi untuk pemadam kebakaran. Masalahnya, kekuatan ekonomi yang tidak merata di setiap daerah pada akhirnya berdampak pada pendanaan para fire fighters

Padahal jika kita ingin melihat lebih jauh, layanan keselamatan bagi masyarakat merupakan aspek yang sangat vital di suatu wilayah. Terlebih, daerah perkotaan yang padat penduduk, yang rawan sekali terjadi kebakaran. 

Peningkatan kesejahteraan personel, pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, hingga penguatan kualitas peralatan APD diperlukan untuk “mempersenjatai” brandweer agar dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal. 

Editor: Mita Berliana
Penulis

Nino Sativara

Pengikut Baden Powell, pembelajar jarak jauh.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel