Lumut Tertua di Dunia Mungkin Tak Akan Bertahan dari Iklim

Lumut Tertua di Dunia Mungkin Tak Akan Bertahan dari Iklim

Lumut Tertua di Dunia

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Lumut yang langka bernama Takakia telah beradaptasi selama ratusan juta tahun untuk bertahan hidup di tebing-tebing Dataran Tinggi Tibet. Lumut tertua di dunia ini telah bertahan dari lanskap bumi yang berubah lebih dari 400 juta tahun.

Akan tetapi, perubahan iklim terjadi lebih cepat daripada adaptasinya. Tim peneliti yang telah mempelajari lumut ini selama hampir satu dekade mengatakan bahwa meskipun menjadi salah satu spesies yang berevolusi paling cepat yang pernah diteliti, Takakia mungkin tidak mampu beradaptasi cukup cepat untuk bertahan dari perubahan iklim.

Mengenal Lumut Tertua di Dunia

Dataran tinggi Tibet adalah salah satu dari sedikit tempat di bumi, di mana Takakia ada saat ini, dan tempat itu adalah satu-satunya lokasi di mana kedua spesiesnya – hanya ada dua memang – hidup berdampingan di tempat yang sama.

Satu spesies atau yang lain juga dapat ditemukan di sudut-sudut terpencil di Amerika Utara bagian barat, Jepang dan bagian lain dari Asia Timur.

Mengutip dari laman Scientificamerican, hal Ini telah menjadi sumber intrik ilmiah selama lebih dari 150 tahun. Pada awalmya, lumut tertua di dunia ini ditemukan di Himalaya oleh ilmuwan William Mitten pada awal 1860-an, akan tetapi tidak segera yakin apa itu.

Ia berpikir bahwa pada awalnya Takakia ini mungkin lumut hati, sejenis organisme yang mirip tapi terpisah dari lumut.

Baru pada tahun 1990-an, para ilmuwan menyadari bahwa Takakia sebenarnya adalah lumut. Untuk Namanya sendiri, kenapa dinamakan Takakia adaah untuk menghormati ilmuwan Noriwo Takaki, salah satu peneliti yang mengenali karakteristik uniknya.

Studi molekuler menunjukkan bahwa lumut tertua di dunia ini mungkin menyimpang dari nenek moyang evolusioner sebelumnya yang sekarang punah sekitar 390 juta tahun yang lalu. Itu berarti, bahwa kemungkinan ini telah ada di planet ini lebih lama daripada tanaman darat lainya yang dikenal ilmu pengetahuan.

Profesor Dr. Xuedong Li, salah satu dari dua penulis utama studi berjudul Adaptive evolution of the enigmatic Takakia now facing climate change in Tibet, menemukan populasi Takakia pada ketinggian lebih dari 4.000 meter pada tahun 2005. Tim ini telah mempelajari lumut ini di lokasi dan di laboratorium sejak saat itu.

Hidup di Dataran Tinggi Tibet tidak mudah. Takakia terkubur di bawah salju selama delapan bulan dalam setahun dan terpapar tingkat radiasi UV yang tinggi ketika muncul dari penutup salju.

Takakia telah berevolusi di lokasi ini selama lebih dari 65 juta tahun, sejak wilayah ini terbentuk akibat pergeseran benua, yang membuat habitatnya semakin ekstrem.

Mengutip dari laman Treehugger “Rekaman waktu geologi ini membantu kami menelusuri adaptasi bertahap terhadap kehidupan di ketinggian tinggi dalam genom Takakia,” jelas Dr. Ralf Reski dari Universitas Freiburg, yang memimpin tim bersama dengan Dr. Yikun He dari Universitas Normal Ibu Kota di Cina.

Penelitian terbaru ini melihat bagaimana lumut ini mampu mengembangkan kemampuan untuk bertahan hidup dari kondisi ekstrem yang mengancam jiwa. Dalam studi tersebut, mereka juga mendokumentasikan bagaimana perubahan iklim telah mengubah habitat lumut ini dalam beberapa tahun terakhir.

Tim ini terkejut menemukan bentuk Takakia dalam fosil berusia 165 juta tahun dari Mongolia Dalam, yang mengungkapkan bahwa perubahan genetik yang memengaruhi bentuk berevolusi lebih dari 165 juta tahun yang lalu di bawah kondisi yang sangat berbeda.

“Meskipun genom Takakia berevolusi sangat cepat, morfologinya tidak berubah secara nyata selama lebih dari 165 juta tahun,” kata Reski. “Ini membuat Takakia menjadi fosil hidup yang sebenarnya. Kontras yang nyata antara bentuk yang tidak berubah dan genom yang berubah cepat ini adalah tantangan ilmiah bagi ahli biologi evolusi.”

Secara keseluruhan, Takakia berusia sekitar 390 juta tahun – dan memiliki gen yang berevolusi paling cepat yang pernah ditemukan.

“Kami sekarang dapat membuktikan bahwa Takakia adalah lumut yang terpisah dari lumut-lumut lain 390 juta tahun yang lalu, tak lama setelah munculnya tanaman darat pertama. Kami terkejut menemukan bahwa Takakia memiliki jumlah gen yang berevolusi cepat tertinggi di bawah seleksi positif”, kata He.

Mungkinkah Akan Bertahan?

Lumut tertua di dunia telah hidup melalui zaman es dan kepunahan massal, dan mengalami usia demi usia pemanasan alami dan pendinginan.

Faktanya, Takakia ini bertahan lebih lama dari dinosaurus, dan itu ada di sana ketika mamalia pertama berjalan di muka bumi ini.

Takakia bahkan selamat dari kelahiran Himalaya yang kejam, sekitar 50 juta tahun yang lalu, Ketika pulau India saat itu menabrak Asia dan mengangkat gunung-gunung dari tanah. Dan, itu masih tumbuh di sana hari ini, di daerah puncak gunung, di salah satu lingkungan terdingin dan paling keras di Bumi.

Akan tetapi, lumut tertua di bumi ini akhirnya menemukan hambatannya. Perubahan iklim yang terjadi beberapa dekade ini, yang disebabkan oleh manusia meningkatkan suhu global lebih cepat daripada adaptasi dari Takakia, dan mengancamnya dengan kepunahan.

Para peneliti memprediksi, jika suhu global terus naik pada tingkat saat ini, mereka memperingatkan itu bisa menghilang dari Himalaya dalam waktu kurang lebih 100 tahun.

Itulah kesimpulan yang suram dari lebih dari satu dekade penelitian berkelanjutan di Dataran Tinggi Tibet yang bersalju di tepi pegununggan Himalaya itu.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel