Adopsi Nilai Deklarasi Universal HAM di Indonesia

Adopsi Nilai Deklarasi Universal HAM di Indonesia

Logo Deklarasi Universal HAM (UDHR) 1948

DAFTAR ISI

Sediksi – Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) merupakan prinsip moral mengenai hak-hak dasar manusia untuk hidup yang telah diakui negara-negara di dunia.

Saat ini sebagian besar negara di dunia mengakui dan mengadopsi nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum di dalam UDHR.

Deklarasi Universal HAM pertama kali disampaikan pada rapat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948 di Paris, Prancis.

Melalui Resolusi Majelis Umum PBB 217 A (III), sekitar 48 negara secara resmi mendukung dan menandatangani UDHR di tanggal 10 Desember 1948.

Untuk mengingat peristiwa bersejarah itu, tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Internasional.

Isi Deklarasi Universal HAM

Sesuai dengan pembukaan Deklarasi Universal HAM, tujuan dari dicetuskannya UDHR yaitu untuk memberikan pengakuan secara resmi atas martabat dan hak-hak yang sama pada setiap orang.

Pembukaan UDHR menyebutkan perlunya peraturan hukum sebagai upaya melindungi hak manusia untuk hidup merdeka, adil, dan damai di dunia sehingga tidak ada kesewenang-wenangan dan penjajahan yang menyebabkan orang memilih jalan pemberontakan.

Sedangkan 30 pasal di UDHR merinci beberapa prinsip dan nilai HAM yang melekat pada seseorang.

Beberapa nilai tersebut antara lain,

  1. Setiap manusia merdeka sejak lahir, bebas dari penjajahan dan perbudakan.
  2. Hak setiap orang sama tanpa pengecualian atau pembeda apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.  
  3. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang sama.
  4. Masing-masing orang berhak untuk hidup di sebuah negara dan mendapatkan suaka.
  5. Setiap laki-laki maupun perempuan dewasa berhak untuk membentuk keluarga.
  6. Seseorang berhak untuk bebas menentukan agama dan kepercayaannya.
  7. Berkumpul dan berserikat tanpa adanya kekerasan adalah hak setiap orang.
  8. Setiap orang berhak untuk berpolitik, terlibat dalam pemerintahan negaranya, dan adanya pemilihan umum yang mewadahi kehendak rakyat sebagai dasar kekuasaan pemerintah.
  9. Hak setiap orang atas jaminan sosial, sejahtera, dan mendapat pekerjaan tanpa diskriminasi.
  10. Setiap orang mempunyai hak ekonomi, hak budaya, hak kesehatan, dan hak mendapatkan pendidikan.

Sementara pada pasal 29 UDHR, disebutkan bahwa setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat dan harus tunduk pada batasan-batasan yang ditentukan undang-undang dalam lingkungan yang demokratis.

Pasal 30 menutup UDHR dengan pernyataan bahwa deklarasi tersebut tidak boleh ditafsirkan untuk memberi wewenang suatu negara, kelompok, maupun seseorang melakukan perbuatan yang bisa merusak hak-hak maupun kebebasan yang sudah disebutkan di pasal-pasal sebelumnya.  

Kepatuhan dan ratifikasi UDHR

Setiap negara yang setuju dengan Deklarasi Universal HAM dapat mengadopsi poin-poin yang ada ke dalam peraturan dalam negeri.

Seperti halnya sebuah pernyataan sikap, Deklarasi Universal HAM bersifat tidak mengikat.

Dalam hal ini UDHR tidak dilengkapi dengan mekanisme hukum untuk mengatur kepatuhan negara-negara yang menandatanganinya.

PBB mempromosikan prinsip-prinsip di dalam UDHR melalui Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR atau United Nation Commission on Human Right) yang telah dibentuk tahun 1946, dua tahun sebelum UDHR disampaikan.

Peran UNCHR lalu digantikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB (United Nations Human Rights Council atau UNHRC) pada tahun 2006.

Namun, UNCHR tidak berfungsi sebagai pengadilan atau mekanisme hukum menangani kasus pelanggaran hukum internasional maupun kasus HAM.

Khusus untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang mengadili individu terduga pelaku kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan maupun genosida diselesaikan melalui Pengadilan Kejahatan Internasonal (ICC) di Den Haag, Belanda.

UDHR memunculkan konvensi-konvensi tentang HAM 

UDHR menjadi pionir munculnya beberapa perjanjian internasional dan konvensi tentang HAM seperti Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) tahun 1966, Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) tahun 1966, Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (ICERD) tahun 1965, dan beberapa konvensi internasional lainnya.

Negara-negara yang sepakat menandatangani dan meratifikasi konvensi internasional tentang HAM wajib memberikan laporan perkembangan penerapan HAM di negaranya kepada badan komite yang dibentuk PBB.

Masing-masing konvensi memiliki badan komite pengawas khusus yang memeriksa dan memantau komitmen negara-negara yang telah meratifikasi konvensi-konvensi tentang HAM.

Jadi, walaupun UDHR bersifat tidak mengikat, tetapi ada beberapa konvensi internasional tentang HAM yang mensyaratkan kepatuhan.

Konvensi tersebut bisa merekomendasikan sanksi, biasanya berbentuk tekanan politik hingga kritik internasional, jika terjadi pelanggaran terhadap HAM oleh sebuah negara.

Adopsi Deklarasi Universal HAM di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB ikut mengadopsi nilai-nilai yang terkandung di dalam Deklarasi Universal HAM.

Setelah resmi menjadi anggota PBB pada tahun 1950, Indonesia memasukkan nilai dan prinsip UDHR ke dalam konstitusi, tepatnya saat era reformasi.

Kesesuaian nilai Deklarasi Universal HAM dengan UUD 1945 dapat dilihat terutama pada pasal 27 dan pasal 28A-28J tentang HAM.

Adopsi prinsip dan nilai UDHR juga bisa dicermati pada UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Selain mengadopsi UDHR, Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi tentang HAM seperti pada UU Nomor 29 Tahun 1999 mengenai Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 dan UU Nomor 19 Tahun 2011 Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Meskipun telah mengadopsi UDHR dan meratifikasi beberapa konvensi tentang HAM, praktik dan penerapan HAM di Indonesia masih terus menghadapi tantangan.

Beberapa isu HAM di Indoneisa masih belum tuntas terselesaikan, membutuhkan perhatian bukan hanya dari pemerintah dan para pegiat HAM, melainkan juga perlu pertisipasi masyarakat secara luas.   

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel