Popularitas Pokemon Go dan Hal-Hal yang Tak Bisa Ku Mengerti

Popularitas Pokemon Go dan Hal-Hal yang Tak Bisa Ku Mengerti

pokemon go triawan munaf
pokemon go triawan munaf

Kenapa Pokemon bisa jadi sepopuler ini? Ada hal-hal yang tak bisa saya mengerti, tentang apa yang ada di balik popularitas Pokemon Go.

Saya jengah! Sejak Pokemon Go dirilis topik pembicaraan orang Indonesia jadi berubah. Semua bicara tentang Pokemon. Baik itu di media sosial, warung kopi,  mall, kereta api, bank, atau bahkan headline portal berita nasional. Semua bicara seputar Pokemon. Entah apa alasan orang-orang di sekitar hobi sekali membicarakan game  ini. Padahal, kalau dilihat-lihat, gameplay dalam permainan satu ini tidak ada bedanya dengan game-game Pokemon sebelumnya. Bedanya cuma cara bermain dan console yang digunakan.

Game rilisan Pokemon, sudah ada sejak dulu, sejak saya masih duduk di bangku SMP. Game Pokemon yang saya mainkan pertama kali adalah Pokemon Second Generation: Pokemon Ruby dan Shaphire untuk Gameboy Advance (GBA). Tentunya saya bermain di komputer, menggunakan emulator, sebuah software yang bisa digunakan untuk menjalankan sistem pada console tertentu. Sangat sedikit orang-orang di lingkaran pertemanan saya yang ikut bermain game ini.

Padahal, untuk ukuran saya yang cepat bosan bermain game –Point Blank 5 bulan, Dota 4 bulan, CoC 5 bulan dan Clash Royale 4,5 bulan– Pokemon cukup mengasikan.  Mulai dari generasi Ruby and Shapire di console GBA, sampai Black and White di console Nintendo DS, sudah pernah saya mainkan (semua menggunakan emulator). Namun, kenapa teman-teman saya pada tidak suka? Nah sekarang, giliran ada game Pokemon Go, orang ramai-ramai memainkannya, padahal masih versi illegal.  Bagi saya ini cukup mengherankan. Kenapa Pokemon bisa jadi sepopuler ini? Ada hal-hal yang tak bisa saya mengerti, tentang apa yang ada di balik popularitas Pokemon Go.

Pokemon Go Awalnya Dianggap Biasa Saja Karena Belum Bisa Dimainkan, Tapi Setelahnya Malah Diunduh Habis-habisan

Niantic dan Pokemon Company sudah mempublikasikan rencana peluncuran Pokemon Go pada September 2015. Publikasi dilakukan melalui akun “The Official Pokemon Channel”. Saya melihat video ini beberapa hari setelah dirilis.Karena saat itu perasaan saya ikut berbunga-bunga dengan rencana kehadiran game ini, saya langsung bercerita ke beberapa orang teman. Responnya? BIASA AJA!

Ada yang merespon hanya dengan “Wah, masa?” setelah itu mengganti topik pembicaraan seputar kehidupannya. Ada yang responnya cuma “oh”, lalu kembali melakukan aktivitasnya. Malah parahnya, ada yang cuma diam dan tidak merespon apa-apa.  Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya saat itu? Sudah semangat memberi info bagus kepada mereka, tiba-tiba hanya direspon begitu. Sama saja seperti ketika seorang cowok yang sudah capek-capek mengetik panjang lebar saat ngechat wanita idamannya, terus hanya dibalas dengan satu kata: “oh”, “ya”, “terus?” atau  “ok”.

Saat itu sih amarah dan rasa kesal memang tidak begitu saya hiraukan. Sampai  pada suatu ketika, tatkala Pokemon Go telah bisa dimainkan, hampir semua teman saya yang responnya datar tadi, pamer hasil buruan Pokemonnya di media sosial…….

Bagian ini admin sembunyikan karena mengandung kalimat tidak senonoh. 
Untuk mengetahui bagian yang terpotong ini, klik disini. 
Khusus untuk pembaca di atas 18 tahun

……Ah! Sungguh tidak dapat dimengerti.

Boomingnya Pokemon Go Bukan Karena Nostalgia 90-an, Tapi Karena Gratisan  

Beberapa pendapat menyebutkan, trend Pokemon Go di Indonesia berhubungan dengan nostalgia generasi 90-an terhadap kartun bersangkutan yang populer di zamannya. Mulanya, saya sependapat dengan alasan ini. Namun, setelah saya mengingat banyak game-game tahun 90-an yang  juga diadaptasi dari kartun 90-an, saya jadi berpikir ulang. Benarkah begitu?

Ada Yugi-Oh yang sejak filmnya dirilis, kartu-kartu Yugi-Oh bertebaran, baik versi original, maupun versi bajakannya. Ada juga Beyblade yang hingga saat ini masih bertebaran di toko-toko mainan anak. Crush Gear, Tamiya, atau bahkan Bakugan, juga pernah ada di dunia nyata.

Lalu, kenapa hanya Pokemon Go yang popular, sampai-sampai menjadi perbincangan hangat di dunia maya beberapa hari belakangan? Sekalipun populer, hanya untuk kalangan anak-anak, bukan masyarakat di usia 20-an.  Memang pernah, melihat ada teman Anda yang sudah berkarir, pergi bekerja sambil membawa tumpukan kartu Yugi-Oh? Kalau ada, pertanyaan ini abaikan saja. Maklum, saya belum kerja.

Untuk keheranan saya yang satu ini, ada beberapa spekulasi yang mungkin bisa dijadikan jawaban.  Pertama, karena game-game sebelumnya memiliki bentuk fisik dan bisa disentuh, sedangkan masyarakat lebih suka hal-hal yang berbau fantasi seperti film bokep.

Kedua, karena karakter Pokemon beragam, dari yang imut-imut, aneh, konyol, keren, pemalas, sampai gagah atau menyeramkan. Ini membuat lebih banyak segmen yang tertarik memainkannya. Dan terakhir, karena Pokemon Go bisa dimainkan hanya dengan menggunakan smartphone dan dapat diunduh gratis. Karena bila game ini menggunakan pokeball sungguhan, di mana pemainnya wajib membeli dan membayar, saya prediksi Pokemon Go tidak akan sepopuler sekarang.

Meski Ilegal, Pokemon Go Tetap Terkenal Karena Diberitakan

Waktu Go-Jek, Grab Bike dan transportasi berbasis aplikasi Android lainnya diketahui tidak memiliki izin operasi alias illegal, media massa beramai-ramai memberitakan dan menyudutkannya. Sedangkan saat ini, keberadaan Pokemon Go yang ilegal justru didukung media massa. Bahkan, beberapa ada yang memberikan tips bermain,  beserta rekomendasi spot agar player bisa mendapatkan Pokemon yang banyak. Ah, kalau ini saya tidak begitu heran. Karena media massa di Indonesia memang sudah tidak memiliki orientasi yang jelas.

Dan Para Cewek Bukan Gamers Pun Keranjingan Main Pokemon

Saya bukan penggila game a.k.a gamers. Tapi, saya sedikit tahu tentang keluh kesah cewek yang memiliki pacar seorang gamers. Mereka paling benci dengan cowok yang lebih memilih nge-game daripada menyempatkan diri membalas chatingan darinya. Saya kira awalnya, tipe cewek seperti ini tidak suka ngegame.

Hingga pada suatu hari kebenaran terungkap. Seminggu terakhir mengamati timeline di media sosial, para cewek yang saya ketahui bertipe seperti ini, hampir setiap hari mengupload screenshot dan progress dari Pokemon Go sambil menuliskan caption: “Hasil tangkapan setelah perjalanan panjang hari ini”

Ini kehidupan macam apa? Apakah memang Pokemon Go yang terlalu asyik dimainkan? Atau ini semua semata-mata karena wanita selalu benar? Bagi saya yang sedang tidak berminat memiliki pacar, hal ini cukup mengherankan.

Hal terakhir yang saya herankan dan tidak mengerti, adalah diri saya sendiri. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Dulu, saya sempat menjadi penggila game Pokemon. Akan tetapi, kenapa sampai sekarang saya masih belum menginstall game ini di ponsel saya?

Bahkan, saya berusaha mengkritik apa yang ada di balik ketenarannya melalui artikel ini. Ini membuat saya bertanya-tanya tentang motif saya membuat artikel ini. Apakah saya memang merasa keheranan dengan popularitas Pokemon Go, ataukah ini cuma sarana pelampiasan karena Asus Zenfone 4 saya tidak compatible untuk bermain game ini? Ah, sudahlah, abaikan saja diri saya, sebagaimana biasanya.

Akhirul kalam, atas semua argumen asal-asalan yang tak memberi pencerahan, saya mengambil kesimpulan: Popularitas Pokemon Go saat ini tidak semata-mata karena kualitas game dan kecintaan terhadap Pokemon, melainkan juga disebabkan oleh tren. Waspadalah! Waspadalah!

Editor: Elyvia Inayah
Penulis
Muhamad Erza Wansyah

Muhamad Erza Wansyah

Terlanjur lulus dari jurusan psikologi di Universitas Brawijaya. Pengen punya kerajaan bawah laut.
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel