Mencari Solusi Praktis Menghadapi Writer’s Block

Mencari Solusi Praktis Menghadapi Writer’s Block

Writer's Block dan Buntu Menulis
Ilustrasi: Rizqi Ramadhani Ali

Tatkala writer’s block menghampiri, tangan serasa beku, layar microsoft word yang kosong menatap tajam seolah berbisik, “kayaknya kamu nggak akan bisa menulis sesuatu yang bagus lagi deh”

Sungguh instagram telah berbuat mulia dengan menjadi platform yang sesuai untuk mem-branding diri. Berkatnya, saya dapat mencantumkan predikat sebagai penulis di kolom bio. Sesekali saya pun mengunggah ulang tulisan saya di instagram story. Ini merupakan hal penting, untuk mempertegas pada teman-teman sekaligus pengikut instagram kalau saya adalah seorang penulis.

Jumlah pengikut saya di instagram memang tak banyak, hanya 666. Membandingkannya dengan jumlah Anya Geraldine tentu bukan tindakan tepat. Namun ternyata, jumlah pengikut yang sama dengan angka setan tersebut terhitung berhasil mem-branding diri saya sebagai penulis.

Saya jadi kebanjiran pesan personal yang menanyakan perihal kiat-kiat menulis. Mulai dari pertanyaan bagaimana menumbuhkan motivasi menulis, bagaimana cara menjadi penulis, hingga pertanyaan bagaimana cara menulis buku.

Di antara sekian banyak macam pertanyaan itu, ada satu yang paling sering saya dapati: kebuntuan ide atau writer’s block. Jika sudah mendapat pertanyaan ini, saya kerap kelimpungan. Alih-alih saya yang notabene baru menerbitkan satu judul buku, penulis ternama seperti Ernest Hemingway, Stephen King, dan J. K. Rowling pun kerap mengalaminya. Sayangnya, tidak banyak penulis yang menceritakan pengalaman mereka dalam menghadapi kebuntuan.

Faktanya, Writer`s block, apalagi yang berkepanjangan, bisa merentet ke semua lini hidup penulis. Bahkan, tidak jarang menyebabkan frustasi. Tatkala writer’s block menghampiri, tangan serasa beku, layar microsoft word yang kosong seperti menatap tajam, menimbulkan ketakutan dan sayup-sayup seolah berbisik, “kayaknya kamu nggak akan bisa menulis sesuatu yang bagus lagi deh”.

Baca Juga: 5 Hal yang Dapat Kamu Lakukan Saat Depresi (Bukan Psikolog)

Kecuali kita seorang konglomerat, hambatan semacam writer’s block barangkali tak akan banyak mempengaruhi hidup. Tinggal mencari cara lain mengekspresikan diri. Dengan banyaknya uang yang dimiliki seorang konglomerat, mendapatkan jalan alternatif dalam beraktualisasi bukan perkara sulit.

Sebaliknya, writer’s block adalah musibah besar bagi mereka yang memilih jalan menulis sebagai sumber penghidupan. Tidak menulis sama dengan tidak makan. Karena pundi-pundi rupiah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka peroleh dari menulis.

Seperti pada Film Limitless yang sepenggal kisahnya diulas Nuran Wibisono dalam “Betapa Misteriusnya Otak dan Ingatan Manusia”. Si tokoh utama, Eddie Morra yang mengandalkan hidup dari menulis, mengalami gejala writer`s block berkepanjangan. Hidupnya jadi berantakan, sejalan dengan penampilannya yang juga acak-acakan.

Sekali waktu Eddie bertemu dengan Vernon, bekas kakak iparnya sekaligus mantan pengedar narkoba. Vernon menyodorkan NZT-48, pil tidak berwarna dan tembus pandang yang mampu meningkatkan kepekaannya. Satu pil NTZ-48 dapat mengaktifkan 20 persen sel otak, memaksimalkan kemampuan tubuh—dalam film disebut meningkatkan gairah, ambisi, motivasi, dan fokus.

Dengan mengonsumsinya, telinga Eddie bisa lebih sensitif terhadap suara dan dalam imajinasinya, ia dapat melihat segala sesuatu sangat detil. Kemampuan alam bawah sadarnya juga meningkat, berkat pil tersebut ia mampu mengingat banyak hal yang tiba-tiba saja serasa muncul di otak dan bercampur menjadi informasi berguna. Singkat cerita, pil tersebut membuat ia sangat produktif menulis.

Jika tertarik menggunakannya, boleh-boleh saja. Satu pil seharga 800 dolar AS atau setara dengan harga honda Beat bekas keluaran 2012. Sayangnya, sekalipun ada uang untuk membelinya, pil ini baru ada di film Limitless. Belum dijual di pasaran. Penulusuran saya belum sampai ke pasar gelap, sih.

Baca Juga: Film dan Hasrat Kita Menjadi Orang Lain

Di dunia nyata, cara paling mudah menghadapi kebuntuan semacam ini adalah mengetik writer`s spasi block enter di laman pencarian. Akan muncul tips, cara efektif, cara mengatasi, dan how to overcome ketika writer`s block melanda. Jika penelusuran terus dilakukan, kita akan mendapati beberapa mengemukakan berbagai pendapat.

Salah satunya anjuran untuk tidak memaksakan diri untuk menulis karena justru dapat menyebabkan stress. Salah duanya, saran agar penulis beristirahat, membaca buku, mencuci pakaian, jalan-jalan, atau melakukan solo trip—pokoknya apapun yang dapat mengalihkan perhatian sementara dari hal-hal menulis. Tujuannya sama, agar menemukan petunjuk ide kreatif yang mengalir.

Jika kamu berhasil dengan cara-cara tersebut, syukurlah. Karir penulisanmu bisa lebih panjang. Jika belum cocok, alih-alih bergegas mencari solusi menghadapinya, mengidentifikasi penyebab writer’s block melanda adalah jalan yang lebih baik.  

Dua orang peneliti dari Yale, Jerome Singer dan Michael Barrios, pernah melakukan penelitian ini pada 1970. Hasilnya, ada 4 jenis writer’s block yang kerap dihadapi penulis pada umumnya.

Pertama, buntu menulis karena takut terhadap gagal

Kebuntuan karena takut terhadap kegagalan ini biasanya melanda orang-orang yang perfeksionis. Diperkuat oleh kritik pada diri sendiri yang belebihan. Sederhananya, penulis memiliki ekspektasi yang berlebih, namun terus ada perasaan mengganjal yang akhirnya melumpuhkan ekspektasi tersebut dan membuat ia merasa tulisannya tidak cukup bagus.

Cara terbaik untuk mengatasinya adalah mengendurkan harapan. Menerima bahwa menulis adalah proses yang berantakan. Dengan kata lain, mengubah cara pandang tentang kegagalan, menganggap bahwa kegagalan adalah bagian dari tiap usaha kreatif dan bukan indikasi seseorang tidak memiliki kemampuan yang baik. Karena jenis pertama ini terdorong dari rasa cemas berlebih, merelaksasi diri juga bisa jadi cara baik untuk mengatasinya.

Kedua, writer’s block yang disebabkan takut akan penolakan

Writer`s block jenis ini disebabkan terlalu peduli pada kritik orang lain. Semacam rasa takut oleh penghakiman pihak luar atau takut tulisannya tidak sesuai harapan orang lain. Cara terbaik tentu menutup telinga dari pendapat orang lain.

Ini jelas lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, sih. Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada jalan keluar. Melissa Burkley dalam artikel yang sama menyarankan, untuk mengatasinya, kita bisa menyendiri ketika menulis, tidak membiarkan satu orang pun melihat kita saat sedang menulis dan mengurangi kecucukan tentang pendapat orang lain terhadap kita.

Ketiga, kebuntuan lantaran takut terhadap konsekuensi atas kesuksesannya kelak

Tidak cuma gagal yang ditakuti, ternyata sukses pun punya konsekuensi yang bisa bikin takut. Dan ini menjadi jenis ketiga writer’s block menurut Singer dan Barrios. Kebuntuan macam ini biasanya disebabkan oleh kekhawatiran penulis kalau-kalau nanti kesuksesannya, berdampak negatif pada orang lain. Misalnya, orang lain iri dan kesal, menjauhi si penulis, atau kehilangan teman-teman terdekat.

Lantaran ini biasa dilanda oleh orang-orang yang kerap mendahulukan kebutuhan orang lain di atas kebutuhannya sendiri, cara terbaik mengatasinya adalah belajar memprioritaskan diri. Jenis ini juga bisa disiasati dengan menumbuhkan kepercayaan jika memang kelak akan menjadi penulis sukses, akan ada orang-orang yang siap membantu dan mendampinginya.

Terakhir, buntu karena kurang motivasi diri

Ini terasa lebih kompleks bagi saya. Sebab kebuntuan jenis ini, didorong oleh perasaan “ide kreatif sudah terkuras habis”, ketidakmampuan merangkai kalimat yang padu, atau sulit menemukan diksi yang tepat. Alasan di balik kurangnya motivasi ini pun kompleks. Bosan, lelah, kehilangan prioritas atau bahkan sejak awal tidak mencintai dunia menulis.

“Menjaga jarak” adalah cara yang baik ketika bosan dan lelah. Menyusun ulang prioritas menjadi pilihan tepat menurut Melissa Burkley jika hilangnya motivasi disebabkan hal tersebut. Meningkatkan mood dan berolahraga, cocok untuk yang sejak awal cuma ‘terjebak’ di dunia menulis, karena tuntutan untuk mencari penghidupan.


Lantas, jika cara tersebut telah dilakukan dan motivasi tak juga muncul. Atau, solusi atas ketiga penyebab lainnya (takut gagal, takut penolakan dan takut sukses) telah diilhami, diresapi dan dilaksanakan dengan baik, tapi writer’s block tak kunjung pamit. Barangkali aku, kamu, kita dan seluruh penulis di negeri ini perlu membuat petisi agar pemerintah memproduksi pil NTZ-48.

Jika tidak sanggup produksi, impor dari Cina juga tak apalah.

Editor: Fajar Dwi Ariffandhi
Penulis

Mita Berliana

Instagram: @berliana_mita
Opini Terkait
Patut Dicoba: 8 Pekerjaan untuk Para Caleg yang Gagal di Pemilu 2024
Menulis untuk Keabadian itu Omong Kosong
Kultur Rekrutmen Kerja yang Makin Jancuk

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel