Polemik Penetapan Tersangka oleh KPK, Aturannya Tumpang Tindih

Polemik Penetapan Tersangka oleh KPK, Aturannya Tumpang Tindih

Penetapan Henri Alfiandi jadi tersangka malah jadi polemik

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Buntut penetapan lima tersangka atas dugaan korupsi, dua di antaranya melibatkan perwira TNI yang berdinas di Basarnas yaitu Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto menimbulkan polemik.

Pasalnya, polemik mulai muncul usai Mabes TNI menyatakan keberatannya atas penetapan tersangka anak buahnya itu. Militer menilai anggotanya mesti diperiksa dan diadili dalam koridor militer.

KPK sebelumnya, menetapkan Henri menerima suap melalui Afri sebesar Rp88,3 miliar dari sejumlah proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023.

Jelang dua hari penetapan tersangka anggotanya, pada Jumat (29/7) lalu, Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko mengatakan bahwa TNI memiliki aturan tersendiri atas masalah itu.

Usai dirinya mengadakan jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap pada hari yang sama, ia bersama rombongan langsung mendatangi Gedung KPK untuk melakukan koordinasi.

Direktur Penyidikan KPK Mundur

Sejalan dengan adanya keberatan dari pihak TNI, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan kekhilafannya dan permintaan maaf atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh penyidik KPK.

“Ada kekliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan,” ujarnya usai pertemuan dengan sejumlah jenderal TNI.

Berkaitan dengan polemik tersebut, Direktur Penyidikan sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi, Brigadir Jenderal (Brigjen) Asep Guntur Rahayu dikatakan mengundurkan diri dari jabatan tersebut di KPK.

Hal ini juga telah dibenarkan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri yang menyebut Brigjen Asep akan mengajukan surat pengunduran diri kepada pimpinan KPK.

Sementara itu, menurutnya kewenangan ada di tangan pimpinan KPK untuk selanjutnya menerima atau menolak permohonan tersebut.

“Keputusan pimpinan, apakah permohonan tersebut diterima atau ditolak,” terangnya pada Senin, (31/7).

Beda Pendapat Soal Aturan

Permintaan maaf dan kekhilafan yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK itu, selanjutnya menjadi menarik untuk dilihat mengenai aturan OTT dan penetapan tersangka yang melibatkan anggota TNI.

Sejumlah pihak membenarkan tindakan OTT KPK pada Kabasarnas. Namun, benarkah kasus ini seharusnya diadili di pengadilan militer bukan peradilan umum?

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani menyebut tidak ada yang salah dari OTT yang dilakukan KPK, mengingat OTT juga sudah berkoordinasi dengan tim Puspom TNI sampai ke gelar perkara.

“Saya melihat tidak ada yang salah, bahkan Pasal 42 selain koordinasi itu juga menegaskan pengendalian atas perkara tipikor itu ada pada KPK,” katanya saat menjadi pembicara di salah satu program acara pada Senin, (31/7).

Arsul juga menyebut bahwa kasus ini harusnya dilihat dari UU KPK dan KUHAP, serta tidak bisa hanya dari UU Peradilan Militer saja.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana UNSOED Hibnu Nugroho menyebut ada sedikit kesalahan yang dilakukan KPK terkait surat perintah penyidikan (sprindik) yang harusnya dkeluarkan oleh TNI.

“Substansi ada, bukti ada, menyebut nama tapi sprindik belum, sepertinya TNI ada sedikit kurang pas. Memang sprindik itu harus dari TNI,” jelasnya.

Sementara, sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyebut memang benar tidak mengeluarkan sprindik untuk anggota TNI tersebut.

Pihak KPK yang sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI saat ekspose gelar perkara OTT itu, menyebut telah menyepakati lima tersangka. Dua di antaranya adalah anggota militer, yakni Henri dan Afri.

Alexander juga menyebut dalam ekspose itu pihak KPK akan menyerahkan kedua tersangka Basarnas tersebut ke Puspom TNI.

“Oleh karena itu, KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku,” terangnya.

Jokowi Sebut Masalah Koordinasi

Terlepas dari polemik tersebut, Presiden RI Joko Widodo menanggapi kisruh yang terjadi di KPK dan TNI. Menurutnya, ini hanya masalah koordinasi saja.

“Menurut saya itu masalah koordinasi. Masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing, udah kalau itu dilakukan rampung,” pungkasnya pada Senin, (31/7).

Sementara itu, dirinya juga akan melakukan evaluasi terkait perwira TNI yang menduduki jabatan sipil.

“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah (perwira TNI menduduki jabatan sipil) itu. Semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat penting terjadi penyelewenggan, terjadi korupsi,” tutupnya.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel