Sinopsis Film The Wildest Dream: Conquest of Everest (2010), Mimpi Gila George Mallory

Sinopsis Film The Wildest Dream: Conquest of Everest (2010), Mimpi Gila George Mallory

Film the wildest dream

DAFTAR ISI

Membicarkan mengenai film tentang Everest tentu kita tak boleh melewatkan film The Wildest Dream (2010). Film satu ini merupakan semacam dokumenter mengenai George Mallory.

Mallory melakukan upaya pendakian Everest pada 1924, namun kabarnya tak lagi terdengar sejak upaya pendakian itu.

Bagaimana kira-kira cerita film The Wildest Dream? Simak artikel ini sampai habis ya!

Overview

  • Tahun rilis : 2010
  • Genre : Dokumenter
  • Sutradara : Anthony Geffen
  • Penulis naskah : Mark Halliley
  • Rumah produksi : Serengeti Entertainment, National Geographic Entertainment
  • Durasi : 1 jam 34 menit

Pemeran

  • Conrad Anker
  • Leo Houlding
  • Ralph Fiennes
  • Natasha Richardson
  • Hugh Dancy
  • Alan Rickman

Sinopsis Film The Wildest Dream: Conquest of Everest (2010)

Seperti judulnya, film The Wildest Dream berangkat dari mimpi terliar manusia.

Adalah Goerge Mallory, seorang berkebangsaan Inggris yang tengah berada di antara kebingungan antara dua pilihan: hidup sebagai laki-laki biasa bersama istri yang dicintainya atau menghidupi mimpi paling gila yang dipunya manusia pada masa itu, menjadi penakluk pertama puncak Everest.

Jika mempertimbangkan akal sehat, pilihannya jelas. Namun, George bukan orang semacam itu.

Ia berangkat memakai Gabardine, pakaian hangat yang umum dipakai untuk windbreaker, dan juga hobnailed boots. Ia meninggalkan segalanya dan berusaha meraih mimpinya: menjadi penakluk pertama Gunung Everest.

Sayangnya, setelah terakhir terlihat di 800 kaki di bawag puncak, Mallory dan rekannya Andrew Irwin hilang. Jasadnya ditemukan 75 tahun kemudian oleh pendaki modern bernama Conrad Anker. Sementara jasad Irwin tak pernah ditemukan sampai sekarang.

Mallory ditemukan dengan tubuh yang masih utuh. Barang-barang kepunyaannya pun masih menempel padanya. Hanya foto istrinya, Ruth lah yang hilang. Mallory sengaja membawa foto orang terkasihnya itu guna menaruhnya di puncak tertinggi di dunia.

Anker lah yang kemudian menjadi juru kunci, pembuka tabir kehidupan Mallory dan mimpi liarnya itu. Ia melakukan serangkaian riset, dan bahkan melakukan pendakian ke Everest guna merekonstruksi kematian Mallory.

Hasil kerja kerasnya inilah yang lantas dirangkum dalam kisah berjudul film The Wildest Dream.

Review

the wildest dream film
Ekspedisi Everest tahun 1921

Film The Wildest Dream: Conquest of Everest (2010) saya rasa cukup brilian dalam menjahit aneka ceceran peristiwa seputar George Mallory dan mimpi liarnya.

Mengandalkan kisah pribadi dari kerabat dan saudara Mallory yang masih tersisa, peragaan ulang, kesaksian sejarawan, serta aneka film dan foto hitam putih yang tersisa dari kehidupan Mallory, juga korespondensi antara Mallory dengan Ruth, film ini berhasil mengenalkan sosok Mallory yang awalnya sangat asing, menjadi terasa lebih dekat dengan kita.

Keberhasilan Conrad dan sineas film ini dalam mencari dan merekontruksi aneka arsip mengenai Mallory saya rasa haruslah memperoleh apresiasi tersendiri.

Hal ini karena, proses itu tentu membutuhkan riset yang bukan hanya panjang namun juga perlu kedisiplinan besar. Bagaimana pun, meskipun Mallory memiliki mimpi besar untuk menaklukkan Everest, namun kisahnya telah tujuh puluh lima tahun tertinggal.

Karena itu pasti butuh upaya dan kerja keras untuk menggalinya. Conrad tentunya harus menggali arsip-arsip lama, mencari kerabat-kerabat Mallory yang mengenali mimpinya, dan bahkan mengenali bagaimana kematian menjemput Mallory di puncak tertinggi yang jadi obsesinya.

Selain itu, bagian di mana Conrad melakukan ekspedisi pendakian ke Everest untuk merekonstruksi pendakian Mallory juga patut diacungi jempol.

Memakai gabardine dan juga hobnailed boots, ia menempuh perjalanan dan juga jalur, sesuai dengan jalur yang Mallory tempuh.

Conrad lantas memberikan gambaran mengenai bagaimana kondisi di Everest, kondisi cuacanya, tingkat kesulitannya, dan juga betapa bahayanya melakukan pendakian di ketinggian yang minim oksigen.

Keputusan yang Conrad ambil dengan memakai setelan sama dengan yang Mallory pakai tujuh puluh lima tahunn sebelumnya juga berdampak besar. Sebagai penonton, kita tentunya akan tergambar bagaimana kesulitan pendakian yang Mallory lalui dengan peralatan yang masih seadanya.

Hal ini tentu membuat penonton yang awalnya merasa bahwa apa yang Mallory lakukan ialah hal gila, menjadi paling tidak menerimanya. Sebab, sebagaimana kata Mallory, bahwa tak ada mimpi yang tak berani, meskipun tak ada tiket pulang dalam meraihnya.

Selebihnya, film ini sangat saya rekomendasikan untuk ditonton. Sebab bukan hanya perjalanan menempuh mimpi, film ini juga menyajikan kisah romansa, sejarah, dan juga pendakian yang dirangkum dengan indah juga menyentuh.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel