Aturan 50+1 Bundesliga, Dari Fans, Oleh Fans, Untuk Fans

Aturan 50+1 Bundesliga, Dari Fans, Oleh Fans, Untuk Fans

Aturan 50+1 Bundesliga

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Aturan 50+1 menjadi hal yang agaknya membedakan kasta teratas sepak bola Jerman atau Bundesliga dengan kompetisi-kompetisi profesional top Eropa lainnya. Aturan 50+1 Bundesliga juga tak jarang membuat beberapa fans klub di liga lain menjadi iri. Lalu, seperti apa sih model aturan ini?

Sudah bukan rahasia umum jika para penggemar sepak bola di Jerman diperlakukan secara ‘spesial’. Perlakuan ini salah satunya terwujud dalam penerapan aturan 50+1 Bundesliga.

Berikut ini akan dibahas mengenai apa itu aturan 50+1, sejarah, penerapan serta dampaknya pada Bundesliga.

Apa Itu Aturan 50+1 Bundesliga

Aturan 50+1 Bundesliga, Dari Fans, Oleh Fans, Untuk Fans - 61787451 605
Gambar: DW

Aturan 50+1 Bundesliga merujuk kepada aturan yang mengharuskan 50 persen plus satu (50%+1) kepemilikan klub dikuasai oleh para fans yang memegang keanggotaan (membership) klub.

Angka 1 yang ditambahkan pada kepemilikan 50 persen tersebut menjadi penanda bahwa para fans, bukan investor individu, kelompok, atau perusahaan, yang menjadi pemilik mayoritas klub.

Aturan terkait hal ini sendiri tercantum dalam peraturan German Football League (DFL), yang menyebutkan bahwa suatu klub tidak akan diperkenankan untuk berkompetisi di Bundesliga serta Bundesliga 2 apabila investor dari luar yang bertindak sebagai pengambil keputusan utama dalam klub tersebut.

Sejarah Aturan 50+1 di Bundesliga

Aturan 50+1 Bundesliga mulai diterapkan pada tahun 1998. Sebelumnya, kepemilikan privat atas klub dalam bentuk apapun dilarang. Klub-klub di Jerman pada saat itu dijalankan layaknya lembaga non-profit.

Pada Oktober 1998, DFL mengeluarkan aturan yang memperbolehkan klub untuk go public atau berubah menjadi perseroan terbatas swasta. Meskipun aturan terbaru itu mengizinkan investor dari luar untuk berinvestasi pada klub Jerman, kepemilikan mayoritas klub tetap wajib dipegang oleh para membernya masing-masing.

Penerapan Aturan 50+1 di Bundesliga

Aturan 50+1 Bundesliga, Dari Fans, Oleh Fans, Untuk Fans -
Gambar: Youtube/Fiago

Dikutip dari situs Bundesliga, kehadiran aturan terbaru tersebut diimplementasikan dengan cara yang berbeda-beda oleh tiap-tiap klub. Kepemilikan melalui membership ini terwujud dalam bentuk yang bermacam-macam.

Banyak klub yang secara legal-formal merupakan perusahaan perseroan terbatas atau saham gabungan. Ada juga keseblasan sepak bola Jerman yang merupakan anak perusahaan suatu klub yang juga memiliki departemen lain yang mencakup cabang olahraga lain.

Sementara itu, beberapa klub membiarkan sebagian persen sahamnya mengapung di bursa saham.

Meskipun perwujudannya bermacam-macam, intinya klub lewat member-membernya tetap merupakan pemilik mayoritas.

Bentuk-bentuk organisasi seperti ini tidak hanya dijumpai pada kasta teratas atau kasta kedua liga Jerman yang dibawahi oleh DFL.

Klub-klub yang berkompetisi di kasta lebih bawah juga menerapkan pendekatan serupa demi mempermudah mereka untuk tetap berada dalam aturan yang berlaku jika suatu saat berhasil mendapatkan promosi.

Bayern Munchen, misalnya, dikuasai oleh para membernya dengan jumlah kepemilikan saham sebesar 75 persen. Sementara sisanya dimiliki oleh Adidas (8,3 persen), Allianz (8,3 persen), dan Audi (8,3 persen).

Lain halnya dengan Borussia Dortmund. Dikutip dari Bundesliga, member klub yang terdiri dari 168.163 member per 2022, hanya menguasai sebesar 4,61 persen saham perusahaan Borussia Dortmund GmbH & Co. KGaA.

Jumlah saham lainnya dikuasai oleh Signal Iduna (5,98 persen), Bernd Geske (8,24 persen), Evonik Industries (8,19 persen), dan 72,27 persen sisanya mengapung di bursa saham. Lalu, apakah Dortmund melanggar aturan 50+1 Bundesliga? Jawabannya tidak.

Sebab, perusahaan manajemen yang menjalankan klub sepak bola Dortmund dikuasai sepenuhnya oleh para member klub, memastikan bahwa kontrol utama tetap dipegang oleh klub itu sendiri.

Meskipun aturan ini bersifat wajib, terdapat beberapa pengecualian bagi beberapa klub dikarenakan alasan-alasan tertentu.

Dikutip dari Bundesliga, Bayer Leverkusen, yang dimiliki oleh perusahaan farmasi Bayer, serta VfL Wolfsburg, yang dimiliki oleh perusahaan otomotif Volkswagen, diberi pengecualian.

Pasalnya, Leverkusen yang didirikan pada 1904 oleh para pekerja Bayer serta Wolfsburg yang didirikan pada 1945 juga memiliki keterikatan kuat dengan para pekerja Volkswagen.

Kedua klub ini dianggap memang selalu terafiliasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut sejak pendiriannya, sehingga mereka tidak diikat oleh aturan 50+1 Bundesliga.

Dikutip dari Bundesliga, pengecualian lain juga diberikan kepada seorang miliarder pemilik perusahaan software SAP SE, Dietmar Hopp. Pada 2014, Hopp diberikan lampu hijau untuk mengambil alih kepemilikan saham mayoritas atas klub TSG Hoffenheim.

Pasalnya pada saat itu, pria yang tumbuh besar di desa Hoffenheim ini telah melakukan investasi signifikan ke dalam klub selama lebih dari 20 tahun.

Meskipun demikian, pada awal 2023 kemarin, Hopp dilaporkan siap mengembalikan hak suara mayoritas yang ia miliki kepada para member Hoffenheim.

Dampak Aturan 50+1 Terhadap Bundesliga

Aturan 50+1 Bundesliga, Dari Fans, Oleh Fans, Untuk Fans - imago0032923031h scaled
Gambar: Bundesliga

Di tengah maraknya kehadiran pemilik di dunia sepak bola yang memperlakukan klub hanya sebagai ladang untuk meraup keuntungan, aturan 50+1 Bundesliga ini semakin menjadi relevan, khususnya bagi para fans klub.

Kehadiran para fans sebagai pemegang kontrol utama atas bagaimana klub seharusnya dijalankan dinilai dapat mencegah hadirnya para investor komersial yang mendahulukan profit di atas suara fans.

Selain sebagai bentuk perlindungan dari pihak-pihak ‘serakah’, aturan 50+1 Bundesliga ini juga berdampak pada terjaganya kultur demokratis klub-klub Jerman.

Itu tadi ulasan singkat terkait aturan 50+1 Bundesliga, sejarah, penerapan, serta dampaknya pada kompetisi teratas liga sepak bola Jerman.

Meskipun aturan ini tak jarang dikritik karena dapat menghambat perkembangan klub secara komersial serta kualitas kompetisi secara keseluruhan, namun penerapannya—setidaknya di Bundesliga—nyatanya tetap mampu menjada popularitas serta kualitas liga.

Memang Bundesliga tidak sebesar Premier League. Kompetisi tersebut juga nampaknya masih berada di bawah La Liga serta, mungkin, Serie A.

Namun, Bundesliga tetaplah salah satu liga terbaik di Eropa, yang masih sering melahirkan talenta-talenta berkualitas serta mulai terlihat lebih kompetitif dari sebelumnya.

Selain itu, hal penting yang tidak boleh dilupakan ialah para pemilik datang dan pergi. Para pemain dan pelatih juga datang dan pergi.

Tapi, para fans akan tetap bersama klub, di kala suka maupun duka, di kala klub melayang di atas kesuksesan ataupun tenggelam dalam keterpurukan.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel