Teori Yunan: Nenek Moyang Indonesia yang Bermigrasi dari Tiongkok

Teori Yunan: Nenek Moyang Indonesia yang Bermigrasi dari Tiongkok

image-29

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Teori yunan menyatakan bahwa nenek moyang Indonesia berasal dari Yunan, sebuah provinsi yang terletak di barat daya Tiongkok, yang kini lebih umum dikenal sebagai Provinsi Yunnan.

Perlu diketahui bahwa istilah ‘Yunan’ ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Yunani. Jangan sampai keliru!

Artikel ini akan menjelaskan pengertian, asal mula, para ahli yang mendukung teori yunan ini. 

Pengertian teori yunan

Teori yunan merupakan teori yang menjelaskan bahwa nenek moyang Indonesia berasal dari Yunan, sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Provinsi Yunnan di Negara Tiongkok.

Alasan teori ini digunakan sebagai salah satu acuan utama dalam menjelaskan asal usul orang Indonesia adalah didukung oleh sejumlah ahli sejarah yang di antaranya adalah Mohammad Ali, Slamet Muljana, Robert Barron von Heine Geldern, dan J.H.C. Kern.

Diawali dengan ditemukannya kapak tua di wilayah Nusantara yang setelah diamati, mempunyai ciri yang sama dengan beberapa yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara.

Dari temuan tersebut, bisa disimpulkan bahwa ada proses migrasi manusia dari wilayah Asia Tenggara ke wilayah Nusantara.

Seiring berlangsungnya proses migrasi, maka bermunculan berbagai kelompok lain atau bangsa yang disebabkan oleh pergerakan ini.

Selain dikarenakan menyebar ke berbagai pulau di Nusantara, proses ini tidak berlangsung hanya dalam sekali waktu.

Melainkan berangsur-angsur dan setidaknya tiga gelombang yang kemudian melahirkan tiga bangsa atau kelompok besar yang terdiri dari Negrito, Proto Melayu, dan Deutro Melayu.

Pendapat para ahli yang mendukung teori yunan

Mohammad Ali

Drs. Mohammad Ali mendukung teori yunan dikutip dari “Buku Siswa Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas 10” yang ditulis oleh Windriarti, S.Pd. 

Bahwa orang Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terpaksa bermigrasi karena didesak oleh bangsa lain yang lebih kuat. 

Dalam proses migrasi tersebut, mereka bergerak ke arah selatan hingga akhirnya berkembang menjadi sekarang ini disebut sebagai bangsa Indonesia. 

Slamet Muljana

Slamet seorang ahli sejarah Indonesia yang mendukung teori yunan. Ia menerangkan bukti-bukti teori yunan dalam buku “Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara” yang dirilis tahun 1964.

Menurut Slamet, jalur yang paling masuk akal menjadi penyebaran penutur bahasa Austronesia purba dari Yunan adalah semenanjung Malaya dan Pulau Sumatera.

Lalu ditambahkan dengan bukti lain dimana sejumlah unsur bahasa Nusantara yang sampai saat ini dirasa ada kemiripan di antara negara-negara Asia Tenggara ini memang dikarenakan berhubungan dengan bahasa yang juga digunakan di daerah Yunan.

Robert Barron von Heine Geldern

Geldern seorang ahli etnografi yang berasal dari Austria. Ia pernah mengkaji kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik. 

Dari kajian tersebut, ia menemukan adanya migrasi massal dari Asia Utara ke Asia Selatan pada masa Neolitikum. Hal ini didukung dengan ditemukannya kapak tua atau kuno yang tersebar di Asia Tenggara dan Indonesia dengan ciri-ciri yang sama tadi. 

Johan Hendrik Caspar Kern

Biasa juga disebut J.H.C. Kern, adalah seorang ahli filologi dari Belanda. Ia mengobservasi akar bahasa masyarakat rumpun austronesia. 

Penelitian Geldern yang merupakan seorang ahli etnografi atau arkeolog ini terinspirasi dari objek yang diobservasi oleh Kern ini.

Berdasarkan artikel “Temuan Rangka Manusia Austronesia di Pantura Jawa Tengah: Sebuah Studi Awal” dalam jurnal ‘Berkala Arkeologi Vol. 33, 2013’, Kern menyatakan bahwa teori bahwa rumpun bahasa Austronesia berakar dari bahasa Austrik.

Bahasa Austrik ini adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh bangsa yang sebelumnya mendiami daerah Yunan, Tiongkok.

Mengapa bangsa Yunan bermigrasi ke Indonesia?

Nenek moyang bangsa Indonesia melakukan migrasi dari Yunan ke Indonesia karena diperkirakan akibat desakan suku bangsa lain yang lebih kuat dan memaksa mereka untuk bermigrasi.

Alasan tersebut bukan satu-satunya. Sebab proses migrasi berlangsung secara berangsur-angsur, dalam kurun waktu setidaknya 1.500 tahun dari 2.000 Sebelum Masehi (SM) hingga 500 SM, serta dilakukan dalam jumlah yang sangat besar.

Sehingga pastinya ada alasan lain yang membuat mereka memilih untuk bermigrasi dari ke selatan, hingga akhirnya menetap di wilayah Nusantara, istilah untuk wilayah sebelum Indonesia merdeka di tahun 1945.

Adapun alasan kedua yang menyebabkan terjadinya migrasi adalah bencana alam seperti banjir dan gempa bumi yang memaksa mereka untuk bermigrasi demi bertahan hidup.

Alasan terakhir adalah demi bertahan hidup tadi. Mereka bermigrasi untuk mencari wilayah yang tanahnya subur untuk bisa menunjang kebutuhan mereka. 

Sebagaimana di wilayah Nusantara sendiri, diketahui banyak wilayah yang subur untuk ditanami, bahkan hingga sekarang. Dan kualitas ini sangat mendukung untuk menunjang penghidupan. 

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel