Mencari Jodoh di Kampung Inggris Pare

Mencari Jodoh di Kampung Inggris Pare

Memang, diakui atau tidak, Kampung Inggris Pare adalah surga bagi para pendatang. Baik untuk belajar maupun untuk yang lain juga, bercinta misalnya.

Jika kalian pernah melawat ke Kampung Inggris Pare (KIP), tentu kalian akan maklum dengan judul tulisan ini. Tapi, jika kalian belum pernah menginjakkan kaki ke sana sama sekali, barangkali akan terbersit banyak pertanyaan. Sebagaimana yang dirasakan oleh salah satu teman saya, Untung namanya.

Tempo hari, selepas saya cerita perihal KIP dan seisinya, sontak ia mengajukan pertanyaan dengan ekspresi penuh dengan tanda tanya.

“Bukannya Kampung Inggris Pare itu tempat untuk belajar bahasa Inggris, ya? kok malah jadi tempat golek bojo?”

Memang KIP adalah tempat untuk menimba ilmu bahasa Inggris atau lebih tepatnya bahasa asing. Namun, fakta yang saya alami selama di lapangan menunjukkan banyaknya kejadian unik yang tak ada sangkut pautnya dengan bahasa sama sekali.

Kalau ingatan saya tidak berkhianat, satu tahun lamanya, saya tinggal di Kampung Inggris Pare, kisaran tahun 2015-2016. Awalnya, saya mengira KIP adalah tempat untuk belajar bahasa Inggris saja. Sesampainya di sana, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan.

Perlu kalian ketahui, KIP adalah kampung bahasa. Maksudnya, kampung yang menyediakan barbagai macam kursus bahasa. Mulai dari bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, hingga bahasa asing lain. Namun, karena yang mendominasi adalah kursus bahasa Inggris, kemudian banyak orang yang menjulukinya dengan sebutan “Kampung Inggris Pare atau English Village”.

Sebenarnya KIP tergolong tidak besar-besar amat. Hanya terletak di dua kampung saja. Yakni, di Desa Tulungrejo dan Pelem. Keduanya merupakan sebuah desa di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Nah, di dua desa tersebut berjajar banyak tempat kursus bahasa, sekaligus camp alias tempat penginapannya. Kurang lebihnya, terdapat 200 lembaga kursus, bahkan lebih. Dan yang perlu kalian ketahui adalah tak semua orang yang tinggal di sana cakap dalam berbahasa Inggris.

Di KIP, selain belajar bahasa Inggris tentunya, saya menjalin banyak pertemuan dengan banyak orang dari Sabang sampai Merauke. Bahkan tak jarang pula yang berasal dari luar negeri. Karena saking banyaknya teman dengan latar belakang yang berbeda-beda, saya merasa betah di sana. Sampai-sampai jarang sekali saya pulang kampung. Kalau boleh jujur, sebenarnya tidak pernah sama sekali.

Faktanya, tak hanya saya saja yang merasa nyaman di KIP. Banyak pula teman-teman saya yang mengaku demikian.  

Menariknya, dari sekian banyak orang yang datang ke KIP, tak semuanya punya niatan untuk belajar bahasa Inggris maupun bahasa asing yang lain. Menurut pengakuan banyak orang yang pernah tinggal di KIP, ternyata mereka punya beragam alasan yang membuatnya minggat dari kampung halamannya.

Ada yang berlabuh ke KIP sebab gagal melanjutkan kuliah S1 atau lebih tepatnya ditolak di kampus impiannya. Ada yang dirundung masalah keluarga, fresh graduate yang tak kunjung dapat kerja, pujangga yang ditolak mertua, hingga buaya yang mencari-cari mangsa. Semua tumplek blek di KIP.

Maka itu, tak heran bila banyak orang di KIP yang kerjaannya hanya ngopa-ngopi, udud, nongkrong tak jelas, dan gendaan. Bahkan, tak pernah ikut kursus sama sekali. Kalaupun ikut, ya hanya mencari mangsa saja.

Tak ada yang salah memang dengan praktik demikian, hanya saja, sekilas tampak lucu nan menggelitik, tak terpikiran sama sekali sebelumnya. Namun, ya begitulah kenyataannya. Tak semua orang yang datang ke KIP itu orang-orang yang pengen belajar bahasa asing.

Memang, diakui atau tidak, kampung Inggris Pare adalah surga bagi para pendatang. Baik untuk belajar maupun untuk yang lain juga, bercinta misalnya.

Uniknya, tak sedikit orang yang sedari awal sok-sokan tidak mau pacaran, hanya berniat untuk sungguh-sungguh belajar. Namun, pada akhirnya tumbang juga, tembok pertahanannya jebol. Imannya goyah, terkoyak.

Yang tidak kalah menariknya, menurut saya, adalah banyak sekali praktik kebohongan identitas di sana. Banyak orang yang sudah punya kekasih di daerah atau kampung asalnya. Tapi, saat di KIP, mereka melepas status aslinya. Sama-sama mengaku jomblo. Pada akhirnya saling menjalin asmara.

Menurut pengamatan saya, dari sekian banyak orang yang pacaran di KIP, tak sedikit yang hubungannya kandas di tengah jalan alias ambyar. Tak mengherankan sebetulnya, namanya juga hubungan paketan. Maksudnya, relation yang dijalin menyesuaikan durasi program paket kursus yang diambil. Ketika paket kursus rampung, usai juga asmaranya.

Meski begitu, tak sedikit juga yang kisah asmaranya sukses hingga berujung pelaminan. Banyak teman saya yang menemukan jodohnya di sana. Jika kalian sedang dalam masa mencari pendamping hidup, kiranya KIP adalah tempat yang cocok untuk berpetualang. Ayoooo, gaaaaskeun, lur!

Editor: Fajar Dwi Ariffandhi
Penulis
bakul kopi

Nur Kholis

Orang Rembang. Bakul Kopi Lelet dan Kaos.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel