Yang terhormat, Bapak Triawan Munaf, dimana pun Anda berada. Perkenalkanlah diri saya, warga negara Indonesia (WNI) yang mendiami wilayah pulau Jawa bagian timur dengan nomor induk kependudukan, namun sayangnya tak bisa sebutkan angkanya pada surat ini. Sebagai warga negara, tentunya saya adalah salah satu sumber daya manusia bagi negara yang sudah seharusnya turut serta menyumbangkan apapun dari diri saya dalam kehidupan bernegara. Ijinkanlah diri saya ini menawarkan ide kepada Bapak Triawan Munaf yang mengepalai Badan Ekonomi Kreatif (BEK).
Bapak Triawan Munaf yang budiman, John Hopkins (2013) dalam bukunya yang berjudul The Creative Economy: How People Make Money from Ideas mengatakan bahwa ekonomi kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur, seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, mainan dan permainan, televisi dan radio, dan permainan video.
Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Tentunya sebagai Kepala BEK, Anda sudah tahu dan memahami betul definisi tersebut. Mohon maaf jika saya terkesan sok tahu di depan Anda, namun saya rasa masih perlu menuliskan definisi tersebut pada surat karena surat ini adalah surat terbuka. Siapa saja bisa membaca surat ini. Saya khawatir ada pembaca yang tak terlalu mengerti benar tentang definisi ekonomi kreatif. Sekali lagi, maafkan kelancangan saya.
Baiklah Pak, saya rasa cukup basa-basinya. Saya ingin segera menuliskan intinya saja, tentang Pokemon Go. Berawal dari kejengahan saya atas semua pemberitaan Pokemon Go, banyak pro kontra bermunculan dalam berita dan opini yang hilir mudik pada media sosial saya. Dari opini paranoid tentang keterkaitan Pokemon dengan bangsa Yahudi atau kecurigaan atas Pokemon Go yang digunakan sebagat alat spionase oleh intelijen asing, hingga berita tentang larangan bermain Pokemon Go di beberapa intitusi. Sekali lagi, saya jengah, Pak. Jengah sekali.
Perlu Anda ketahui terlebih dahulu, Bapak Triawan Munaf, saya bukanlah pemain Pokemon Go. Smartphone saya tak cukup smart untuk memainkannya baik dari segi prosessor maupun RAM-nya. Saya masih buta tentang Pokemon Go dan tak tahu sama sekali bagaimana cara memainkankannya. Saya bukan fans Pokemon. Saya tak tahu apa manfaat maupun mudharatnya. Jadi, saya tak hendak membela Pokemon Go. Saya hanya ingin memberi ide, bagaimana kalau negara memanfaatkan Pokemon Go demi menambah pundi-pundi negara daripada terlalu sibuk mengeluarkan himbauan atau larangan Pokemon Go.
Begini, Bapak Triawan Munaf, setidaknya ada sekitar 700 lebih monster dalam animasi Pokemon. Saya pikir, John Hanke dan Niantic Labs belum memasukkan semua monster dalam Pokemon Go. Masih ada banyak monster yang disukai dalam Pokemon-verse. Apalagi monster-monster jenis langka dan legendaris. Bagaimana jika negara melalui BEK (yang mungkin bisa bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata) memanfaatkan celah kosong tersebut. BEK bisa mengajukan proposal kepada Niantics Labs untuk memunculkan beberapa monster tertentu dalam Pokemon Go pada pokestop tertentu di beberapa tempat wisata Indonesia..
Monster yang nantinya telah dibeli lisensinya, tidak boleh ada di negara lain selain Indonesia. Monster endemik yang hanya bisa ditemui di Indonesia. Syukur-syukur jika negara memiliki cukup dana, BEK bahkan membeli lisensi hak monster legendaris Pokemon. Misalnya, hanya memunculkan monster langka bertipe air seperti Palkia, Keldeo, Manaphy, Phione, Kyogre, Lugia, dan Suicune pada lokasi wisata yang berlokasi di laut atau danau seperti Danau Toba, Pantai Kuta, Pura Tanah Lot, Gili Trawangan, Raja Ampat dan sejenisnya.
Monster bertipe rock seperti Regirock dan Terrakion dimunculkan di candi Borobudur, Prambanan dan candi lainnya di Indonesia. Atau monster bertipe api seperti Entei, Ho-oh, Heatran, Victini, dan Reshiram dimunculkan di beberapa lokasi wisata yang berkaitan dengan api seperti gunung Bromo atau Rinjani. Di gunung pun bisa dimunculkan beberapa monster langka tipe ground seperti Groudon atau Landorus.
Bisa juga memunculkan Celebi, Shaymin, dan Virizion yang bertipe grass pada beberapa savana seperti di Sembalun (Lombok), Sumba (Nusa Tenggara Timur), Sadengan (Banyuwangi). Bahkan jika perlu, negara bisa membeli lisensi monster langka bertipe es seperti Kyurem untuk dimunculkan di puncak Jaya Wijaya, walaupun saya tidak tahu apakah disana ada sinyal atau tidak.
Dengan menempatkan monster legendaris di lokasi wisata, saya pikir akan meningkatkan kunjungan wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari pemberitaan media yang saya tahu, banyak orang yang sampai membuat keputusan gila (seperti keluar dari pekerjaannya, berjalan kaki puluhan kilometer, atau bahkan menantang maut di tempat berbahaya) hanya untuk berburu monster Pokemon. Kenapa tidak diarahkan saja mereka, para pemburu monster itu, kepada lokasi wisata di Indonesia yang bagus dan kurang terekspos. Ide ini tentunya adalah bentuk pemasaran dan promosi yang tidak biasa, tapi bukankah sekarang banyak orang yang sudah bosan dengan cara-cara pemasaran yang terlalu biasa? Sebagian orang mencibir drama Korea Selatan, namun bukankah hal itu yang membuat kunjungan wisatawan ke Korea Selatan?
Begitulah, Bapak Triawan Munaf, ide ini saya sampaikan. Saya tahu, mungkin ide saya ini akan dinilai konyol oleh beberapa kalangan yang tidak terlalu menyukai dan tidak pernah menganggap serius dunia game atau industri kreatif. Untuk kesekian sekalinya, mohon maafkan saya, warga negara biasa ini, yang telah menuliskan ide saya melalui surat terbuka. Hal ini dikarenakan saya tidak tahu cara apa yang paling cepat untuk menyampaikan ide saya kepada Anda, Kepala BEK. Kalau saya tulis melalui proposal dan dikirimkan kepada kantor BEK, pastinya akan direpotkan oleh birokrasi yang rumit dan berbelit. Kalau menggunakan cara tersebut, saya bahkan pesimis Anda akan memiliki waktu untuk membaca ide saya.
Mohon dipertimbangkan, Bapak Triawan Munaf. Sebelum demam Pokemon Go mereda dan meredup, seperti Get Rich, Clash of Clans dan game yang sempat populer lainnya. Sebelum kita kehilangan momentum. Era informasi memang membuat segalanya cepat untuk disiarkan, namun cepat pula untuk ditenggelamkan.
Terima kasih. Salam.
NB:
- Mohon sampaikan salam saya kepada putri Anda, Mbak Sherina Munaf. Saya adalah fans petualangan Sherina’. Benarkah sekarang Mbak Sherina saat ini sedang meniti karir sebagai Mangaka di Jepang? Kalau benar, saya akan berdoa untuk kesuksesan Mbak Sherina sebagai Mangaka. Amin.
- Sekedar informasi saja, Bapak Triawan Munaf. Di Madura, kampung halaman saya, sejak awal kemunculannya di tahun 2000an, Pokemon ditertawakan banyak orang. Apa sebab? Karena dua suka kata awal dari kata Pokemon bermakna kata tabu dalam bahasa Madura. Saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh disini demi hormat saya pada Anda.