Apa itu Shell Shock? Trauma dari Perang Dunia pertama

Apa itu Shell Shock? Trauma dari Perang Dunia pertama

Apa itu Shell Shock?

DAFTAR ISI

Sediksi – Dalam sejarah peradaban manusia, perang jadi salah satu peristiwa paling traumatis yang pernah dialami oleh manusia.

Selain menimbulkan korban jiwa, perang juga meninggalkan bekas luka psikologis yang mendalam bagi para pejuang dan saksi mata. Salah satu kondisi psikologis yang sering muncul akibat perang adalah shell shock.

Apa itu shell shock? istilah ini digunakan untuk menggambarkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) yang dialami oleh banyak tentara selama Perang Dunia I.

Lebih lengkapnya, dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu shell shock, penyebabnya, gejalanya, kalangan siapa saja yang mengalaminya. Simak sampai selesai!!

Apa itu Shell Shock?

Apa itu Shell Shock? Trauma dari Perang Dunia pertama - wwi
Image from medicsinww1

Ap aitu shell shock? Charles Samuel, seorang psikolog asal Inggris menjelaskan Shell shock adalah istilah yang berasal dari Perang Dunia I untuk menggambarkan jenis gangguan stres pasca-trauma (PTSD) yang dialami oleh banyak tentara selama perang.

Ini adalah reaksi terhadap intensitas bombardemen dan pertempuran yang menimbulkan rasa tidak berdaya, yang bermanifestasi sebagai panik, melarikan diri, ketakutan, atau ketidakmampuan untuk berpikir, tidur, berjalan, dan berbicara dengan baik.

Shell shock adalah kondisi yang masih kurang dipahami secara medis dan psikologis saat itu. Beberapa dokter berpendapat bahwa shell shock disebabkan oleh kerusakan fisik pada otak, dengan gelombang kejut dari ledakan meriam menciptakan lesi serebral yang menyebabkan gejala dan bisa berpotensi fatal.

Jumlah kasus shell shock meningkat selama kurun waktu 1915 dan 1916 tetapi tetap kurang ditangani secara memadai. Banyak tentara yang menderita shell shock dianggap sebagai pengecut, penipu, atau pengkhianat oleh komandan militer dan rekan-rekan mereka.

Untuk gambaran lebih lengkapnya kamu bisa menonton video yang satu ini:

Mereka sering mendapat hukuman berat, seperti pengadilan militer, pengucilan sosial bahkan hukuman mati. Hanya sedikit yang mendapat perawatan medis atau psikologis yang tepat.

Pada Perang Dunia II dan seterusnya, diagnosis shell shock digantikan oleh reaksi stres tempur, yang merupakan respons serupa tetapi tidak identik terhadap trauma perang dan bombardemen.

Perbedaan Shell Shock dengan PTSD

Sudah tau kan mengenai apa itu shell shock? PTSD dan shell shock adalah istilah yang berkaitan dengan kondisi psikologis yang bisa berkembang setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis atau menakutkan.

PTSD dan shell shock memiliki beberapa perbedaan, antara lain:

  • Shell shock lebih spesifik untuk pengalaman tempur, sedangkan PTSD lebih luas mencakup berbagai jenis trauma, seperti kecelakaan, bencana alam, kekerasan, terorisme, atau kematian mendadak orang terdekat
  • Shell shock awalnya dianggap sebagai cedera fisik pada otak akibat gelombang kejut dari ledakan meriam, sedangkan PTSD diakui sebagai cedera emosional yang dipengaruhi oleh hormon stres dan struktur otak
  • Shell shock sering mendapat stigma negatif sebagai tanda kelemahan atau pengecutan, dan banyak tentara yang tidak mendapat perawatan yang memadai. PTSD lebih banyak mendapat pengakuan dan dukungan dari masyarakat dan profesional kesehatan mental

Meskipun demikian, PTSD dan shell shock juga memiliki beberapa kesamaan, antara lain:

  • Keduanya disebabkan oleh paparan terhadap situasi stres yang ekstrem dan mengancam jiwa.
  • Keduanya menimbulkan gejala seperti mimpi buruk, flash back, kecemasan, marah, depresi, penghindaran, atau gangguan tidur.
  • Keduanya bisa diatasi dengan bantuan terapi, obat-obatan, dukungan sosial, dan perawatan diri.

Penyebab Shell Shock

Shell shock disebabkan oleh paparan berkepanjangan atau berulang terhadap situasi stres yang ekstrem dan mengancam jiwa, seperti perang.

Hal ini menyebabkan otak mengalami respons fight-or-flight (bertarung atau melarikan diri) yang berlebihan dan tidak dapat dimatikan.

Akibatnya, otak menjadi terlalu sensitif terhadap rangsangan dan mengalami kesulitan mengatur emosi, ingatan, dan perilaku.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami shell shock antara lain:

  • Kurangnya dukungan sosial atau keluarga
  • Riwayat trauma sebelumnya
  • Kepribadian yang rentan terhadap kecemasan atau depresi
  • Kurangnya keterampilan pen coping (mengatasi masalah) atau adaptasi
  • Kurangnya persiapan atau pelatihan untuk menghadapi situasi stres
  • Kurangnya kontrol atau pilihan atas situasi stres

Gejala dan Tanda Shell Shock

Gejala dan tanda shell shock dapat bervariasi dari orang ke orang, tetapi umumnya meliputi:

  • Flashback (mengalami kembali peristiwa traumatis)
  • Mimpi buruk atau insomnia
  • Gangguan ingatan atau konsentrasi
  • Penghindaran terhadap hal-hal yang mengingatkan pada trauma
  • Kecemasan atau ketakutan berlebihan
  • Marah atau mudah tersinggung
  • Rasa bersalah atau malu
  • Depresi atau putus asa
  • Isolasi sosial atau kehilangan minat terhadap aktivitas
  • Gejala fisik, seperti sakit kepala, jantung berdebar, berkeringat, mual, atau gemetar

Gejala shell shock biasanya muncul dalam waktu beberapa minggu setelah peristiwa traumatis, tetapi bisa juga tertunda selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Gejala bisa berlangsung selama beberapa hari, minggu, bulan, atau bahkan tahun. Gejala bisa memburuk atau membaik tergantung pada faktor-faktor pemicu, seperti stres, peringatan, atau perubahan lingkungan.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel