Bagi saya yang cenderung konsumtif terhadap segala bentuk pemberitaan media, mungkin minggu ini saya boleh bilang adalah minggu yang penuh dengan teka-teki. Bagaimana tidak hampir dalam waktu yang bersamaan media kita seolah terbagi menjadi dua sudut pandang, meskipun tidak saling bertentangan. Ya pemberitaan kita memang sedang ramai memberitakan tentang dua kejadian luar biasa yang menyita perhatian khalayak. Yang pertama adalah berita tentang seorang mbak cantik, bernama Wayan Mirna Salihin yang meninggal sesaat setelah minum Kopi, di Cafe Olivier Grand city Jakarta. Ya, mbak Mirna meninggal setelah minum seteguk Es Kopi Vietnam. Pemberitaan kedua yang juga tak kalah hebohnya, apalagi kalau bukan tentang peledakan dan baku tembak yang terjadi di depan cafe Starbuck, dekat pusat perbelanjaan Sarinah kawasan Thamrin Jakarta pusat.
Sebelum melanjutkan tulisan ini, walaupun terlambat, “segenap redaksi Sediksi mengucapkan turut berduka dengan rasa yang amat mendalam atas kejadian tersebut”.
Setelah berdoa mari kita lanjutkan.
Pada dasarnya kenapa hal ini saya rasa menimbulkan sebuah teka-teki. Karena dari dua kejadian tersebut jika dibandingkan dan ditarik garis, akan ada hal-hal yang memiliki kesamaan dan mungkin berhubungan. Memang benar dalam dua kejadian tersebut memiliki kesamaan, kesamaan tersebut diantaranya; Sama-sama menimbulkan korban jiwa , sama-sama terjadi di kawasan pusat perbelanjaan, sama-sama menjadi ajang unjuk gigi dan catwalk Direskrim Polda Metrojaya dengan seragam keren kekiniannya, sama-sama menjadi trending topic di social media, sama-sama bersinggungan dengan kopi, yang satu simbol kopi amerika, yang lainnya adalah es kopi simbol vietnam. Dan kesamaan yang terakhir adalah keduanya sama-sama memunculkan spekulasi.
Dari banyaknya kesamaan dan korelasi yang ada, apakah ini sebuah kebetulan?, ataukah ini adalah sebuah konspirasi terencana? Apakah zat sianida yang ditemukan dalam racikan kopi juga ditemukan sebagai bahan baku membuat bom? Lalu apa hubungan dari Kopi Amerika dan Kopi Vietnam? Apakah ini juga berhubungan dengn perang kedua negara yang dulu pernah terjadi? Lalu jika memang untuk menegakkan syariat kenapa diledakan pada 14 januari, bukan 14 februari?
Semua memang masih menyisakan pertanyaan (tidak penting) yang belum sempat dicerna. Dan mengawang-awang di kepala saya. Mungkin hal ini karena saya juga terlalu banyak mengkonsumsi junknews dalam setiap pemberitaan media. Namun ibarat makan semangkuk es krim yang manis. Semakin banyak mengkonsumsi maka semakin haus juga kita merasakan. Begitu pula halnya dalam mengkonsumsi sebuah informasi.
Kebetulan dua hari kemarin saya pulang kampung karena sebuah kepentingan, jika dirumah rutinitas mewah saya adalah menonton televisi, seperti menuntaskan hasrat saat berbuka puasa, saya mengkonsumsi setiap acara televisi dalam waktu yang cukup lama dan penuh penghayatan. Maklum di kontrakkan kami yang mungil tapi indah tidak ada fasilitas televisi. Di ruang tengah yang idealnya digunakan sebagai ruang bersama untuk menonton televisi kita penuhi dengan jajaran rak dan tumpukan buku, sengaja, bukan karena kita ingi terlihat lebih rajin dan produktif, tapi ya karena memang tidak ada televisi di kontrakan kami. Jadi jangan maksa!
Seperti tadi malam (19/1), saya memilih untuk menonton saluran tv yang didominasi tayangan berita. Selain untuk menuntaskan hasrat kehausan saya akan informasi teka-teki kopi, agar juga tetap menjaga mood saya untuk fokus menonton. Karena terus terang akhir-akhir ini sedang musim acara dangdut dengan juri lebay dan lawakan jomblo yang menertawai diri sendiri.
Tergoda mendengar suara serak berat Bang Karni Ilyas, saya memutuskan untuk menonton acara Talkshow yang kerap memancing perdebatan, ya acara yang kalau di Bahasa Indonesiakan bernama Perkumpulan Pengacara Indonesia memang sering mengangkat tema-tema sosial yang sedang ngehits di tengah masyarakat. Bagaikan seorang yang menemukan secangkir kopi disaat begadang di musim hujan, kok ya o, kebetulan ILC malam itu mengangkat tentang peristiwa ledakan di depan warung kopi punya amerika itu. Namun saya sempat mengernyitkan dahi saat membaca judul yang terpampang di layar kaca, “Konser berdarah ISIS di awal tahun”, dengan judul seperti itu kok saya jadi membayangkan ISIS adalah semacam grup band metal yang tengah menggelar konser di malam pergantian tahun baru, kemudian saya juga membayangkan ISIS menjadi serupa Orkes Musik dangdut (OM ISIS) yang biasanya aksi biduan seksinya kerap menyebabkan penonton lupa diri dan akhirnya tawuran, karena saling senggol saat jogetan. Tapi sejenak kemudian, bayangan saya yang ga jelas akan konser itu berubah drastis, saat mengetahui beberapa orang yang hadir dalam acara tersebut. Loh, ya memang karena yang hadir dalam perbincangan tersebut adalah orang kelas wahid di bidangnya masing-masing, diantaranya ada;
- Marsudi syuhud (Ketua PBNU)
- Hendropriyono (Mantan Kepala BIN)
- Ansyaad Mbai (Mantan Kepala BNPT)
- Badrodin Haiti ( Kapolri)
- Tito Karnavian ( Kapolda Metrojaya)
- Nasir Abas (Mantan Panglima Jamaah Islamiyah)
- Natalius Pigai (Komisioner Komnas HAM)
- Prof Salim Said (Guru besar Universitas Pertahanan)
- Petrus Colose ( Deputi Luar Negri BNPT)
- Roni F Sompie (Dirjen Imigrasi)
- Prof Azyumardi Azra
- Beni susetyo atau Romo Beni.
Dengan komposisi seperti itu boleh diibaratkan jika benar-benar sebuah konser, ini adalah konser bintang perpaduan Maestro dalam aliran musiknya masing-masing. Karena memang tak bisa dipungkiri nama-nama besar tersebut selain mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat dan umat, juga mempunyai kewenangan sebagai penentu kebijakan khususnya dalam hal pertahanan dan kemanan. Praktis seperti bayangan saya sebelumnya, diskusi para pakar dan orang besar memang selalu menarik diikuti namun sulit dimengerti. Ya, apalah saya yang belajar tentang hal semacam ini hanya sekedar dari obrolan warung kopi.
Namun saya tak bosan dan menyerah begitu saja, berbekal secangkir kopi pahit, saya menyimak sekaligus belajar apa yang dibicarakan oleh beberapa tokoh ternama tersebut. Setidaknya selama perbincangan dengan durasi hampir 4 jam, obrolan begitu mengalir dan meluas bagi saya yang berpikiran cupet ini. Dimulai dari latar belakang teror, kemudian tentang bahaya radikalisme, berlanjut tentang hak dan kewajiban warga negara, juga dijelaskan tentang upaya deradikalisasi, upaya realisasi percepatan UU Terosrisme, tentang analisis PBB sebagai target, tentang sejarah Walisongo, ada pula tentang kutipan filosofi kedamaian Kahlil Gibran, dalam jawaban spekulatif, teoritis dan normatif para tokoh.
Sampai pertengahan acara, bang Karni menghentikan perbincangan untuk melakukan sambungan video jarak jauh. Dari layar dapat dilihat, seorang dengan perawakan sedang mengenakan baju koko warna krem, dia adalah “Ali Imron”, salah satu terpidana atas kasus bom bali yang pada tahun 2003 oleh PN Bali divonis penjara seumur hidup. Dengan ekspresi dan nada datar dia mengucap Salam. Dengan ekspresi seperti itu saya menebak apa yang akan disampaikan Ali Imron bakal tak jauh beda dari para tokoh sebelumnya datar, normatif, dan filosofis. Atau malah lebih ngawur, karena ya apalah orang yang dipenjara dengan dakwaan extra ordinary crime pasti mendapatkan penjagaan kelas satu, dan susah menjangkau akses informasi dari luar, seperti narapidana di film-film Hollywod yang kadang saya tonton.
Namun yang ditunjukkan Kolega Almarhum Amrozi dan Imam Samudra itu sedikit berbeda dari bayangan saya. Betapa tidak, setelah Ia bercerita panjang lebar tentang beda Terorisme gaya baru yang identik dengan ISIS sebagai ikon, jika dibandingkan dengan aksinya saat belum tobat dulu katanya aksi ini adalah aksi kacangan. “masa baru bisa bikin bom sumbu sekelas petasan sudah berani ngebom jakarta”. Tapi bagi saya, yang menarik dari Ali Imron bukan pernyataan itu. Sebelum Bang Karni mengakhiri sambungan videonya, Ali Imron meminta waktu untuk sedikit menyampaikan pesannya. Nah pesan ini yang cukup membuat saya merenung, dan akhirnya meyakini bahwa “segala hal itu bisa berubah”, apalagi Ali Imron juga cukup adil menyampaikan pesan itu untuk semua yang terlibat dalam pusaran arus konflik dan arus media.
Pesan pertama disampaikan untuk para teroris dan sindikatnya, bahwasanya melakukan jihad dengan bentuk teror, adalah bentuk jihad yang keliru, apalagi teror yang tidak profesional justru akan menjatuhkan nilai dan martabat jihad itu sendiri dan juga martabat seorang muslim, maka berjihadlah di jalan yang benar. Yang kedua nasihatnya ditujukan kepada para ahli, pengamat, Ali imron berpesan supaya jangan sekali-sekali memberikan asumsi terhadap sebuah kejadian karena masyarakat akan menelan pendapat jika ini adalah sebuah rekayasa, settingan dan pengalihan isu, sebuah kejadian dengan tergesa-gesa, karena hal ini akan membuat masyarakat enggan bersikap dan acuh tak acuh dalam mencegah terorisme, lalu nasihat yang ketiga ditujukan kepada media, menurut Ali Imron media harus berimbang dalam bersikap dan jangan berlebihan dalam pemberitaan karena hal ini akan membuat masyarakat cemas dan takut berlebihan dalam beeraktifitas. Dan nasihat terakhir yang diberikan oleh Ali Imron adalah teruntuk masyarakat Indonesia secara luas, Masyarakat jangan terpengaruh pada ajakan-ajakan yang tidak jelas, juga masyarakat janganlah mudah percaya pada pernyataan dan pemberitaan. Tetap tenang dan bersama-sama menjaga kemananan dari tindak terorisme.
Dalam logika saya sungguh apa yang disampaikan adalah nasihat yang komplit dan bijak dari seseorang yang terduga. Selepas tayangan selesai, tertarik dengan nasihat dan penasaran dengan perubahan, saya iseng mencari keyword “Ali imron bom Bali” di mesin pencarian kacamata, hasilnya selain foto-foto peledakan dan persidangan, saya menemukan sebuah blog pribadi Aliimron.com|sebuahcerita. Blog yang berisi catatan pribadi tentang sudut pandangnya dalam menyikapi fenomena, khususnya tentang jihad dan sejenisnya. Entah bagaimanapun caranya Ali Imron ngeblog di balik jeruji besi, tapi saya jadi merasa sedih. Sedih karena saya kerap berspekulasi dan menganggap remeh orang lain, saya juga sedih melihat tulisan Ali Imron yang lebih banyak daripada tulisan kawan-kawan Persma, dan lebih bijak dan berfaedah daripada tulisan banyol ala awak sediksi.
Yasudah, yang penting tetap damai dan ceria.
Salam Damai!