Sejarah Indonesia yang panjang dan kompleks menyimpan banyak kisah menarik yang dapat dijelajahi melalui novel fiksi sejarah.
Mengetahui kisah masa lalu bisa dibilang hal yang penting karena mengingatkan kita untuk tidak melakukan kesalahan yang sama sekaligus mengenang jasa para pahlawan. Ingat apa kata Soekarno, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah!
Dalam novel-novel di bawah ini, kamu dapat merasakan suasana masa lalu, mengetahui peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat, dan memahami beragam sudut pandang tentang sejarah dan budaya Indonesia yang membentu identitas kita saat ini
Berikut adalah beberapa rekomendasi novel fiksi sejarah Indonesia yang akan membawa kita bagai perjalanan melintasi waktu.
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
Salah satu novel fiksi sejarah Indonesia yang sangat diakui adalah “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Novel yang menjadi bagian pertama dari Tetralogi Buru ini mengisahkan tentang kehidupan Minke, seorang pemuda pribumi pada masa penjajahan Belanda di awal abad ke-20.
Dalam perjalanan hidupnya, Minke terlibat dalam percintaan dengan Annelies, putri keluarga Mellema, yang membuatnya semakin terlibat dalam konflik antara budaya dan kekuasaan kolonial. Novel ini membawa pembaca memahami dinamika hubungan rasial dan kelas sosial pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Melalui sudut pandang Minke, pembaca dapat melihat ketidakadilan sosial, konflik identitas, dan semangat perlawanan terhadap kolonialisme.
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
Rekomendasi novel selanjutnya adalah novel karya Ahmad Tohari dengan judul Ronggeng Dukuh Paruk. Novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat desa di Jawa pada masa pemerintahan Orde Baru.
Cerita berpusat pada Srintil, seorang yang diangkat menjadi ronggeng, penari yang menjadi hiburan terkenal di desa. Namun, peran ronggeng dalam masyarakat tradisional juga memiliki sisi gelap dan konflik yang menghantuinya.
Ronggeng Dukuh Paruk menghadirkan gambaran yang kuat tentang budaya Jawa dan perubahan sosial di tengah pemerintahan otoriter.
Pulang karya Leila S. Chudori
Novel ini mengambil latar belakang peristiwa pembunuhan para aktivis 1998 di Indonesia. Cerita ini mengeksplorasi kisah keluarga besar yang terpisah karena tragedi politik tersebut.
“Pulang” karya Leila S. Chudori mengangkat peristiwa pembunuhan para aktivis 1998 sebagai latar belakang ceritanya. Novel ini memperlihatkan bagaimana tragedi politik tersebut mempengaruhi keluarga besar yang terpisah.
Lewat perjalanan karakter-karakternya, “Pulang” menggambarkan konflik politik, kehilangan, dan pencarian identitas pada situasi yang sulit.
Para Priyayi karya Umar Kayam
Novel ini bercerita tentang Soedarsono seorang anak dari keluarga buruh tani yang oleh orang tua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi “sang pemula” untuk membangun dinasti keluarga priyayi kecil. Berkat dorongan Asisten Wedana Ndoro Seten ia bisa sekolah dan kemudian menjadi guru desa.
“Para Priyayi” karya Umar Kayam menawarkan pengalaman membaca yang menarik tentang kehidupan priyayi, golongan bangsawan tradisional Jawa. Novel ini mengisahkan perjalanan seorang priyayi dalam menghadapi perubahan zaman dari masa Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka. Dalam “Para Priyayi”, Umar Kayam menghadirkan sudut pandang yang jarang dieksplorasi dalam fiksi sejarah Indonesia.
Sitti Nurbaya karya Marah Rusli
Novel karya Marah Rusli satu ini mengisahkan kisah cinta tragis antara Sitti Nurbaya dan Samsulbahri, serta mengangkat isu perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Minangkabau pada masa itu.
Sitti Nurbaya memberikan gambaran yang mendalam tentang kehidupan perempuan pada zamannya dan dilema yang dihadapi dalam budaya yang konservatif.
Novel dengan kisah cinta yang indah, dan tentang perjuangan nilai-nilai kemanusiaan yang selalu ada pada tiap zaman. Karena itulah, novel ini masih berkaitan atau relate dengan kondisi yang ada saat ini.
Gadis Kretek karya Ratih Kumala
Rekomendasi terakhir adalah novel karya Ratih Kumala berjudul Gadis Kretek. Novel ini mengisahkan Pak Raja yang tengah sekarat dan memiliki permintaan terakhir untuk bertemu Jeng Yah. Tiga anaknya, Lebas, Karim, dan Tegar, pergi ke pelosok Jawa untuk mencari Jeng Yah.
Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan pelinting tua dan menguak asal-usul Kretek Djagad Raja hingga menjadi kretek nomor 1 di Indonesia. Selain itu, mereka juga menemukan kisah cinta ayah mereka dengan Jeng Yah, yang ternyata adalah pemilik Kretek Gadis, kretek lokal Kota M yang terkenal pada zamannya.
Dengan latar Kota M, Kudus, Jakarta, dari periode penjajahan Belanda hingga kemerdekaan, Gadis Kretek membawa para pembaca berkenalan dengan perkembangan industri kretek di Indonesia.
Seperti yang sudah dijelaskan pada sinopsis singkatnya, novel-novel di atas menawarkan pengalaman membaca yang bisa kamu nikmati sembari menambah wawasan dirimu. Selamat membaca dan melalukan perjalanan melintasi waktu melalui novel fiksi sejarah Indonesia!