Dampak Pandemi dan Cara Menghadapi Oversharer di Tempat Kerja

Dampak Pandemi dan Cara Menghadapi Oversharer di Tempat Kerja

Cara Menghadapi Oversharer di Tempat Kerja

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Pandemi tidak dipungkiri telah mengubah kita secara drastis. Selama tiga tahun, pandemi merampas kesempatan kita berinteraksi dan menjaga hubungan dengan orang lain seperti yang biasa kita lakukan sebelum pandemi.

Kita telah melalui masa isolasi mandiri untuk waktu yang cukup lama, diikuti dengan ketidakpastian soal kapan semua ini berakhir. Kapan kita bisa kembali beraktivitas secara normal seperti sebelum pandemi.

Masa kelam yang tidak ingin kita ingat kembali itu ternyata telah mengubah banyak orang menjadi oversharer, seseorang yang membagikan informasi atau kehidupan pribadinya lebih banyak dari yang orang lain ingin tahu.

Meskipun sekarang ini kita sudah memasuki masa pasca pandemi dan semua mulai berjalan normal, kehidupan kita tetap tidak akan bisa kembali normal yang seperti sebelum pandemi.

Oversharing sendiri sudah ada sejak sebelum pandemi, tapi oversharing juga telah menjadi fenomena tersendiri pasca pandemi yang efeknya masih berlangsung sampai sekarang. 

Hubungan antara dampak pandemi dan meningkatnya fenomena oversharing

Tidak bisa berkomunikasi secara tatap muka—entah itu dengan rekan kerja, teman, keluarga, atau sekadar bertukar interaksi singkat dengan petugas kasir minimarket—telah membuat kemampuan sosial kita melemah.

Kita pun jadi kagok ketika bertemu orang lain, bahkan dengan orang yang sudah kita kenal baik. 

Kita juga jadi lebih kesulitan dalam menyaring informasi apa yang sebaiknya tidak dibagikan dengan orang lain. Tahu-tahu kita malah jadi gelisah setelahnya, “ngapain tadi cerita soal itu ya”.

Peraturan pemerintah yang mewajibkan kita melakukan isolasi mandiri untuk batas waktu yang saat itu belum bisa dipastikan, ikut membuat kita sadar betapa berharganya interaksi manusia secara langsung.

Hasrat untuk membangun koneksi dengan manusia lainnya inilah yang mungkin mendorong kita menjadi lebih terbuka dari biasanya pasca pandemi, kata Shontell Cargill, terapis pernikahan dan keluarga di Thriveworks Cumming.

“Karena sudah bisa bergaul dengan siapapun secara tatap muka—orang asing, teman, keluarga, rekan kerja, sekarang-sekarang ini lebih seperti… muntahan kata-kata,” ucapnya kepada Refinery29. 

Cargill berpikir fenomena oversharing ini tidak akan berlangsung selamanya, tapi sebuah pertanda peralihan kita menuju the new normal, bukan kehidupan normal yang seperti sebelum pandemi, tapi kenormalan yang baru.

“Kita telah mengalami transisi selama pandemi, dan sekarang kita sedang menjalani transisi pasca pandemi, dan itu adalah sebuah proses.” Untuk itu, hal ini bukan sesuatu yang buruk. 

Tapi jika hal itu (oversharing) adalah kebiasaan yang ingin diakhiri, Cargill mengatakan mungkin bisa diawali dengan mengidentifikasi alasan kita melakukan hal itu.

Untuk mencoba mengidentifikasi hal tersebut, kalian bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun oleh Cargill sebagai berikut.

  • Apa tujuanmu melakukan ini?
  • Apakah kamu merasa pernah tidak didengarkan, baik saat masih menjalani masa anak-anak atau selama pandemi?
  • Apakah kamu merasa tidak dianggap atau didengar?
  • Apakah kamu kehilangan koneksi dengan seseorang?
  • Apa yang ingin kamu peroleh dari oversharing?

Lalu, bagaimana jika kalian adalah orang yang dijadikan tempat curhat oleh rekan kerja yang oversharing? Apa yang bisa dilakukan?

Cara menghadapi oversharer di tempat kerja

Oversharing itu manusiawi. Dan berikut ini beberapa cara menghadapi oversharer di tempat kerja, sekaligus agar kalian tidak ikut menjadi salah satunya.

1. Bagikan informasi yang sekiranya tidak mengganggu kenyamanan orang lain

Untuk menegaskan boundary, kalian perlu mengenali boundary kalian sendiri terlebih dahulu.

Ketika bos membagikan informasi tertentu kepada kita, kebanyakan dari kita akan merasa terhormat dan mendapat kepercayaannya.

Tapi terkadang, kita tidak berpikir begitu. Seperti “sepertinya bos membagikan terlalu banyak informasi yang tidak perlu” atau “aku merasa aneh jika bosku menceritakan soal itu”.

Maka, itulah pertanda seharusnya kalian mulai meminimalisir potensi mereka oversharing lebih jauh. Hal yang sama berlaku untuk teman dan rekan kerja.

2. Pintar-pintar membaca situasi

Setiap tempat kerja punya kebijakan sendiri yang tidak tertulis tentang apa yang dianggap oversharing dan masih dalam batas normal. 

Untuk mengetahui batasan apa yang diterapkan di tempat kerja kalian, lakukan pengamatan dengan misalnya, bertanya kepada rekan kerja tentang apa yang boleh dan tidak boleh dibicarakan di tempat kerja.

3. Terus terang

Gunakan pendekatan yang ramah, lembut, manusiawi, dan jujur dalam menegaskan boundary ketika rekan kerja mulai oversharing.

“Aku merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini di tempat kerja.”

“Terima kasih sudah percaya padaku, tapi aku nggak yakin ingin tahu soal itu sampai sedalam itu.”

Jujur memang perlu karena itulah yang akan kalian lakukan. Tapi untuk meminimalisir potensi mereka jadi sakit hati karena kalian tidak ingin mendengar terlalu banyak informasi yang tidak penting, validasi dulu apa yang mereka sampaikan.

“Aku sangat menghargai kamu telah bercerita denganku.”

“Aku senang mengetahui kamu mempercayaiku dengan informasi soal itu.”

Ingat! Mengonfrontasi rekan kerja terkait perilaku oversharing bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, tapi belum tentu menjadi akhir dari hubungan.

Konfrontasi sering dianggap sebagai hal yang buruk. Padahal tidak selalu begitu. Konfrontasi juga diperlukan untuk tumbuh.

4. Alihkan topik pembicaraan

Cara mengonfrontasi orang yang oversharing secara lebih halus bisa dengan mengalihkan topik pembicaraan.

Kalau rekan kerja kalian mulai oversharing tentang hal-hal yang terlalu pribadi, kalian bisa coba alihkan topik pembicaraan untuk membahas tentang pekerjaan. 

5. Bos bisa menggali jejak digital kalian

John Suler, profesor psikologi menyebutnya “online disinhibition effect”. Bahwa orang-orang biasanya cenderung lebih leluasa dalam menuangkan isi pikiran dan hati mereka secara online karena sifatnya yang bisa anonim atau tidak terlihat identitasnya di dunia maya. 

Selain itu, ketika kalian tidak harus menghadapi reaksi atau penilaian rekan kerja secara langsung, kalian cenderung jadi lebih lancar mengoceh dari biasanya di media sosial.

6. Kalau rekan kerja tahu mereka oversharing tapi tidak peduli?

Kontrol diri kalian dari memberi respon yang justru membuat lawan bicara semakin bersemangat membagikan informasi yang lebih banyak, jangan ikut terbawa suasana.

Berempati dengan lawan bicara itu bagus, tapi tidak ketika orang tersebut menyalahgunakannya.

Jika perlu, kalian bisa diam dan ‘pergi’ sehingga dengan harapan mereka berhasil mendapatkan isyarat untuk tidak boleh oversharing kepada kalian tanpa izin.

Tapi kalau cara ini dirasa terlalu kasar, kalian bisa gunakan cara-cara yang sebelumnya sudah disebutkan.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel