Dunning Kruger Effect dan Abang-abang “Lu Punya Duit Lu Punya Kuasa”

Dunning Kruger Effect dan Abang-abang “Lu Punya Duit Lu Punya Kuasa”

Dunning Kruger Effect dan Abang-abang "Lu punya duit lu punya kuasa"
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Dunning Kruger Effect ini membuat seseorang merasa superior, sekaligus mempercayai akan segala hal. Padahal yang dia tahu hanyalah secuil dari apa yang ia eluh-eluhkan. Sedikit tahu, banyak omongnya

“Pemikiran gua nih, lu punya duit, lu punya kuasa. Tapi buat gua nggak nyet. Ibaratnya gua nggak bermateri lawan orang yang bermateri, bisa jadi gua menang, soal pemikiran. Udah lu nggak usah mikirin cuan sama gua, tai.”

Beberapa waktu lalu, video abang-abang dengan cuplikan kalimat di atas, sempat viral sejagat media sosial dan masuk ke akar-akar algoritma.

Banyak diantara public figure mulai dari komika, influencer, bahkan artis memparodikan dialog yang katanya obrolan “daging” itu.

Pertama kali saya menemukan video obrolan ini di reels Instagram, yang tampak dari penglihatan saya tidak lebih dari dua abang-abang yang sedang duduk bersama, dengan kopi di hadapan mereka masing-masing, sedal-sedul rokok, dan asik ngobrol problematika kehidupan. Nothing special.

Tidak terlalu sembrono juga jika saya katakan obrolan mereka yaa seputar filsafat eksistensialis, karena membawa obrolan yang bernuansa pesimis yang bermuara kepada eksistensialis krisis.

Obrolan abang-abang ini tidak ada bedanya dengan dialog Socrates dan Euthyphro, hanya saja kadar dan outputnya beda — Dialog dari Socrates dan Euthyphro melahirkan pertanyaan paling jadul mengenai moral dan pada akhirnya melahirkan Common Good Theory.

Sementara obrolan dua abang-abangan ini melahirkan atensi publik yang sedemikian besar hingga pada akhirnya viral.

Tidak ada yang salah kok dari abang-abangan ini . Kebebasan berekspresi dan bersuara adalah kedaulatan untuk sang empunya cocot.

Sebelum viral di media sosial, video abang-abang ini di-upload di kanal YouTube 11 bulan yang lalu. Tidak ada yang aneh dengan video berjudul “Tentang Manusia dan Akalnya — Bayam Sore” itu, hingga saya mulai mendapati hal yang kiranya mulai ada kesan-kesan filsafat. Setidaknya dari deskripsi yang diberikan.

Obrolan kali ini bareng bayem kita ngebahas soal manusia-manusia beserta akalnya yang menurut kita tidak masuk akal, dan sebenarnya apa sih yang manusia cari?”

Ada dua topik kunci yang melanggengkan niat saya menonton video berdurasi 43 menit, 19 detik ini dengan serius. Yakni “manusia beserta akalnya” dan “apa sih yang manusia cari?”. Keduanya mutlak pertanyaan filosofis.

Namun lebih jauh, setelah menonton video tersebut, saya jadi teringat pada Dunning-Krugger Effect. Bukan tentang muatan obrolan abang-abang itu sii tapi karena ketrigger sama fenomenanya.

Dunning-Krugger Effect dan fenomena abang-abangan viral

Dari 40 menit lebih obrolan abang-abangan ini, saya tidak terlalu tertarik dengan dialog bagian yang viral dan banyak diparodikan. Saya justru meng-highlight obrolan pada sekitar menit ke-5.

Salah satu abang yang nggak gondong mengatakan bahwa “hidup itu pertaruhan, Kan.. Kalo kata Najwa Shihab “Hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan”

Padahal, kutipan yang abang nggak gondrong mention itu dari Sultan Sjahrir. Serta pernyataan-pernyataan sotoy lainnya.

Nah, dialog abang-abangan bagian itulah yang kemudian mentrigger saya tentang teori Dunning Kruger Effect.

Dunning Kruger Effect (DKE) adalah fenomena psikologi yang dijelaskan sebagai bias kognitif manakala seseorang keliru menilai kemampuan dirinya sendiri, yang sebenarnya jg nggak tau-tau amat.

Sifat dari DKE ini ignorance pendapat orang lain, dan cenderung ngotot dengan apa yang dia ketahui itu, sehingga biasanya orang DKE mempercayai hal yang ia anggap benar itu, dan tidak lantas untuk mencari tahu informasinya lebih lanjut secara lebih mendalam.

Simple-nya DKE ini membuat seseorang merasa superior, sekaligus mempercayai akan segala hal. Padahal yang dia tahu hanyalah secuil dari apa yang ia eluh-eluhkan. Sedikit tahu, banyak omongnya.

Ide awal teori ini cukup absurd dan aneh. David Dunning dan Justin Krugger yang mencetuskan teori ini, terinspirasi dari kasus McArthur Wheeler, seorang pria aneh yang merampok bank dengan pedenya tidak menggunakan peralatan merampok yang memadai.

Hanya bermodalkan ilmu yang ia amati dari televisi, yakni mengguyur wajahnya dengan air perasan jeruk. Dengan begitu, ia berpikir tidak akan terlihat dari CCTV. Selayaknya tulisan dengan air perasan jeruk yang tidak terlihat pada kertas putih.

Dua golongan orang Dunning Kruger Effect

Jika diperhatikan lebih mendalam melalui diagram DKE, seseorang yang kecenderungannya hanya tahu sedikit hal, bahkan hanya secuil hal biasanya kepercayaan dirinya meningkat.

Ia tidak akan sadar bahwa ia hanya mengetahui sedikit hal dari apa yang disampaikan, ia mempercayainya bahkan kadang ngotot mempertahankan asumsinya.

Pada kondisi ini, David dan Kruger menyebutnya sebagai Dunning Kruger Effect ini, “Peak of mount stupid” atau puncak gunung kebodohan.

Kalau sudah berada dalam posisi itu, ada dua kemungkinan yang dapat dilihat. Pertama, seseorang tidak akan pernah sadar bahwa dia pada akhirnya hanya memang sedikit tau, dan tidak benar-benar mengetahui apa yang ia asumsikan.

Kadang juga dia memang menyadari hanya tahu sedikit, namun tetap mempercayai pengetahuan yang mandek tersebut.

Kedua, semakin banyak seseorang bertemu orang lain dan lebih terbuka secara objektif, maka kebalikannya — pada kondisi ini kepercayaan dirinya akan turun. Dan mengamini bahwa dirinya ternyata memiliki pengetahuan yang sedikit.

David dan Krugger menyebutnya sebagai “valley of despair” atau lembah keputusasaan. Kepercayaan dirinya juga turut menurun.

Namun kepercayaan dirinya bisa berangsur naik, dengan belajar secara lebih mendalam lagi, menambah pengetahuan dan kompetensinya.

Seiring bertambahnya ilmu yang dimiliki, begitu juga kepercayaan dirinya juga mulai naik; ketika menyampaikan pendapat pun cenderung proporsional dan berbicara pada tataran apa yang ia pahami secara mendalam.

Kondisi ini lebih lanjut disebut sebagai “plateau of sustainability”. Artinya, apa yang ia pahami tidak berhenti begitu saja, perlu terbuka terhadap pengetahuan lainnya dan belajar lagi secara berkelanjutan.

Beruntunglah seseorang yang menyadari pada sikap yang kedua. Setidaknya ia akan struggle belajar hingga mendapatkan pengetahuan yang substantif dan kepercayaan diri. Dan betapa celakanya untuk sikap yang pertama. 

Dunning Kruger Effect di sekitar kita

Di sekitar kita banyak orang yang mungkin memiliki kecenderungan Dunning Kruger Effect. Atau mungkin kita sendiri termasuk hehe.

Sebagai contoh, fenomena debat di media sosial yang tidak pernah kehabisan topik dan selalu mendapatkan tempat bagi penggunanya. Atau di kampus, yang mudah ditemukan abang-abangan yang siap menjajaki diskusi bersama maba-maba binaanya.

Alih-alih memberikan argumen yang runut, abang-abangan kampus ini hanya berhenti pada menyebutkan judul bukunya saja, agar terlihat banyak baca buku atau berhenti pada menyebutkan quote-quote agar dikira memaknai filsuf.

Tidak jarang dalam situasi ini, si abang-abangan kampus ini minimal memahami konteks quotes itu.

Pada akhirnya, diskusi abang-abangan ini memang canggih, setidaknya untuk menjadi hiburan bagi penontonnya.

Editor: Mita Berliana
Penulis

Arfi Hidayat

Mencoba bertahan waras dari dunia yang nyapein. Mahasiswa salah satu Perguruan TInggi Negeri di Yogyakarta
Opini Terkait
Mengkritisi Bimbel SKD CPNS
Menimbang Kembali Aksi Sosial ke Panti Asuhan
Kalimantan Tidak Melulu Tentang Kuyang!
Problematika Penghilangan Sistem Ranking dalam Agenda PPDB

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel