Sediksi.com – Belum genap dua minggu, tilang uji emisi kendaraan bermotor sudah dihentikan oleh pihak kepolisian.
Uji emisi akan tetap dilakukan tetapi, bagi pengendara yang tak lolos, tak akan lagi ditilang.
Seiring berjalannya kebijakan tilang uji emisi yang mulai diberlakukan pada Jumat, (1/9) lalu itu, rupanya dinilai tidak efektif.
Penilangan mulanya diberlakukan untuk pengendara yang tak lolos uji emisi dengan membayar denda Rp250 ribu untuk motor dan Rp500 ribu untuk mobil.
Alasan Tilang Uji Emisi Dihentikan
Irwasada Polda Metro Jaya, juga Kasatgas Pengendalian Polusi Udara, Kombes Nurcholis mengatakan pengendara yang tak lolos uji emisi hanya diimbau untuk servis.
Ia menyebut bahwa penilangan uji emisi dirasa tidak efektif.
“Ternyata penilangan tidak efektif, maka setelah ada Satgas yang tidak lulus uji diimbau untuk diservis, dan kita berusaha komunikasi dengan dealer untuk membantu servis,” katanya yang dikutip dari detikcom pada Senin, (11/9).
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta bersama Polda Metro Jaya resmi menerapkan tilang uji emisi yang akan berakhir pada 31 November 2023.
Sementara, seiring berubahnya kebijakan mengenai tidak adanya lagi tilang uji emisi kendaraan itu, sejauh ini belum ada info apakah kebijakan mengenai pengujian uji emisi masih akan dilakukan sesuai tanggal yang sudah ditentukan atau berhenti di tengah jalan.
Antisipasi Oknum Polusi Nakal
Meski sejauh ini penindakan terhadap kendaraan yang tak lolos uji emisi masih berlangsung dan hanya diimbau servis saja, pihak kepolisian melakukan antisipasi terhadap oknum polisi nakal yang memanfaatkan perubahan kebijakan tersebut.
Wardilantas Polda Metro Jaya AKBP Doni Hermawan menjelaskan operasi uji emisi dilakukan dalam pengawasan di sejumlah titik razia.
Doni juga meminta masyarakat untuk sama-sama mengawasi proses uji emisi yang saat ini masih berlangsung.
Dirinya pun berharap agar tidak ada penyimpangan selama proses kebijakan ini berlangsung.
“Kalau ada hal-hal yang menyimpang penyalahgunaan wewenang, itu bisa dilaporkan. Tentunya akan segera dilakukan,” terangnya.
Tilang Uji Emisi Hanya Solusi Jangka Pendek
Sebagaimana diketahui, polusi udara Jakarta beberapa waktu ini masih dalam kondisi mengkhawatirkan. Seiring sejumlah kebijakan dalam mengatasi polusi udara Jakarta juga sedang diupayakan.
Pemerintah menilai uji emisi ini menjadi solusi jangka pendek yang menekan polusi udara Jakarta.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta 2020, transportasi menempati urutan pertama dengan 67,04 persen sebagai sumber polusi udara Jakarta.
Ini diikuti oleh industri (26,8 persen), pembangkit listrik (5,7 persen), perumahan (0,42 persen), dan komersial (0,02 persen).
Sementara itu, pada Senin (11/9) pukul 15.04 WIB, Jakarta menempati urutan kesembilan sebagai kota paling berpolusi di Indonesia menurut situs IQAir.
Dalam laporannya, tercatat indeks kualitas udara di Jakarta sebesar 131 AQI US yang artinya tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Jakarta diperkirakan masih akan mengalami tingkat polusi yang tidak sehat tersebut hingga seminggu ke depan, tepatnya pada Minggu (17/9).
Grafik riwayat kualitas udara untuk Jakarta hari ini menunjukkan polusi udara paling tinggi terjadi pada pukul 08.00 WIB, di saat para karyawan sedang berangkat kerja dengan indeks 161 AQI US yang artinya tidak sehat.
Tentu saja kebijakan uji emisi yang sudah dilakukan selama beberapa minggu ini, juga masih belum efektif dalam menekan polusi udara Jakarta.
Terlebih ketika melihat kebijakan itu bukan satu-satunya sebagai upaya dan solusi untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta.
Pemerintah bersama para stakeholder lainnya yang sudah berupaya dalam mengatasi dan menekan polusi udara ini, harus terus bekerja keras.
Adapun kebijakan lainnya yang sudah coba dilakukan seperti memberlakukan WFH 20 persen untuk ASN, mengoperasikan LRT Jabodebek dengan harapan masyarakat dapat beralih ke mode transportasi umum.
Lainnya melakukan hujan buatan, hingga paling baru kebijakan water mist untuk gedung-gedung tinggi di sekitar Jakarta.
Selain upaya mengatasi polusi udara Jakarta, pemerintah juga melakukan pencegahan terhadap dampak yang ditimbulkan dalam permasalahan tersebut.
Melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang mengimbau masyarakat Jakarta untuk memakai masker sesuai standar guna melindungi diri dari paparan polusi udara.
Hal tersebut menurutnya, sebagai cara meminimalisir penyakit pernapasan yang bisa terjadi karena imbas polusi.