Program Pensiun Tambahan: Bikin Kelas Menengah Kerja Seumur Hidup?

Program Pensiun Tambahan: Bikin Kelas Menengah Kerja Seumur Hidup?

Program Pensiun Tambahan: Bikin Kelas Menengah Kerja Seumur Hidup?
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Apakah dengan mengandalkan dana pensiun saja masyarakat kelas menengah tetap bisa bertahan hidup?

Beberapa waktu yang lalu tengah santer sebuah berita di banyak media Indonesia perihal program pensiun tambahan. Program ini sendiri, pada intinya, nantinya akan memotong sebagian gaji pekerja Indonesia sebagai sumbernya.

Meskipun demikian, tidak semua pekerja Indonesia akan dikenakan pemotongan gaji, melainkan hanya pekerja dengan pendapatan tertentu saja yang diwajibkan mengikuti program pensiun tambahan. Dan lagi, untuk besaran jumlahnya pun belum ada informasi lebih lanjut.

Progam baru dari pemerintah ini memang sifatnya masih wacana sehingga masih perlu untuk digodok terlebih dahulu. Detail dari program pensiun tambahan sendiri masih belum banyak pihak yang mengetahuinya. Namun, yang jelas OJK yang akan bertindak sebagai pengawasnya.

Dinarasikan bahwa program pensiun tambahan bisa dikatakan baik untuk masyarakat karena ada nilai kenaikan manfaatnya. Pasalnya, masyarakat yang sudah pensiun selama ini hanya mendapatkan dana pensiun sekitar 10 hingga 15 persen saja dari gaji terakhir mereka.

Sehingga, dengan adanya program pensiun baru ini masyarakat diharapkan bisa memperoleh dana pensiun lebih tinggi dari persentase selama ini. Hal ini berdasarkan pada standar dari International Labour Organization (ILO) di mana dana pensiun mencapai angka 40 persen.

Nasib Kelas Menengah Lagi-lagi Memelas

Kendatipun ada kenaikan manfaat, jika ditelaah baik-baik, nilai manfaatnya tidak akan mampu menjangkau ke semua kalangan dalam waktu dekat ini.

Memang pemerintah belum menginformasikan kelompok masyarakat mana yang akan menjadi target sasaran program pensiun tambahan. Akan tetapi, secara awam bisa dilihat bahwa masyarakat kelas menengah kemungkinan bisa turut diwajibkan mengikuti program ini.

Jika hal itu terjadi, maka akan semakin memperpanjang rentang kemelasan masyarakat kelas menengah. Sebab, pihak inilah yang akan merasakan kerugiannya.

Sebelum berita program pensiun tambahan mencuat ke permukaan, telah ada laporan dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa sekitar 9,5 juta masyarakat kelas menengah turun kasta.

Penurunan tersebut terjadi karena banyak faktor, di antaranya adalah karena beberapa komoditi untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari harganya naik, sejumlah iuran wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan semakin bertambahnya jenis pajak yang mesti mereka bayar.

Tiga faktor ini benar-benar krusial lantaran menguras banyak pengeluaran para kelas menengah sementara gaji mereka sendiri tidak mengalami kenaikan sama sekali. Singkatnya, pendapatan tetap sama tapi pengeluaran bertambah.

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, saya meyakini bahwa penerapan program pensiun tambahan akan semakin membuat posisi kelas menengah sungguh tidak nyaman dan mengkhawatirkan.

Pasalnya, income yang mereka dapatkan mau tidak mau harus dipangkas untuk memenuhi beban pengeluaran mereka yang semakin bertambah.

Alhasil, semakin sedikit juga uang yang bisa ditabung. Napas jadi mengkis-mengkis, lalu terjun bebas ke kasta bawah secara brutal.

Kondisi ini bisa saja menjadi lebih parah jikalau ada masalah lain yang menghampiri kaum kelas menengah. Misalnya, kemajuan teknologi dan digitalisasi.

Hampir semua masyarakat sepakat bahwa kehadiran teknologi telah memudahkan hidup mereka. Namun, jangan salah sangka, perkembangan teknologi juga bisa menciptakan ancaman bagi sejumlah masyarakat yang terlibat dalam pekerjaan tradisional atau yang dikerjakan dengan tenaga manusia.

Zaman sekarang, segala macam pekerjaan dituntut untuk selesai dengan cepat. Maka dari itu, banyak pekerjaan bertransformasi menjadi otomatisasi.

Pekerjaan administrasi dan back-office salah satunya. Pekerjaan ini umumnya berkutat dengan input data, pengolahan data, penjadwalan, membalas email, dan membuat laporan.

Kehadiran berbagai software otomatisasi dan artificial intelligence (AI) yang semakin canggih berpeluang besar mengambil alih kerja-kerja tadi karena kemampuannya mengolah data yang jauh lebih besar dengan efektif dan efisien.

Apabila kelas menengah benar-benar tergantikan oleh kemajuan teknologi, boro-boro ikut program pensiun tambahan, mikir mau makan apa hari ini pun jadi bikin keringat dingin karena gak ada cuan di kantong mereka.

Tak Ada Kata Pensiun, yang Ada Malah Kerja Seumur Hidup

Jika diperhatikan lebih mendalam, mereka yang berada di kelas menengah kemungkinan besar masih tetap harus bekerja meskipun telah pensiun dan mendapatkan dana pensiun mereka.

Yang jelas, hal ini dikarenakan kenaikan harga kebutuhan hidup sehari-hari, sejumlah iuran wajib, dan pajak yang tak pandang bulu.

Tiga momok besar tersebut tentunya tidak mungkin berakhir seiring berakhirnya masa kerja mereka. Bahkan ketika memasuki masa pensiun pun, mereka masih tetap harus menanggungnya.

Kemudian, apakah dengan mengandalkan dana pensiun saja masyarakat kelas menengah tetap bisa bertahan hidup?

Mungkin saja masih bisa, namun pasti dengan kondisi yang sangat pas-pasan dan terseok-seok. Oleh karena itu, bila tak ingin demikian, para pensiunan dari kelas menengah ini wajib hukumnya untuk terus bekerja demi menyambung hidup yang layak.

Memang miris jika harus membayangkannya. Tabungan yang dimiliki ketika masih aktif bekerja sudah sedikit, eh, pas masa pensiun masih tetap harus kerja banting tulang. Mungkin hanya kematian sajalah yang mampu membuat mereka berhenti bekerja.

Dengan kondisi seperti ini, sudah sepatutnya masyarakat kelas menengah ini mulai mempersiapkan diri. Maksudnya, selagi masih aktif bekerja, suka atau tidak suka, harus meluangkan waktunya untuk memperlajari keterampilan baru dalam rangka menyambut kerja seumur hidup.

Mungkin sedikit masukan dari saya, belajar skill baru ini kalau bisa usahakan cari yang gratisan saja demi menekan anggaran pengeluaran.

Meski sudah menjadi rahasia umum bahwa ilmu gratisan itu sangat receh atau tidak mendalam, tetapi itu masih jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Setidaknya ada usaha serius agar hidup di masa pensiun tidak terlalu berantakan.

Mengharap Kondisi Ideal

Selain dari hal-hal yang telah dipaparkan di atas, fokus terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah juga tidak boleh ketinggalan. Mereka tentu saja wajib berupaya agar kelas menengah ini tak sampai menderita gara-gara program pensiun tambahan.

Bagi saya, pilihannya hanya ada dua; mempertahankan atau menaikkan kelas menengah ke kelas atas. Itulah kondisi idealnya.

Jika memang nantinya program pensiun tambahan dijalankan dan menyasar kalangan kelas menengah, pemerintah tidak boleh mengabaikan mereka.

Intinya, apa yang harus dilakukan pemerintah adalah membuat kelompok tersebut menjadi kelompok masyarakat yang jauh lebih produktif agar memiliki tabungan aktif dan aset yang banyak.

Dua hal itu sangatlah penting karena berperan pada banyak aspek kehidupan mereka. Misalnya, sebagai penopang stabilitas finansial, pelindung di kondisi darurat, fluktuasi ekonomi bahkan inflasi, peningkatan kualitas hidup dan generasi berikutnya (warisan), penguat kemandirian ekonomi, dan penjamin untuk mencapai kesejahterahan jangka panjang dan di hari tua.

Dengan kata lain, kondisi ideal yang terwujud mampu menstimulus masyarakat kelas menengah agar kelak di masa pensiunnya nanti tidak perlu hanya bergantung pada dana pensiun yang diberikan oleh pemerintah.

Di sisi lain, saat kondisi ideal ini sepenuhnya tercapai dampak baik yang lain pun mengikuti, yakni masyarakat kelas bawah perlahan tapi pasti juga dapat naik kasta. Hal ini bukannya tidak mungkin karena masyarakat Indonesia secara luas adalah satu kesatuan pada suatu ekosistem yang tidak jauh berbeda.

Kesimpulan yang bisa saya ambil ialah walaupun pemerintah belum mengesahkan program pensiun tambahan ini, masyarakat tetap perlu bersiap diri. Syukur-syukur semua lapisan masyarakat bersatu padu untuk menunda pengesahan program ini dalam waktu dekat mengingat berbagai ketidakjelasan yang masih mewarnainya.

Lalu untuk pemerintah, alangkah lebih bijaksananya jika mereka mengkaji program ini secara mendalam dan mengupayakan agar masyarakat kelas menengah mencapai kondisi ideal terlebih dahulu sebelum mengimplementasikannya.

Penulis

Shonanar Rohman

Seorang netizen yang menulis dan beropini tentang pendidikan, literasi dan sesekali isu masyarakat.
Opini Terkait
FOMO Isu Politik itu Baik, Tapi…
Kalimantan Tidak Melulu Tentang Kuyang!
Membela Gagasan Sistem Zonasi
Problematika Penghilangan Sistem Ranking dalam Agenda PPDB

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel