Fenomena Maraknya Penggunaan Kata Estetik

Fenomena Maraknya Penggunaan Kata Estetik

Fenomena Maraknya Penggunaan Kata Estetik
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Selain sudah muak dengan penggunaan kata “estetik” yang berlebihan, saya juga speechless mengetahui ranah estetika sudah melewati batas-batas visual

Sering nggak, denger orang yang dikit-dikit bilang “estetik”? 

Misalnya lagi liat perabotan yang bening dan transparan, bilang “Wah, ini estetik bangeett!”, pas liat pakaian atau sepatu warna pastel “Estetik parah siii.”, sampai liat cahaya lampu remang-remang dibilang “Lucuu nihh kek estetik gitu,” 

Nggak jarang kata “estetik” muncul dalam lini masa media sosial. Seperti, “Cara Mendesain Kamar Estetik”, “Desain Poster Estetik, “Rekomendasi Kafe Estetik yang Asik Buat Nongkrong.” 

Pernah juga beberapa kali saya temukan di media sosial yang membuat postingan Instagram seperti “Contoh Bio Instagram Estetik” atau “Caption Estetik Saat Ulang Tahun.” 

Yang paling mengherankan, dan terkesan berlebihan adalah soalan typing. Terus terang saya kaget ketika membaca suatu postingan tentang typing cantik dan ganteng, yang dinilai estetik. Kayak, jangan pakai huruf kapital di awal kalimat, haram pake anjing; anjir; jiir; apalagi bjiir, selalu menggunakan aku-kamu, dan masih banyak lagi.

Entah siapa yang membuat aturan tidak tertulis macam begitu, yang jelas tersebut telah disepakati oleh netizen media sosial.

Selain sudah muak dengan penggunaan kata “estetik” yang berlebihan, saya juga speechless mengetahui ranah estetika sudah melewati batas-batas visual.

Kita benar-benar keranjingan “estetik”. Tapi sebenarnya apa sih estetik itu? 

Pahami Dulu Deh Artinya, Jangan Dikit-dikit Estetik!

Menurut KBBI, estetik atau estetika dalam bentuk nominanya, mengacu pada salah satu cabang filsafat yang meneliti dan membahas tentang seni dan keindahan serta bagaimana tanggapan manusia terhadapnya. 

Beberapa ahli juga menyumbangkan definisi atas istilah ini. Misalnya Kusmiati (2004) dalam Dimensi Estetika Pada Karya Arsitektur dan Disain berpendapat bahwa, estetika merupakan keadaan dimana seseorang bisa merasakan sensasi keindahan ketika melihat adanya perpaduan yang harmonis antara elemen di dalam suatu objek. 

Sebelumnya, teori mengenai keindahan ini juga disampaikan oleh Djelantik (1999) pada buku Estetika: Sebuah Pengantar, yang mana estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang keindahan dan seluruh aspek dari keindahan tersebut. 

Dari definisi-definisi tersebut dapat kita racik sebuah konklusi bahwa estetika merupakan ilmu yang berkaitan tentang keindahan dalam sebuah seni.

Di Indonesia, khususnya dalam fenomena yang apa-apa dibilang “estetik” ini, istilah tersebut malah semakin mengerucut pada salah satu aliran seni, yakni minimalisme. 

Williams (2023) dalam Seni Minimalis – Eksplorasi Gerakan Seni Minimalis mengartikan minimalisme sebagai gerakan seni yang berfokus pada elemen-elemen utama saja. Sehingga tidak dipungkiri bila aliran minimalisme terlihat bersih dan sederhana. 

Sayangnya, di Indonesia konsep minimalisme ini terlanjur dijadikan sebagai acuan untuk mendefinisikan kata estetik secara keseluruhan. Dari bangunan-ruangan minimalis, fotografi dengan konsep yang dianggap kekinian, benda-benda yang bening atau transparan, warna-warna soft, sampai yang paling nyeleneh adalah penggunaan gadget mahal seperti iPhone dan iPad juga dianggap estetik, hadeuuhh.

Belum lagi soal bio Instagram estetik yang nyatanya cuma kumpulan frasa-frasa bahasa Inggris gaul biar kelihatan lebih bule. Saya heran, bagaimana bisa frasa-frasa maha pendek itu mempunyai nilai estetika jauh lebih tinggi daripada satu bait puisinya Robert Browning? Ini beneran nggak masuk akal!

Padahal, estetika atau keindahan bisa didapatkan dari segala jenis seni dan alirannya. Seni sendiri memiliki banyak cabang, seperti seni patung, seni lukis, seni grafis, seni pertunjukan, dan lain-lain yang mana semua cabang tersebut tidak hanya mengacu pada aliran minimalisme saja. 

Banyak seni patung yang rumit, “nyeleneh”, dan detail tapi nyatanya tidak dianggap estetik oleh anak muda, hanya karena bentuknya tidak minimalis. Saya yakin anak-anak muda akan ogah-ogahan mengatakan seni mural bergambar logo itu estetik, meski penyusunan elemen-elemennya sudah harmonis.

Template Estetik yang Dibawa Influencer

Sempitnya makna estetik yang dipahami awam ini diperparah dengan video influencer

Pernah nggak nonton video A Day in My Life, Study with Me, StudygramHaul Edition, dan sejenisnya di reels Instagram, Tiktok, dan Youtube?

Dalam kegiatannya itu, si pembuat video yang juga influencer pasti menunjukkan ruangannya yang didominasi warna putih dan warna pastel yang soft, kemudian menggunakan barang-barang dari brand terkenal yang harganya mahal, nggak nunjukin muka di videonya. 

Banyak orang bilang kayak gitu tuhh estetik. Nggak jarang influencer-nya self claim bahwa dirinya suka hal-hal berbau estetik, yakni seperti yang ia tunjukkan dalam video. 

Oke lah kalo memang gaya hidup si influencer begitu… tapi yaaa masak semua influencer dengan topik video yang sama kek gitu semuaa. Template bangeett. Kayak ada pakemnya.

Seakan-akan influencer mempromosikan bahwa apa yang dimaksud “estetik” tuh yaaa formatnya harus begituu. Tersebut dapat membuat anak-anak muda ingin mengikuti gaya hidup si influencer agar bisa ikut-ikutan tren estetik juga. 

Banyak juga saya menemui konten Studygram yang menggunakan MacBook atau iPad untuk mendukung aktivitas belajar mereka. Serta dilanjutkan dengan acara pamer dekorasi estetik pada iPad dan aplikasi-aplikasi produktif yang memanjakan mata yang juga hanya ada di iPad. 

Membuat para penonton merasa bahwa syarat untuk produktif adalah harus dengan iPad, atau kalau mau belajar dengan tema dan dekorasi estetik juga harus pakai iPad. Ini tentunya kurang tepat. 

Tidak hanya itu, banyaknya video unboxing gadget mewah seperti iPhone yang dikemas dalam konsep “template” estetik. Kayak iPhone-nya dipakein case bening terus ditempelin stiker-stiker lucu. 

Ini juga dapat mengundang gagasan bahwa kalau mau estetik seperti dia ya berarti harus punya iPhone. Padahal, gadget-gadget lain dengan harga terjangkau juga bisa kok digituin. Nggak harus iPhone. Asalkan si pengguna terampil.

Dalam era digital dan media sosial, ‘estetik’ telah menjadi kata kunci yang melibatkan kita dalam pencarian suatu keindahan. Tapi yaa nggak yang apa-apa dibilang estetik. Serius dah enegg bangeett. Kalaupun ingin memasukkan unsur estetik ke hidup dan lini kegiatan kita, masih banyak cara kok, nggak harus seperti yang ada di konten influencer.

Editor: Mita Berliana
Penulis

Bella Yuninda Putri

Makhluk Tuhan paling Sensi
Opini Terkait

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel