Sediksi.com – Dinamika dunia kerja menyebabkan perubahan tidak bisa dihindari. Sejak pandemi Covid-19, perubahan di dunia kerja sangat masif dan memengaruhi pekerja serta budaya kerja di seluruh dunia.
Mulai dari yang biasanya kerja berarti harus pergi ke kantor, lalu berubah jadi Work From Anywhere (WFA). Tahu-tahu, saat ini semakin banyak lowongan kerja yang menawarkan sistem WFA.
Pandemi juga berdampak pada perusahaan dari segi keuntungan yang menurun drastis. Sebagai solusi, mereka akhirnya layoff banyak karyawan agar perusahaan bisa tetap bertahan di tengah situasi kritis tersebut.
Pasca pandemi, sama seperti sistem kerja WFA yang masih berlaku, beberapa gelombang layoff yang terjadi selama pandemi juga masih menghantui banyak pekerja sampai saat ini.
Tidak sekadar layoff, tapi juga kemudian berevolusi menjadi silent layoff.
Apa itu silent layoff?
Silent layoff atau dipaksa resign secara halus oleh perusahaan merupakan fenomena yang cukup sering terjadi beberapa waktu belakangan. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di perusahaan dari berbagai negara.
Yang dimaksud silent layoff adalah istilah yang merujuk pada suatu tindakan di mana perusahaan secara diam-diam atau tanpa pengumuman resmi mengurangi jumlah karyawan atau melakukan pemecatan dalam skala yang signifikan.
Dalam silent layoff, perusahaan tidak secara terbuka mengumumkan rencana pengurangan tenaga kerja atau memberikan pemberitahuan kepada karyawan yang terkena dampak.
Alasan perusahaan melakukannya secara tidak terbuka atau diam-diam adalah untuk menghindari perhatian publik atau potensi dampak negatif terhadap reputasi perusahaan.
Selain itu, juga untuk menghindari reaksi negatif karyawan yang terkena dampak. Sehingga akhirnya mengganggu atau memengaruhi produktivitas di tempat kerja secara negatif.
Meskipun silent layoff tidak diumumkan secara terbuka, dampaknya terasa oleh karyawan yang terlibat, yang mungkin kehilangan pekerjaan mereka tanpa peringatan yang cukup.
Hal ini seringkali menimbulkan ketidakpastian dan kecemasan di antara karyawan yang tersisa, yang mungkin khawatir bahwa mereka bisa menjadi target selanjutnya.
Ciri-ciri terjadinya silent layoff
Terjadinya silent layoff akan terlihat dalam bentuk pengurangan karyawan secara bertahap dengan tidak memperpanjang kontrak karyawan, penghentian rekrutmen, atau bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa alasan yang jelas.
Meskipun tindakan ini bisa dibilang tidak melanggar hukum, tapi jika terus terjadi akan memicu kontroversi dan menimbulkan kekhawatiran akan etika perusahaan dan keadilan terhadap karyawan.
Sedangkan dalam konteks manajemen sumber daya manusia, tindakan silent layoff dianggap kurang etis dan tidak transparan karena sudah kewajiban perusahaan untuk bersikap terbuka dan transparan dalam mengelola perubahan organisasi, termasuk untuk urusan layoff ini.
Bahkan jika layoff tidak bisa dihindari, sudah seharusnya perusahaan memberikan pemberitahuan yang cukup kepada karyawan yang terkena dampak serta menyediakan dukungan dan bantuan selama transisi keluar dari perusahaan.
Jadi, apa saja ciri-ciri terjadinya silent layoff atau seperti apa bentuknya?
Tidak memperpanjang kontrak
Memang umum bagi perusahaan untuk memutuskan tidak memperpanjang kontrak. Tapi dalam silent layoff, yang membuatnya tidak wajar adalah perusahaan tidak memberitahukan hal ini sebelumnya.
Dengan tidak memperpanjang kontrak tersebut, perusahaan secara efektif mengakhiri hubungan kerja tanpa harus memberikan alasan atau pemberitahuan kepada karyawan.
Pengurangan karyawan secara bertahap
Pertama, perusahaan tidak memperpanjang kontrak karyawan, bukan dalam jumlah banyak di satu waktu seperti layoff atau PHK perorangan. Jumlahnya tidak banyak, tapi juga tidak sedikit. Tapi yang pasti, terlihat semakin banyak karyawan yang meninggalkan perusahaan dengan alasan diberhentikan oleh perusahaan.
Tidak ada transparansi dalam PHK
Silent layoff juga terjadi dalam bentuk perusahaan menghentikan karyawan tapi tidak menjelaskan kepada yang bersangkutan alasannya. Padahal, mereka juga wajib tahu alasannya.
Tidak memberikan kompensasi yang layak
Dalam beberapa kasus, perusahaan juga tidak memberikan kompensasi yang cukup untuk karyawan yang terdampak silent layoff.
Hal ini dapat terjadi terutama jika perusahaan berusaha untuk mengurangi biaya terkait pemutusan hubungan kerja tanpa memberikan perhatian yang memadai terhadap kesejahteraan karyawan yang terkena dampak.