Sediksi.com – Perjanjian Jumat Agung (Good Friday Agreement) yang dikenal juga sebagai Persetujuan Belfast adalah sebuah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 10 April 1998 di Belfast, Irlandia Utara.
Disepakatinya perjanjian ini berarti mengakhiri konflik bersenjata yang sudah berlangsung selama 30 tahun di Irlandia Utara, yang dikenal sebagai The Troubles.
Latar belakang Perjanjian Jumat Agung
Perjanjian Jumat Agung dilatarbelakangi oleh konflik sektarian bersenjata yang penuh tindak kekerasan dari sekitar tahun 1968 hingga 1998 di Irlandia Utara. Konflik ini melibatkan:
- Anggota serikat pekerja Protestan (loyalis) yang menginginkan provinsi tersebut tetap menjadi bagian dari Britania Raya.
- Anggota nasionalis Katolik Roma (republik) yang menginginkan Irlandia Utara menjadi bagian dari Republik Irlandia.
- Tentara Inggris
- Kepolisian Kerajaan Ulster atau Royal Ulster Constabulary (RUC)
- Rezim Pertahanan Ulster
Baik tentara Inggris, RUC, dan Rezim Pertahanan Ulster dalam konflik ini mempunyai peran sebagai penjaga perdamaian.
Mereka ditugaskan untuk menangani kelompok paramiliter yang berkonflik, yaitu Tentara Republik Irlandia Sementara (IRA) versus Ulster Volunteer Force (UVF) atau loyalis Kerajaan Inggris.
Selama 30 tahun konflik berlangsung, terjadi berbagai tindak kekerasan mulai dari pengeboman, serangan penembak jitu, blokir jalan, penahanan tanpa pengadilan, dan perkelahian di jalanan.
Total korban jiwa dari konflik ini sekitar 3.600 orang dan lebih dari 30.000 orang terluka.
Adapun awal mula konflik Irlandia Utara ini sudah ada dan erat kaitannya dengan sejarah Irlandia secara keseluruhan.
Dan pemicunya adalah serangan Inggris di pulau tersebut untuk yang pertama kalinya, yaitu dalam peristiwa invasi Anglo-Norman yang terjadi pada abad ke-12.
Inggris pun berhasil menguasai Irlandia dan warga Inggris serta keturunannya yang tinggal di Irlandia kemudian disebut sebagai “Inggris Kuno”.
Lalu selama hampir delapan abad kemudian, Inggris dan kemudian Britania Raya secara keseluruhan mendominasi seluruh Irlandia. Penjajahan yang dilakukan oleh Inggris ini akhirnya mulai menggusur para pemilik asli tanah Irlandia.
Sejarah Perjanjian Jumat Agung
Upaya menciptakan perdamaian dalam konflik Irlandia Utara ini secara intensif dilakukan pada awal 1990-an dengan melibatkan pembicaraan antara pihak-pihak yang terlibat.
Pihak-pihak tersebut di antaranya Britania Raya, pemerintah Irlandia, IRA, dan Tentara Pembebasan Nasional Irlandia (INLA).
Adapun yang terlibat dalam proses pembicaraan perdamaian ini adalah para pemimpin politik, termasuk David Trimble dari Partai Unionis Ulster (UUP) atau loyalis dan John Hume dari Partai Sosial Demokrat dan Buruh (SDLP).
Setelah melalui negosiasi yang panjang dan sulit demi mewujudkan perdamaian, akhirnya kesepakatan dicapai pada 10 April 1998.
Isi dari Perjanjian Jumat Agung adalah menetapkan dasar bagi sistem pemerintahan yang baru di Irlandia Utara, dimana kekuasaan dibagi secara merata antara komunitas Katolik dan Protestan.
Perjanjian ini juga menjamin hak-hak sipil dan politik, serta menciptakan Badan Pemantauan, yang bertujuan untuk memantau kelanjutan pelaksanaan kesepakatan.
Pada 22 Mei 1998, sebanyak lebih dari 70% pemilih di Irlandia Utara setuju dengan kesepakatan tersebut. Sehingga, dengan ini Perjanjian Jumat Agung tersebut diberlakukan.
Perjanjian Jumat Agung ini dianggap sebagai tonggak penting dalam mengakhiri konflik di Irlandia Utara dan membuka jalan bagi proses perdamaian dan rekonsiliasi di wilayah tersebut.
Meskipun tantangan dan ketegangan masih muncul dari waktu ke waktu, perjanjian tersebut tetap menjadi kerangka dasar bagi pemerintahan di Irlandia Utara.
Konflik Irlandia Utara belum benar-benar selesai
Tahun 2023, hari jadi Perjanjian Jumat Agung masih dirayakan di tahunnya yang ke-25. Yang berarti Irlandia Utara dan pihak-pihak yang terlibat dalam perwujudan perdamaian ini masih mempertahankan kesepakatan tersebut.
Tapi bukan berarti kekhawatiran akan kembalinya perpecahan yang menyebabkan eskalasi konflik benar-benar menghilang.
Pada Maret 2023, badan intelijen Inggris menaikkan tingkat ancaman terorisme di Irlandia Utara dari “substansial” menjadi “parah.”
Sudah beberapa kali pemerintah yang terbagi ini mengalami ketidakstabilan politik. Terakhir, terjadi pada tahun 2022 ketika partai unionis memprotes perjanjian perdagangan pasca Brexit dengan Uni eropa dan menyebabkan pemerintahan Belfast masih ditangguhkan.
Ketegangan juga masih terjadi di antara dua kubu antara nasionalis atau republik dan loyalis.
Di sisi lain, semakin banyak juga orang yang mengidentifikasi mereka bukan salah satu dari keduanya dan dukungan terhadap partai Aliansi non-sektarian semakin meningkat.
Sehingga konflik pemerintahan Irlandia baik jangka pendek maupun panjang sebenarnya sama-sama belum terselesaikan.