Sediksi.com – Penyakit rabies menjadi salah satu penyakit menular yang angkanya cukup tinggi di Bali. Penyakit menular dari hewan ke manusia ini, umumnya terjadi di Bali karena gigitan anjing.
Penyakit menular berbahaya yang disebabkan virus rabies bisa menyerang susunan saraf pusat pada manusia. Makanya, penyakit ini bisa menjadi ancaman serius bagi masyarakat Bali, terutama karena kasusnya yang terus alami peningkatan.
Dalam catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada Januari hingga April 2023, terdapat 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) di Indonesia.
Bali menjadi provinsi dengan urutan pertama dalam kasus tersebut yang jumlahnya mencapai 14.827. Angka tersebut rupaya terus mengalami kenaikan hingga per Juni 2023 mencapai 19.035 ribu kasus gigitan rabies.
Serta sebanyak 300 warga dinyatakan positif mendapatkan gigitan rabies dan 4 orang meninggal dunia di Bali.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr. dr. I Nyoman Gede Anom mengungkapkan 4 korban yang meninggal tersebut tersebar di beberapa Kabupatan di Bali.
“Di antaranya 1 kasus berada di wilayah Kabupaten Buleleng, 2 kasus di Kabupaten Jembrana dan 1 kasus di Kabupaten Badung,” ujarnya pada Selasa, 27 Juni 2023.
Perlu diketahui, Bali sendiri sudah menetapkan Jembrana, Bulelang dan Karangasem sebagai 3 kabupaten dengan tanda merah rabies.
Upaya Penanganan oleh Pemerintah Setempat
Pemerintah setempat mengupayakan penanganan akibat dari kasus gigitan HPR tersebut. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan pemberian vaksin, terutama terhadap HPR untuk mencegah meluasnya penularan.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengungkapkan sebanyak 51 persen percepatan vaksin sudah dilakukan. Terdapat 30 ribu jumlah vaksin per Juni 2023 ini. Jumlah tersebut akan bertandah dengan 350 ribu vaksin tambahan dari pemerintah pusat dan 100 ribu dari bantuan Australia.
Pemprov Bali tengah berupaya mengebut vaksinasi gigitan HPR karena memiliki target ditahun 2024 nihil orang yang meninggal karena gigitan rabies dan tahun 2028 Bali bebas kasus rabies.
“Targetnya 2024 di Bali tidak ada yang meninggal karena rabies. 2028 zero rabies binatang dan manusia,” terangnya pada Rabu, 28 Juni 2023.
Pemerintah Bali sendiri telah bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit dan puskemas dengan memiliki Rabies Center.
Dilansir dari laman Kemenkes, salah satunya didirikan Rabies Center di Puskesmas 1 Denpasar Selatan. Rabies Center tersebut melakukan manajemen terhadap pasien kasus gigitan anjing. Penanganan dilakukan mulai dari mengobati luka gigitan hingga pemberian vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR).
Selain upaya tersebut, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali juga sudah membentuk Tim Siaga Rabies (Tisira) sejak awal tahun 2023 lalu.
Tisira diterapkan langsung untuk wilayah desa/kelurahan, dan secara bertahap Tisira akan tersebar di seluruh desa/kelurahan di Bali.
Tugas dari Tisira ini di antaranya, melakukan penyuluhan rabies kepada masyarakat. Kemudian membantu pendataan populasi anjing yang ada di wilayah setempat. Juga membantu pengawasan populasi anjing.
“Tisira ikut berperan dalam upaya penanganan rabies di Bali, khususnya di Legian. Tisira membantu pelaksanaan vaksinasi anjing, dan melaporkan kejadian gigitan anjing ke Puskesmas,” ucap Lurah Legian Putu Eka Martini.
Mengapa Penyakit Rabies Sangat Berbahaya?
Kemkes menyebutkan bahwa rabies menjadi penyakit paling mematikan di dunia dengan tingkat kematian 99,9 persen setelah gejala klinisnya muncul.
Penyakit ini bisa berujung kematian jika penanganannya lamban. Menyebarnya virus ke dalam tubuh baik hewan yang terkena rabies maupun manusia yang tertular rabies hingga timbulnya gejala penyakit ini membutuhkan beberapa waktu.
Pada hewan, masa inkubasinya antara 3 – 8 minggu. Sementara, masa inkubasi pada manusia bervariasi, biasanya 2 – 8 minggu, kadang- kadang 10 hari sampai 2 tahun, tetapi rata- rata masa inkubasinya 2 – 18 minggu.
Adapun sumber penular dari penyakit rabies adalah anjing sebagai sumber penular utama, di samping juga bisa ditularkan oleh kucing dan kera.
Proses daya serang virus rabies ini, setelah virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan hewan (anjing), selama sekitar 2 minggu virus akan tetap tinggal di tempat masuk dan atau di dekat tempat gigitan.
Selanjutnya, virus akan bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan fungsinya. Virus akan terus bergerak, sepanjang perjalanan ke otak, virus rabies akan berkembang biak atau membelah diri (replikasi).
Bila sudah sampai di otak, jumlah virus akan maksimal, kemudian menyebar luas ke semua bagian neuron. Virus akan masuk ke sel-sel limbik, hipotalamus, dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri pada neuron-neuron sentral, maka virus rabies akan bergerak keseluruh organ dan jaringan tubuh untuk berkembang biak seperti adrenal, ginjal, paru-paru, hati dan selanjutnya akan menyerang jaringan tubuh lainnya.
Perlu diketahui, gejala rabies yang terjadi pada manusia di tahap awal akan muncul demam, badan lemas dan lesu, tidak nafsu makan, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan, dan sering ditemukan nyeri.
Setelah itu akan berlanjut dengan rasa kesemutan atau rasa panas di lokasi gigitan, cemas, dan mulai timbul fobia yaitu hidrofobia (fobia terhadap air) dan fotofobia (fobia terhadap cahaya) sebelum meninggal dunia.
Sementara, pada hewan yang sudah terjangkit rabies dicirikan dengan karakter hewan menjadi ganas dan tidak patuh pada pemiliknya, tidak mampu menelan, lumpuh, mulut terbuka dan air liur keluar secara berlebihan, kemudian bersembunyi di tempat gelap dan sejuk, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha, kejang-kejang, dan diikuti oleh kematian.
Pada rabies asimtomatik hewan tidak memperlihatkan gejala sakit namun tiba-tiba mati.
Lakukan Upaya Pertolongan Pertama
Langkah pertolongan pertama yang bisa dilakukan dalam upaya penanganan bagi sesorang yang sudah terlanjur digigit hewan penular rabies ini, seperti anjing yaitu:
- Secepatnya cuci luka gigitan dengan sabun/detergen pada air mengalir selama 15 menit.
- Beri antiseptik dan sejenisnya.
- Bawa ke Puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukan kembali pencucian luka dan mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan indikasinya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi, mengatakan bahwa sebagian besar kematian akibat rabies disebabkan karena terlambatnya dibawa ke fasilitas kesehatan (Faskes). Mereka merasa hanya gigitan kecil dan tidak berdarah, sehingga mereka datang ke Faskes sudah pada kondisi parah, seringnya itu di atas 1 bulan setelah digigit.
“Artinya kalau sudah satu bulan otomatis kita tidak tahu lagi hewannya seperti apa, dan rata-rata mereka baru panik pergi ke Faskes setelah tahu anjing yang menggigitnya itu mati. Jadi yang harus dilakukan jika digigit anjing yang pertama adalah harus segera mungkin pergi ke Faskes untuk dilakukan uji luka,” jelasnya pada konferensi pers secara virtual, Jumat (2/6/23) lalu.