Sediksi.com – Kisah kengerian di Itaweon pada malam Halloween tahun lalu akan diangkat menjadi doku-series yang tayang di platform Paramount+. Dirilis pada 17 Oktober mendatang, fokus utama dokumenter berjudul “Crush” ini akan menggambarkan kejadian yang seharusnya merupakan perayaan Halloween secara terbuka pertama sejak pandemi Covid-19 melanda, yang berujung pada tewasnya ratusan anak muda di lokasi.
Tragedi ini terjadi pada malam 29 Oktober 2022 lalu di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, tepatnya di gang-gang yang biasa menjadi lokasi perayaan Halloween setiap tahunnya. Itaewon adalah wilayah perbukitan dengan gang sempit yang kerap menjadi pilihan masyarakat Korea Selatan untuk mencari hiburan – kali ini turut menjadi lokasi pilihan untuk merayakan Halloween.
Perayaan besar pertama usai pencabutan larangan pembatasan akibat pandemi Covid-19, antusias orang yang datang justru membawa petaka. Jumlah pengunjung membludak. Masyarakat berdesakan di gang-gang sekitar. Pada akhirnya, sejumlah 159 warga dinyatakan meninggal dunia.
Dalam dokumenter yang diproduksi oleh Jeff Zimbalist dan Stu Schreiberg, kesaksian saksi mata dan penyintas dari dalam maupun luar negeri akan disertakan. Mulai dari mahasiswa Australia yang sedang mengambil program pertukaran pelajar, tentara Amerika Serikat yang sedang berlibur, hingga ilustator Korea yang selamat meskipun telah “ditumpuk” bersama korban meninggal – ia kini hidup dengan mengalami lumpuh sebagian tubuh.
Selain itu, kesaksian keluarga korban juga akan ditampilkan. Tuntutan investigasi mendalam mengenai apa yang terjadi di malam tersebut, termasuk respons pemerintah atas kejadian itu turut melengkapi doku-series yang akan dibagi dalam dua bagian ini.
Mengenang Peristiwa Itaewon: Horror Berdesakan di Gang Sempit
Pada malam kejadian, diproyeksikan bahwa jumlah pengunjung mencapai 100.000 orang. Mereka berdesakan di gang sempit dan tidak bergerak. Diduga, penyebab ratusan korban yang berjatuhan terjadi akibat cardiac arrest atau henti jantung. Kondisi ini umum ditemukan pada situasi di mana banyak orang berdesak-desakan pada ruang terbatas dan saling mendorong.
Dilansir dari Halodoc, kepanikan dan terus mendorong mencari jalan keluar membuat orang-orang di kerumunan jatuh dalam ‘efek domino’ sehingga sulit untuk bangun kembali. Mereka yang terjatuh berisiko mengalami dada terhimpit, sehingga paru-paru tidak memiliki cukup ruang untuk mengembang dan mendapatkan oksigen yang cukup.
Hal ini bisa membuat seseorang menderita kesulitan bernapas. Kondisi inilah yang pada akhirnya memicu penurunan kadar oksigen dalam tubuh, yang bisa membuat seseorang pingsan dan tidak sadarkan diri, hingga henti jantung.
Dalam kasus Itaewon, banyak saksi yang mengungkapkan di media sosial betapa horornya menyaksikan kejadian secara langsung. Pengunjung yang berusaha mencari jalan keluar rela memanjat pagar atau dinding rumah orang lain, terus mendorong, hingga berusaha menepi dan menjauh dari kerumunan.
Selain itu, warga sekitar juga berupaya memberikan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau pertolongan pertama gawat darurat pada korban pingsan yang bisa mereka selamatkan.
Berbagai video dari segala sudut pandang turut diunggah pengunjung selamat yang melihat sendiri apa yang terjadi. Orang-orang yang terjebak di gang sempit, gang yang akhirnya hancur atau runtuh saat mencoba mencari jalan keluar, hingga polisi dan petugas darurat yang terus memberi arahan dan berusaha untuk mengevakuasi korban.
Wilayah Itaewon sendiri memang terkenal sebagai tempat hiburan. Bar, kelab malam, hotel, restauran, hingga suasana pinggir jalan menjadikan tempat ini cocok menjadi lokasi perayaan. Sayangnya, antusias itu justru membawa duka. Mengutip Reuters, Park Jung-hoon, (21) seorang saksi mata mengatakan kerumunan ini jauh melebihi keramaian pada perayaan-perayaan sebelumnya.
“Tempat ini memang biasa menjadi tujuan warga yang merayakan, baik festival-festival maupun saat natal sehingga selalu ramai. Tapi kali ini kerumunan berdesakan, beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan sebelumnya,” ungkapnya.
Penyelamatan di Itaewon
Petugas pemadam kebakaran dan saksi lain menyatakan bahwa orang-orang terus berdatangan ke daerah gang sempit meskipun jalan sudah sangat penuh. Kebanyakan, korban ditemukan di dekat kelab malam yang terletak di wilayah tersebut.
Saat peristiwa terjadi, petugas yang diterjunkan untuk melakukan pengamanan sangat terbatas. Komisaris Jenderal Kepolisian Korea Selatan Yoon Hee-keun mengakui bahwa pengendalian kerumunan di tempat kejadian “tidak memadai”.
Sebab, dari penelusuran, polisi telah menerima beberapa laporan peringatan tentang kemungkinan kecelakaan di malam bencana yang pertama dilaporkan pada sekitar pukul 6.34, empat jam sebelum kejadian.
Baca Juga: Tragedi Tanjung Priok 1984: Kronologi dan Keterlibatan Militer dalam Pelanggaran HAM Berat
Akibat tragedi Halloween di Itaewon, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyatakan masa berkabung nasional. Ia juga mengambil langkah cepat dalam membentuk tim untuk fokus membantu pemulihan korban dan meminta investigasi menyeluruh dilakukan.
“Ini adalah bencana tragis. Tragedi dan bencana ini seharusnya tak pernah terjadi di jantung Kota Seoul saat perayaan Halloween tadi malam. Saya menyampaikan belasungkawa kepada para korban insiden ini dan berharap orang-orang yang terluka segera sembuh,” katanya.