Hama Kodok di Australia: Bagaimana Sejarah dan Solusinya?

Hama Kodok di Australia: Bagaimana Sejarah dan Solusinya?

Hama Kodok di Australia

DAFTAR ISI

Sediksi – Kodok tebu (Rhinella marina) adalah salah satu hama yang meresahkan di Australia. Hewan ini berasal dari benua Amerika dan sengaja didatangkan ke Australia pada tahun 1935 untuk membasmi kumbang tebu yang merusak tanaman.

Namun, rencana tersebut malah berbalik menjadi bencana ekologis. Kodok tebu berkembang biak dengan sangat cepat dan tidak memiliki predator alami di Australia. Mereka juga memiliki kulit beracun yang membunuh hewan asli yang mencoba memakannya.

Selain itu, hama kodok di Australia ini bersaing dengan hewan asli untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang asal usul, dampak, dan solusi dari masalah hama kodok di Australia.

Asal Usul Kodok

Hama Kodok di Australia: Bagaimana Sejarah dan Solusinya? - Cane toad
Image from pethelpful

Kodok tebu adalah salah satu spesies kodok yang termasuk dalam ordo Anura. Ordo ini mencakup semua jenis katak dan kodok yang hidup di darat atau air tawar.

Kodok tebu memiliki nama ilmiah Rhinella marina dan nama-nama lain seperti kodok raksasa, kodok gula, atau kodok kembang gula.

Kodok tebu berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, mulai dari Brasil hingga Meksiko. Mereka hidup di berbagai habitat seperti hutan hujan, sabana, rawa, dan ladang tebu.

Mereka adalah hewan nokturnal yang aktif pada malam hari. Mereka memakan apa saja yang bisa dimasukkan ke mulutnya, termasuk serangga, siput, cacing, tikus, ular, katak, burung, dan bahkan kadal.

Kodok tebu memiliki ukuran tubuh yang besar, sekitar 10-15 cm panjangnya dan bisa mencapai 24 cm. Mereka memiliki warna cokelat kekuningan atau keabu-abuan dengan bintik-bintik hitam.

Mereka juga memiliki sepasang kelenjar parotid di belakang matanya yang menghasilkan racun berbahaya. Racun ini dapat menyebabkan iritasi kulit, mual, muntah, kejang, gagal jantung, atau kematian pada hewan atau manusia yang terkena.

Kenapa Malah Jadi Hama?

Pada tahun 1935, sekitar 100 ekor kodok tebu dibawa dari Hawaii ke Australia oleh ahli biologi Reginald Mungomery.

Tujuannya adalah untuk melepaskan kodok tebu di ladang tebu untuk memakan kumbang tebu (Dermolepida albohirtum) yang merusak tanaman. Kumbang tebu ini menyerang batang tebu dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi petani.

Namun, ternyata kodok tebu tidak tertarik untuk memakan kumbang tebu. Sebaliknya, mereka lebih suka memakan hewan lain yang ada di sekitarnya.

Kodok tebu juga tidak memiliki musuh alami di Australia yang bisa mengendalikan populasi mereka. Mereka mampu bertahan hidup di berbagai kondisi iklim dan lingkungan.

Mereka juga dapat berkembang biak dengan sangat cepat. Seekor betina dapat menghasilkan hingga 8-30 ribu telur setiap bertelur.

Akibatnya, populasi hama kodok di Australia ini meledak dan menyebar ke seluruh wilayah. Diperkirakan saat ini ada sekitar 1,5 miliar ekor hama kodok di Australia.

Mereka telah menyebabkan dampak negatif bagi ekosistem dan keanekaragaman hayati di Australia. Beberapa dampaknya antara lain:

  • Mengurangi populasi hewan asli seperti quoll (Dasyurus), goanna (Varanus), kadal (Lacertilia), ular (Serpentes), platipus (Ornithorhynchus anatinus), kanguru (Macropus), bandicoot (Perameles), dan burung pemangsa (Falconiformes) yang mati karena memakan kodok tebu atau bersaing dengan mereka untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal.
  • Mengganggu kegiatan pertanian dan perkebunan dengan memakan tanaman, merusak tanah, dan mengotori air. Kodok tebu juga dapat merusak infrastruktur seperti pipa air, saluran irigasi, dan jalan raya.

Solusi untuk Mengatasi Hama Kodok

Untuk mengatasi masalah hama kodok di Australia, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi lingkungan, peneliti, dan masyarakat. Beberapa upaya tersebut antara lain:

Melakukan penangkapan dan pembunuhan kodok tebu

Secara massal penangkapan kodok dilakukan dengan cara manual atau mekanis. Cara manual melibatkan partisipasi masyarakat untuk menangkap kodok tebu dengan tangan, jaring, atau perangkap.

Cara mekanis melibatkan penggunaan alat seperti robot, drone, atau senjata api untuk menargetkan kodok tebu. Setelah ditangkap, kodok tebu dibunuh dengan cara yang dianggap paling manusiawi, seperti membekukan, menyuntik, atau menggiling.

Melakukan sterilisasi atau kontrasepsi pada kodok tebu

Sterilisasai dilakukan untuk mengurangi kemampuan mereka berkembang biak. Cara ini melibatkan penggunaan bahan kimia, hormon, atau vaksin yang dapat menghambat produksi telur atau sperma pada kodok tebu. Cara ini diharapkan dapat mengurangi laju pertumbuhan populasi kodok tebu dalam jangka panjang.

Melakukan reintroduksi atau pelepasan predator alami

Melepaskan hewan yang dapat memangsa kodok tebu tanpa merusak ekosistem asli. Predator alami meliputi hewan-hewan seperti buaya (Crocodylus), ular (Serpentes), burung pemangsa (Falconiformes), dan katak (Anura) yang telah beradaptasi dengan racun kodok tebu.

Predator buatan meliputi hewan-hewan seperti tikus (Rattus), kucing (Felis), anjing (Canis), dan babi (Sus) yang telah divaksinasi atau diimunisasi terhadap racun kodok tebu.

Hama kodok di Australia adalah salah satu contoh dari dampak negatif dari invasi spesies asing yang tidak terkendali. Kodok tebu telah menyebabkan kerugian ekonomi, ekologis, dan kesehatan bagi manusia dan hewan asli di Australia.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, organisasi lingkungan, peneliti, dan masyarakat dalam menerapkan berbagai strategi pengendalian hama kodok di Australia.

Selain itu, juga diperlukan kajian ilmiah yang lebih mendalam tentang biologi, ekologi, dan perilaku kodok tebu agar dapat menemukan solusi yang lebih efektif dan efisien.

Demikian artikel tentang di Australia, semoga menambah wawasanmu, dan sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel