Sediksi.com – Selama tiga hari berturut-turut sejak 2-4 Agustus, #RussiaIsCollapsing masuk topik tren global X, aplikasi yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Para pengguna media sosial X ramai-ramai menyuarakan dan menyebutkan keluhan mereka terhadap Rusia.
Mulai dari menyalahkan tindakan Rusia menginvasi Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari tahun lalu, menyebutkan kerugian tindakan tersebut yang harus ditanggung oleh warga Rusia, sampai dengan mem-bully Kremlin, termasuk Vladimir Putin, presiden mereka.
Mata uang Rusia jatuh dan berpotensi jatuh bebas
Rubel Rusia jatuh di ke level terendah pada hari Rabu, lebih dari 2% sejak 28 Maret 2022. Persentase tersebut menjadikannya lebih lemah dari dolar Amerika Serikat (AS) hingga 94 pada hari Rabu (2/8).
Melemahnya mata uang Rusia ini disebabkan oleh ketidakstabilan politik di Rusia, jatuhnya harga minyak, dan kekhawatiran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mereka beralih untuk membeli mata uang asing bulan ini.
Rubel Rusia juga melemah hingga 1,8% dari euro di angka 103. Rekor baru ini dipecahkan lagi oleh Rusia setelah 16 bulan berlalu.
Terhadap Yuan, mata uang Rusia juga jatuh di persentase yang sama atau mencapai 1,8% di 13.
Di Twitter, jatuhnya rubel Rusia ini menjadi topik yang hangat. Banyak pengguna Twitter yang memanfaatkan kabar ini untuk mengolok-olok Rusia karena negara tersebut semakin menunjukkan potensinya mengalami ‘keruntuhan’ dalam waktu dekat.
Melemahnya mata uang rubel dianggap bisa berdampak pada ekonomi Rusia. Jika ekonomi Rusia melemah, maka Rusia tidak bisa melanjutkan aksi invasi ke Ukraina.
Menurut Volodymyr Lugovskyy, seorang Profesor Ekonomi Universitas Indiana kepada media Kyiv Post, Rusia benar-benar akan mengalami keruntuhan jika Rubel terus jatuh (3/8).
Ketidakberdayaan Rusia inilah yang kemudian sedang disambut positif oleh para pengguna Twitter hingga membuat tagar tersebut trending.
Baca Juga: Pemberontakan Wagner, Ancaman Terbesar Putin
Ukraina berhasil hancurkan kawasan penting di Moskow, dua kali
Sebuah gedung tinggi terletak di kawasan bisnis Kota Moskow diserang drone untuk yang kedua kalinya oleh Ukraina pada hari Selasa (1/8).
Gedung tersebut merupakan kantor untuk tiga kementerian Rusia yang di antaranya Kementerian Pembangunan Ekonomi, Kementerian Pengembangan Digital, serta Kementerian Industri dan Perdagangan.
Serangan pertama dilakukan pada hari Minggu pagi tidak hanya menghancurkan gedung yang vital untuk kelancaran urusan ekonomi negara, tapi juga menyebabkan aktivitas ketiga kementerian harus dipindahkan (30/7).
“Saat ini, para ahli sedang meninjau kerusakan dan kondisi infrastruktur demi keselamatan orang-orang yang bekerja di gedung. Proses ini akan memakan waktu, “ ucap Darya Levchenko, penasihat Menteri Perkembangan Ekonomi melalui Telegram.
Hancurnya gedung tiga kementerian sekaligus tersebut menyebabkan para staf saat ini bekerja di rumah dan menggunakan aplikasi konferensi video untuk keperluan komunikasi serta koordinasi pekerjaan.
Ukraina sendiri tidak secara langsung mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, tapi Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina mengatakan Rusia harus bersiap untuk “lebih banyak drone, lebih banyak kerusakan infrastruktur, lebih banyak konflik sipil, dan lebih banyak perang.”
Harga kebutuhan meningkat
Salah satu tanda pertama melemahnya Rubel adalah naiknya harga kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan sehari-hari seperti pangan. Dalam kondisi ini, pihak pertama yang merasakan dampaknya adalah warga Rusia sendiri.
Karena harga kebutuhan yang semakin mahal, mereka menjadi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan, bahkan kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal inilah yang mendorong semakin banyak pengguna Twitter menyuarakan kegelisahan ini di media sosial tersebut.
Menariknya, twit yang meramaikan hashtag tersebut tidak hanya diunggah oleh warga Rusia. Tapi juga Ukraina dan negara lainnya yang akhirnya membuat tagar tersebut bertahan di tren global selama tiga hari.
Ketika warga Rusia berusaha menyampaikan keluh kesahnya karena mahalnya harga barang-barang pokok untuk kebutuhan sehari-hari, warga negara lainnya justru menyoraki ‘kekalahan’ awal Rusia.
Rusaknya infrastruktur penting seperti gedung tiga kementerian tersebut selain menyebabkan pekerjaan mereka menjadi terhambat, tapi juga lambatnya pembagian gaji kepada staf pemerintah.
Sekalipun Reuters melaporkan angka pengangguran di Rusia menurun hingga 3,3% sejak Mei, Putin meningkatkan produksi perlengkapan militer, menaikkan gaji dan dana pensiun, sampai dengan keuntungan lain untuk warga yang kurang mampu.
Jika nilai rubel Rusia terus melemah, keuntungan-keuntungan tersebut tidak terlalu berlaku.
Baca Juga: Terorisme Pangan: Gudang Gandum Ukraina Dihancurkan Rusia, Harga Bahan Makanan Global Melonjak