Sediksi.com – Sudah sejak Minggu (27/8) sore, wilayah di sekitar Jakarta diguyur hujan ringan hingga lebat. Dalam situs resminya, BMKG menyebut kondisi tersebut akan terjadi hingga Senin, (28/8) malam nanti.
Sebenarnya, terjadinya hujan secara tiba-tiba di sekitar Jakarta ini bukannya tanpa sebab. Ternyata, peristiwa tersebut merupakan hujan buatan Jakarta yang memang sengaja dirancang demi jadi solusi atasi polusi udara.
Hal itu merupakan hujan buatan yang terjadi berkat penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC), yang disebut-sebut sebagai upaya dalam mengatasi polusi udara terkhusus di ibukota.
“Hujan turun karena sedang dilakukan penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC),” ujar Kepala BMKG Dwikorita yang dikutip dari Detik pada Senin, (28/8).
Upaya Pembuatan Hujan Buatan Jakarta
Proses pembuatan hujan buatan Jakrata dengan metode TMC itu diketahui sudah dilakukan sejak Sabtu (19/8) lalu.
Metode TMC ini berupa rekayasa untuk mempercepat potensi pertumbuhan awan hujan menjadi hujan dilakukan dengan cara menyemai menggunakan bubuk garam NaCl.
Kepala Pusat Perubahan Iklim BMKG Fakhri Rajab menyebut bahwa pihaknya bekerja sama dengan beberapa lembaga lain, sejak tanggal 19-21 Agustus lalu dalam melakukan hujan buatan. Upaya TMC juga akan terus dilakukan dalam beberapa hari mendatang.
Menurutnya, upaya ini akan terus dilakukan sebagai bentuk mengurangi polusi udara Jakarta. Selain BMKG, metode TMC juga merupakan hasil kerja sama dengan lembaga terkait seperti BRIN, BNBP dan TNI AU.
“TMC akan kita lakukan terus. Hari ini ada potensi awan akan kita maksimalkan, tapi besok kecil potensinya. Tanggal 30 juga. Baru ada lagi tanggal 2 (September). Kita coba terus,” katanya di Jakarta, melansir dari CNNIndonesia pada Senin, (28/8).
Cara Kerja Hujan Buatan
Sudah sejak lama hujan buatan memang menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menangani beberapa permasalahan lingkungan seperti, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan, hingga polusi udara. Hutan buatan Jakarta juga termasuk salah satunya.
Dikutip dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang menyebut bahwa TMC merupakan sebuah pemanfaatan teknologi yang berupaya inisiasi ke dalam awan. Ini dilakukan agar awan hujan datang lebih cepat, dibandingkan dengan proses alami.
Sementara, hujan buatan menjadi upaya untuk memodifikasi kondisi cuaca yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi cuaca tertentu yang diinginkan.
Perlu dimengerti kalau hujan buatan ini tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai pekerjaan untuk membuat hujan. Dikarenakan teknologi ini berupaya untuk meningkatkan dan mempercepat jatuhnya hujan. Maka, hujan buatan merupakan teknologi modifikasi cuaca.
Lantas, bagaimana proses atau cara kerja hujan buatan?
BPPT menjelaskan kalau hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca ini dilakukan dengan cara penyemaian awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik (menyerap air). Sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan mempercepat terjadinya hujan.
Selain itu, TMC juga membutuhkan faktor alami, seperti jika awannya banyak maka akan bisa menginkubasi lebih banyak dan otomatis menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitupun sebaliknya.
Dalam melakukan TMC pun, terlebih dahulu harus disiapkan pesawat yang dimodifikasi khusus untuk operasi TMC ini. Pesawat modifikasi akan digunakan untuk mengangkut kru serta bahan semai, berupa garam halus yang nantinya akan disemai di dalam awan.
Sesuai dengan Inpres No.3/2020, pihak yang berwenang dalam melakukan modifikasi cuaca ini yaitu Balai Besa Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) di bawah naungan BRIN. Sementara, BMKG bertugas untuk memberikan info cuaca di saat operasi TMC akan berlangsung.
Upaya Reaktif Mengatasi Polusi Udara
Hujan buatan memang bukan satu-satunya upaya yang sudah dilakukan pemerintah dalam menangani polusi udara Jakarta. Upaya reaktif ini memang belum cukup ampuh dalam mengurangi polusi udara.
Setidaknya, hal itu bisa dilihat dari situs IQAir pada 28 Agustus 2023 pukul 18.00 WIB, mengindikasikan bahwa indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 119 US Air Quality Index (AQI US).
Di mana tingkat polusi tersebut dinyatakan tidak sehat bagi kelompok sensitif. Data ini sekaligus menunjukkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas terburuk kelima di dunia. Sementara, pada Minggu, (27/8) kemarin Jakarta sempat berada pada peringkat kedua dengan udara terburuk di dunia pagi harinya.
Sementara, upaya lain juga sudah dilakukan pemerintah seperti melakukan tilang uji emisi kendaraan, hingga diresmikannya LRT Jabodebek agar masyarakat bisa beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Baca Juga: 10 Lokasi Kantong Parkir LRT Jabodebek