Sediksi.com – Tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di produksi dan penjualan alutsista Indonesia dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait Myanmar pada Senin, 2 Oktober 2023.
Ketiganya diduga terlibat dalam hubungan dagang persenjataan yang berlanjut hingga ketika junta militer Myanmar mengambil alih kekuasaan pada tahun 2022.
Adapun tiga pihak yang melaporkan dugaan ini adalah organisasi non-pemerintah yang berafiliasi dengan PBB (Myanmar Accountability Project), Za Uk (Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization), dan Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus mantan pelapor khusus HAM untuk PBB.
Pengaduan masih dalam proses pemeriksaan
“Pengaduan baru diterima dua hari lalu via email dan saat ini sedang ditangani bidang pengaduan,” ucap Atnike Nova Sigiro, Ketua Komnas HAM dilansir dari Tirto (5/10).
Atnike kemudian menyatakan bahwa Komnas HAM akan segera memeriksa apakah betul ketiga BUMN tersebut telah melanggar regulasi Indonesia, perjanjian internasional, serta melenceng dari fungsi dan kewenangan lembaganya.
Jika sudah diperiksa, Komnas HAM baru bisa menentukan langkah apa yang akan diambil selanjutnya.
“Saat ini kami belum bisa menyampaikan isi pengaduan karena masih ditelaah oleh bidang pengaduan,” lanjutnya.
Terkait komunikasi dengan pelapor, hingga saat ini Komnas HAM mengaku belum meminta penjelasan mereka, apalagi bertemu.
“Belum bertemu atau berkomunikasi langsung dengan pihak pengadu. Belum ada jadwal,” kata Atnike.
Indonesia menjadi sorotan nasional dan internasional
Meskipun masih dugaan dan dalam proses pemeriksaan, masalah ini membuat Indonesia otomatis menjadi sorotan nasional dan internasional.
Sebab sampai sekarang, Myanmar masih diisolasi oleh komunitas internasional dan sedang menghadapi tekanan internasional karena junta militer Myanmar mengambil alih kepemimpinan berdaulat negara mereka melalui kudeta sejak tahun lalu.
Tahun 2021, Myanmar diembargo oleh komunitas internasional pasca kudeta militer 2021 terhadap pemerintahan sipil dan embargo ini masih berlangsung sampai saat ini.
Sedangkan negara Indonesia merupakan salah satu negara yang selama ini vokal dalam memperjuangkan agar junta militer Myanmar turun dari posisinya.
Indonesia vokal menyampaikan kepedulian terhadap isu ini di forum-forum internasional bergengsi selama beberapa tahun terakhir.
Ditambah, Indonesia juga merupakan ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk tahun 2023.
Sehingga ketika ada perusahaan Indonesia, apalagi yang berada di bawah pemerintah Indonesia diduga terlibat dalam jual beli senjata dengan junta militer Myanmar, otomatis menarik perhatian, terutama dari kalangan aktivis HAM.
Sebab rezim militer Myanmar ini bukan hanya menyerang kelompok oposisi yang merupakan pemerintah berdaulat Myanmar, tapi juga melanggar HAM dengan melakukan pembersihan etnik terhadap Rohingya.
“Jika persenjataan ini benar berasal dari Indonesia, seharusnya diusut oleh pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak baik Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Ombudsman,” kata Herry Gunawan, Pengamat BUMN dilansir dari Tirto (5/10).
Ia juga mengatakan bahwa dugaan atau tuduhan terhadap ketiga BUMN tersebut harus dibuktikan.
“Dan BUMN harus punya bukti bantahannya. Sebab kalau terbukti, Indonesia bisa kena sanksi PBB,” lanjutnya.
Induk Industri Pertahanan BUMN membantah
Defend ID, induk perusahaan yang menaungi ketiga perusahaan produsen alutsista Indonesia tersebut membantah tuduhan tersebut (4/10).
Bobby Rasyidin, Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Holding Defend ID menyatakan dalam keterangan pers, “dapat kami sampaikan bahwa tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpalhankam dari perusahan tersebut ke Myanmar.”
Alpalhankam merupakan kependekan dari Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan.
Bahwa Defend ID sudah tidak pernah memasok dan mengekspor senjata ke Myanmar sejak 1 Februari 2021 demi memenuhi Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nomor 75/287 terkait pelarangan memasok senjata ke Myanmar.
Dalam keterangan tersebut, Defend ID sangat mendukung penuh resolusi PBB tersebut demi menghentikan kekerasan di Myanmar yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
“Defend ID selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia,” lanjutnya.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh perusahaan lainnya. Abraham Mose, Presiden Direktur PT PINDAD juga mengatakan bahwa perusahaannya hanya pernah sekali menjual persenjataan ke Myanmar pada tahun 2016 yang diklaim untuk keperluan kompetisi.
Kepada Jakarta Post, Abraham juga mengatakan bahwa Myanmar sempat ingin membeli senjata dari mereka pada tahun 2023 tapi tidak terjadi, “mereka membatalkan permintaan.”
Perusahaan ketiga, PT PAL juga membantah dugaan ini.
“Kami senantiasa mendorong kerja sama bisnis yang sehat, berpegang teguh pada tata kelola perusahaan (GCG),” kata Edi Rianto, Corporate Secretary PT PAL.
Satu lagi perusahaan yang namanya dicatut dalam masalah ini, PT Dirgantara Indonesia, belum memberikan pernyataan atau respon terhadap tuduhan ini.
Tiga BUMN yang dilaporkan atas tuduhan keterlibatan dalam jual-beli senjata dengan Myanmar adalah PT PINDAD, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia.