Izinkan Kami Juara AFF Walau Hanya Sekali Saja

Izinkan Kami Juara AFF Walau Hanya Sekali Saja

Izinkan Kami Juara AFF Walau Hanya Sekali Saja
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Walaupun saya sepakat dengan STY kalau level kita sekarang adalah Asia, di lubuk hati yang paling dalam, jujur, saya masih penasaran.

Bagi kalian yang tidak sempat menikmati hingar-bingar timnas Indonesia ketika mengikuti Piala AFF 2010, saya kasih tahu sedikit, vibes-nya kurang lebih tidak jauh berbeda seperti saat ini.

Mulai dari euforia tinggi para penggemar sepak bola tanah air, kemunculan para “fans dadakan”, hingga geliat media yang tak henti-hentinya memberitakan performa timnas kala itu.

Performa timnas Indonesia pada Piala AFF 2010 mulai mencuri perhatian ketika tampil menggila di babak penyisihan grup. Firman Utina dkk. sukses menghajar tim rival, Malaysia, dengan skor 5-1 serta menggasak Laos 6 gol tanpa balas.

Gemuruh semakin memuncak ketika timnas Indonesia berhasil mengalahkan Thailand setelah kurang lebih 15 tahun tidak pernah menang melawan tim Gajah Putih.

Setelah berhasil menyingkirkan Filipina di babak semifinal, skuad merah putih melaju ke partai puncak untuk menghadapi Malaysia, tim yang beberapa hari sebelumnya kita hajar telak.

Hal ini tentu saja membuat ekspektasi penggemar meningkat dan yakin bisa menjuarai kejuaraan ini untuk pertama kalinya. Namun, bak api disiram air, timnas Indonesia diluar dugaan keok di leg 1 Final Piala AFF 2010 di Stadion Bukit Jalil dengan skor 3-0, dan hanya mampu membalas dengan kemenangan 2-1 pada leg 2 di Stadion Gelora Bung Karno.

Kekalahan tersebut tentu saja menimbulkan pertanyaan di benak para penggemar. Apa yang sebenarnya terjadi pada timnas kita? Powerfull di penyisihan dan semifinal, tapi melempem di final.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bahkan mengarah pada dugaan adanya pemain yang “main gila” di Bukit Jalil. Meskipun sampai saat ini dugaan tersebut masih belum bisa dibuktikan, ia selalu diangkat oleh media sebagai bahan pelengkap ketika membahas kasus-kasus match fixing yang terjadi, bahkan untuk kasus-kasus di level klub.

Hal ini secara pribadi membuat saya geram. Seolah-olah kita semua belum bisa berdamai dengan apa yang terjadi di Bukit Jalil 14 tahun silam.

Saatnya Mengobati Luka Tragedi AFF 2010

AFF saat ini telah berubah nama menjadi Asean Cup. Turnamen antar negara-negara Asia Tenggara tersebut akan kembali digelar pada akhir tahun ini, di mana proses pembagian grup sendiri sudah rampung dilaksanakan.

Indonesia akan tergabung ke dalam grup B bersama musuh bebuyutannya, Vietnam, serta Filipina, Myanmar, dan Laos.

Pada dua turnamen AFF terakhir, timnas merah putih berhasil menembus babak final dan semifinal. Namun, skuad yang dipakai masih berada pada periode transisi era kepelatihan Shin Tae Yong (STY) dan belum terisi penuh oleh pemain diaspora.

STY memang sering mengatakan kalau level kita sekarang adalah Asia dan jangan terlalu terpaku pada Asean. Pendapat ini sendiri diamini oleh kebanyakan penggemar timnas, termasuk saya sendiri, mengingat kualitas skuad timnas senior Garuda saat ini.

Namun, harus kita perhatikan sejenak, walaupun turnamen ini tidak masuk kalender FIFA sehingga hasil yang kita dapat tidak akan mempengaruhi ranking dunia timnas Indonesia, tapi kedekatan antara piala AFF dengan penggemar sepak bola tanah air sudah cukup erat.

Apalagi 4 negara yang menjadi rival kita di Asean, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand, sudah merasakan kemenangan piala ciki ini. Jadi, mau nunggu sampai kapan?

Selain itu, dengan menjuarai AFF satu kali saja diharapkan bisa menghapus bayang-bayang dan kenangan kelam AFF 2010. Media tidak akan mengangkat isu itu lagi karena kita sudah menebusnya dengan satu gelar juara.

Sudah sangat dalam timnas membuat luka pada penggemarnya di tahun 2010. Makanya, sudah saatnya mengobati luka itu dengan mempersembahkan gelar turnamen ini.

Walaupun, lagi-lagi, saya sepakat dengan apa yang STY katakan terkait AFF, ditambah bahwa kemungkinan besar banyak pemain diaspora kunci yang bakal absen pada turnamen ini nanti, di lubuk hati yang paling dalam, jujur, saya masih penasaran.

Sebagai orang yang sudah menonton dan mengikuti gelaran piala AFF dari tahun ke tahun, saya berharap kita bisa mengikuti piala AFF dengan kekuatan penuh dan bisa mencatatkan sejarah bahwa kita pernah juara AFF.

Enam Kali Masuk Final, Tapi Tidak Pernah Juara

Yang membuat saya sangat penasaran dengan piala ciki satu ini adalah kita sudah masuk final sebanyak 6 kali, namun tidak pernah sekalipun berhasil menjadi juara.

Kita masuk final dari berbagai generasi, mulai dari era 2000-an awal sampai memasuki tahun 2020. Tapi, selalu gagal. Entah salah apa timnas ini sampai bisa gagal sebegitunya.

Dengan euforia penggemar saat ini yang sangat luar biasa, saya rasa timnas membutuhkan satu momen penting lagi, dan itu adalah dengan mengangkat piala AFF.

Apalagi mengingat di luar turnamen AFF pun timnas senior masih minim prestasi. Bahkan, kali terakhir kita mengangkat piala terjadi pada tahun 2008, yaitu di momen piala kemerdekaan, itupun karena tim Libya saat itu—yang sudah unggul 1-0—tidak mau melanjutkan pertandingan di babak kedua alias menang WO.

Di kelompok U-16, U-19, dan U-23 sendiri timnas kita sudah pernah merasakan gelar juara dari turnamen ciki ini. Kurang seniornya aja, nih.

Sepak bola sudah menjadi salah satu hiburan utama masyarakat Indonesia. Bukan main girangnya rakyat kita jika timnasnya bisa mengangkat piala walaupun hanya sebatas juara Asean.

Memang Tidak Penting, Tapi Bisa Jadi Legacy Timnas di Asean

PSSI telah resmi mengumumkan akan tetap menunjuk STY sebagai pelatih kepala timnas Indonesia untuk turnamen AFF. Sebelumnya banyak rumor mengatakan tim untuk Piala AFF akan ditangani oleh pelatih lain mengingat jadwal turnamen yang bentrok dengan kualifikasi Piala Dunia Ronde 3.

Secara status dan prestige,Piala AFF mungkin memang masih kurang seksi. Namun, saya yakin turnamen ini masih punya daya tariknya tersendiri, khususnya bagi mereka yang telah mengikuti perjalanan timnas di Piala AFF selama bertahun-tahun.

Lagipula, tekad besar untuk menjuarai piala AFF bukan berarti kita hanya berfokus di Asia Tenggara. Ada dahaga fans timnas terhadap gelar juara yang harus dipenuhi.

Ditambah lagi, gelar juara piala AFF bisa semakin mengukuhkan kekuatan kita di Asean setelah kemarin sukses mencatatkan sejarah lolos 6 belas besar Piala Asia.

Selain itu, bagi STY, gelar ini juga bisa jadi akan semakin memantapkan namanya sebagai salah satu pelatih tersukses timnas Indonesia sepanjang sejarah. Ia akan menjadi satu-satunya pelatih yang berhasil mengantarkan tim Garuda menjuarai AFF setelah sebelumnya gagal di final berkali-kali.

Sekali lagi, ini memang bukan Piala Asia, apalagi Piala Dunia. Namun, menjuarai piala AFF setidaknya akan membuat para penggemar timnas menghilangkan bayang-bayang kelam dan kutukan sulitnya kita menang di final turnamen ini.

Karena jujur, kalau selama hidup saya tidak pernah melihat Indonesia menjuarai AFF, saya pribadi sedikit tidak terima.

Penulis

Refi Gilang Maulana

Freshgraduate dari fakultas yang masuknya ga perlu pinter pinter amat

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel