Sisi Lain Aksi Kamisan yang Dituding Aksi Bayaran

Sisi Lain Aksi Kamisan yang Dituding Aksi Bayaran

Sisi Lain Aksi Kamisan yang Dituding Aksi Bayaran
Ilustrasi oleh Vivian Yoga Veronica Putri

Kadang kami merasa heran, mengapa pemerintah begitu posesif kepada aksi yang kadang hanya dihadiri oleh empat sampai enam orang saja.

Patron-patron koplo seperti Lala Widi, Denny Caknan, Divarina Indah, dan Niken Salindri belakangan sempat beragenda manggung gratis di Malang. Sebagai warga lokal yang hidupnya diwarnai musik koplo dan aransemen jedag-jedug, menjadi makruh hukumnya jika saya tidak turut menghadirinya.

Namun, sungguh nahas, agenda manggung mereka ternyata bertajuk kampanye salah satu calon presiden. Hukum makruh tadi pun lantas gugur karena salah satu teman saya pernah berkata bahwa koplo yang politis adalah koplo yang tidak estetis.

Kampanye itu diadakan pada hari Kamis (02/02/2024) lalu dan dihadiri oleh calon presiden gemoy, salah satu ketua umum partai, mantan presiden Republik Indonesia, serta gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur.

Kebetulan sekali acara itu juga bertepatan dengan rutinitas sakral saya dan teman-teman, yakni Aksi Kamisan. Aksi ini sendiri usianya sudah setara usia anak SMA kelas 2 dan masih terus konsisten menyuarakan masalah hak asasi manusia.

Baca Juga: Dirty Vote: Ketika Masa Tenang Berubah Jadi Masa Tegang

Sore itu, kami membentangkan banner berisi wajah Prabowo Subianto (bertanggung jawab atas penculikan aktivis 1998), Wiranto (bertanggung jawab atas tragedi Semanggi), Hendropriyono (bertanggung jawab atas pembunuhan Munir), dan Sutiyoso (bertanggung jawab atas peristiwa 27 Juli 1997).

Tidak lupa, kami juga membentangkan poster berisi wajah Iwan Budianto dan Nico Afinta yang merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM Tragedi Kanjuruhan. Perlu diketahui bahwa sampai hari ini, tidak satupun dari nama-nama tersebut yang telah diadili.

Kehadiran beberapa terduga pelaku penculikan di Malang saat itu spontan menimbulkan teriakan dari kami “Awas Ada Penculik,” “Ati-ati Diculik Rek,” dan “Pemilu kok milih penculik, yang bener aje? Ruuuugi Dong.”

Dituding Aksi Bayaran, Padahal Sumber Daya Seadanya

Aksi kami yang dihadiri tidak lebih dari 30 orang tersebut diliput oleh berbagai media. Meskipun jumlah orangnya bahkan tidak memenuhi syarat minimal jamaah sholat jum’at, aksi ini mendapat atensi publik luar biasa.

Saat Aksi Kamisan Malang memposting dokumentasi aksi, komentar tantrum dari berbagai elemen menyerbu. Mulai dari akun yang foto profilnya anime, akun berprofil folder, bahkan tidak ketinggalan, akun komunitas bus pun ikut menyerang postingan kami.

Entah motifnya apa. Tapi yang jelas, narasi besar mereka adalah bahwa Aksi Kamisan merupakan “aksi bayaran” dan “dagangan lima tahunan.” Narasi ini dilontarkan kepada aksi yang secara konsisten mengangkat soal isu penculikan di berbagai daerah sedari 17 tahun lalu. Sungguh, fitnah keji dari mereka yang memberhalakan capresnya.

Asal mereka tahu bahwa teman-teman Aksi Kamisan Malang, seperti namanya, kebanyakan bernasib malang.

Pernah suatu ketika kami mengadakan aksi kamisan. Sehari sebelumnya, kami mengunggah poster seruan. Alhamdulillah, atensi masyarakat terhadapnya cukup luar biasa. Ketika hari H tiba dan para partisan telah berkumpul, yang terjadi cukup memilukan.

Tidak ada yang membawa poster, banner, atau selebaran. “Heh, ini mau Kamisan apa kumpul karang taruna? Kok, nggak ada alat-alat buat campaign?” ujar salah satu kawan. Dengan amat sungkan, beberapa teman pun mencari sisa-sisa poster yang sudah berumur, menguning, lusuh, dan layak dimuseumkan.

Di lain waktu, pernah terjadi musibah saat para partisan sudah berkumpul, tidak ada yang membawa toa. Padahal, aksi kamisan cukup identik dengan gelegar orasi dan pembacaan puisi.

Wah, jangankan suara rakyat mau didengar pemerintah, sesama rakyat juga nggak kedengeran ini,” bisik salah satu partisan kepada saya. Dengan suara memelas, teman saya menghubungi berbagai pihak untuk meminjam toa, mulai dari BEM berbagai kampus, sampai UKM dan komunitas supporter.

Ketika toa itu ternyata mustahil didapatkan, mau tidak mau kami harus mengakali skema aksi menjadi aksi diam sambil memegang poster. Pernah juga sudah dapat toa, tapi baterainya tidak ada. Hadeh.

Selain itu, kesialan lainnya terjadi saat kami mendapat pinjaman toa yang suaranya lirih, sehingga membuat suara orasi seperti orang sedang flu dan sesak nafas.

Tak jarang pula kami mendapat pinjaman toa yang mikrofonnya berwarna kuning dan ada bercak abu-abu. Bisa dipastikan ini merupakan jejak air liur para aktivis yang tumpah ruah saat mengecam negara.

Kebanyakan penyelenggara Kamisan sendiri adalah kaum mustad’afin (orang-orang lemah) yang jika ingin merokok, perlu urunan lima orang dulu. Itupun kadang merek rokoknya aneh-aneh. Ada yang Sendang Biru, GA, Joss, bahkan Tolak Miskin.

Orang-orang kaya peduli isu HAM yang turut serta menjadi penyelenggara Aksi Kamisan merupakan pemandangan langka, dan kehadirannya jelas seperti messiah.

Pernah ada salah satu teman di kamisan yang ekonominya terbilang di atas rata-rata. Ia menjadi suplier utama dalam proses produksi poster dan banner propaganda.

Tak jarang pula ia me-refresh paru-paru kaum mustad’afin dalam kamisan dengan membawa rokok yang beneran joss, seperti Marlboro atau Sampoerna.

Kehadiran kawan-kawan seperti ini membuat Aksi Kamisan kadang berlimpah sumber daya. Tapi, yaa, seringnya masih diisi oleh manusia dengan sumber daya ringkih. Hehe.

Intimidasi Datang Silih-Berganti, Aksi Kamisan Tetap Berdiri

Almarhum Munir pernah mengatakan bahwa giat-giat advokasi bantuan hukum itu memiliki tiga kriteria, yakni: kerja rodi, gaji kuli, dan ancaman mati. Yang terakhir mungkin cukup identik dengan Aksi Kamisan.

Pada tahun 2018, Aksi Kamisan Malang mengalami konflik dengan para preman dan berbagai ormas karena mengangkat isu perihal “hoaks 65”. Di tahun yang sama, aksi ini dicap sebagai bagian dari kelompok separatis Papua karena menyuarakan perihal konflik dan persoalan hak asasi manusia di sana.

Intimidasi berupa teror pun dialami. Pesan-pesan ancaman pembunuhan menjadi bacaan sehari-hari. Diskriminasi berupa rasisme dan seksisme pun kerap dilontarkan.

Bahkan, ada beberapa ormas yang pernah membuat hoaks berupa poster yang menyebutkan bahwa Aksi Kamisan mendukung kemerdekaan Papua.

Melaksanakan aksi ini mungkin merupakan fardhu kifayah (kewajibannya gugur kalau ada yang melaksanakan) bagi masyarakat sipil. Sementara mengawasinya adalah fardhu ain (wajib mutlak) bagi aparat.

Pernah suatu ketika saya mendapat chat berisi ajakan kenalan mesra dari akun Whatsapp yang memakai foto profil perempuan cantik luar biasa. Setelah saya cek di aplikasi Get Contact, ternyata nama yang muncul adalah “intel polres”. Entah ini strategi dari mana.

Kadang kami merasa heran, mengapa pemerintah begitu posesif kepada aksi yang kadang hanya dihadiri oleh empat sampai enam orang saja. Tapi, seperti yang diwariskan almarhum Munir, kekuasaan akan merasa takut dan terancam jika kedok jahatnya terbongkar.

Penguasa melalui berbagai instrumennya berusaha membuat masyarakat bodoh sampai tidak menyadari keburukan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, sekecil apapun Aksi Kamisan, ia sepertinya cukup membuat negara waspada.

Mayoritas partisan kamisan memang orang-orang yang kadang masa depannya terlihat suram. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang berani berdiri pada kebenaran. Komitmen ini sungguh tidak ternilai harganya.

Hanya dengan inilah perjuangan dalam melawan kekuasaan dzhalim dapat terus dilanjutkan. Melawan negara memanglah susah, sebab mereka punya segalanya. Sedangkan yang kita punya hanya toa yang sudah lirih suaranya, tetapi suara lirih itulah yang mengganggu tidur mereka!

Editor: Ahmad Gatra Nusantara
Penulis

Mohammad Rafi Azzamy

Mahasiswa Antropologi Universitas Brawijaya. Hobi mengejek kedzhaliman, sesekali nulis, sesekali baca, kadang nyambi jadi aktivis. Meminati kajian psikoanalisis, filsafat, gerakan sosial, dan antropologi pendidikan.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel