3 Kisah Abu Nawas: Sebuah Cerita yang Cerdik dan Lucu

3 Kisah Abu Nawas: Sebuah Cerita yang Cerdik dan Lucu

Kisah Abu Nawas

DAFTAR ISI

Sediksi – Pernahkah mendengar seorang penyair yang bisa membuat orang tertawa dengan kata-katanya? Seorang penyair yang bisa mengakali siapa saja dengan trik-trik cerdiknya? Seorang penyair yang dapat menulis tentang anggur, cinta, perburuan, dan agama dengan keterampilan dan pesona yang sama?

Jika belum, maka izinkan saya memperkenalkan tentang kisah Abu Nawas, salah satu penyair yang paling terkenal dan dicintai dalam literatur Arab.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa kisah Abu Nawas yang paling populer dan menarik, dan melihat bagaimana dia menggunakan bahasa dan kreativitasnya untuk menciptakan karakter dan situasi yang tak terlupakan.

Tentang Abu Nawas

Abu Nawas lahir di Ahvaz, Iran, sekitar tahun 756 Masehi. Dia pindah ke Baghdad, Irak, ketika dia masih muda dan menjadi murid penyair terkenal Khalaf al-Ahmar.

Dia segera mendapatkan ketenaran dan pengakuan atas puisinya, yang dipuji oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan istananya. Dia juga berteman dengan banyak orang berpengaruh, seperti Barmakids, keluarga wazir yang kuat.

Abu Nawas menulis puisi dalam berbagai genre; bakatnya yang luar biasa paling dikenal dalam puisi-puisi tentang anggur dan puisi-puisi berburunya.

Namun, ia juga terkenal dengan cerita-ceritanya, yang sering kali lucu, satir, dan terkadang tidak sopan. Dia menggunakan ceritanya untuk mengejek kemunafikan dan korupsi masyarakat, menantang otoritas dan kebijaksanaan para penguasa dan cendekiawan, serta menghibur dan menghibur pendengarnya dengan kecerdasan dan imajinasinya.

Baca Juga: 12 Syair Abu Nawas yang Terkenal: Permohonan Maaf Menyentuh Hati

Kisah Abu Nawas

Ada banyak kisah Abu Nawas yang telah diwariskan dari generasi ke generasi dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Beberapa di antaranya didasarkan pada pengalaman hidupnya sendiri, sementara yang lain terinspirasi oleh cerita rakyat atau legenda. Berikut adalah beberapa contoh dari kisah Abu Nawas:

Kisah Wazir yang Serakah

Suatu hari, Abu Nawas diundang ke sebuah pesta oleh Wazir Ja’far al-Barmaki, yang dikenal karena kedermawanan dan kebaikannya.

Namun, ketika Abu Nawas tiba di istana, ia melihat bahwa wazir tersebut telah menyiapkan perjamuan yang sangat mewah dengan berbagai macam makanan dan hidangan.

Abu Nawas menyadari bahwa wazir tersebut mencoba untuk membuatnya terkesan dan memamerkan kekayaan dan kekuasaannya.

Abu Nawas memutuskan untuk memberinya pelajaran. Dia berpura-pura sangat lapar dan memakan semua yang dihidangkan kepadanya.

Dia makan begitu banyak hingga memenuhi perut dan bahkan lengan bajunya dengan makanan. Dia juga memuji makanan itu dan meminta lebih banyak lagi. Wazir terkejut dan senang dengan selera makan Abu Nawas dan memujinya atas selera makannya yang baik.

Namun, ketika pesta telah usai, Abu Nawas meminta permisi. Ia mengatakan bahwa ia harus pergi ke masjid untuk salat. Wazir setuju dan memberinya izin untuk pergi.

Segera setelah Abu Nawas meninggalkan istana, dia pergi ke pasar terdekat dan menjual semua makanan yang disembunyikan di lengan bajunya. Dia menghasilkan banyak uang dari situ.

Keesokan harinya, Abu Nawas kembali ke istana dan berterima kasih kepada wazir atas keramahannya. Dia mengatakan bahwa dia sangat menikmati makanan tersebut sehingga dia ingin membaginya dengan teman-temannya.

Dia kemudian memberikan wazir tersebut sekantong penuh uang yang dia dapatkan dari hasil menjual makanan. Sang wazir terkejut dan malu dengan tipu daya Abu Nawas.

Dia menyadari bahwa Abu Nawas telah menipunya dan membeberkan keserakahannya. Dia meminta maaf kepada Abu Nawas dan memintanya untuk memaafkannya.

Abu Nawas tersenyum dan berkata bahwa ia memaafkannya. Dia juga menasihatinya untuk lebih rendah hati dan dermawan dengan hartanya, dan tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang tidak perlu.

Kisah Perburuan Singa

Di hari lain, Abu Nawas pergi berburu bersama Khalifah Harun al-Rasyid dan beberapa bangsawan lainnya. Mereka mencari singa di padang pasir. Namun, Abu Nawas tidak tertarik untuk berburu singa. Ia lebih memilih untuk berburu kelinci atau burung.

Diam-diam ia meninggalkan kelompoknya dan berkeliling sampai ia menemukan lubang kelinci. Dia menangkap seekor kelinci dan memasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian dia kembali ke kelompoknya dan berpura-pura telah membunuh seekor singa.

Dia menunjukkan tasnya kepada mereka dan berkata: “Lihatlah apa yang telah saya tangkap! Seekor singa yang ganas! Sangat sulit untuk menangkapnya, tetapi saya berhasil melakukannya dengan keberanian dan keterampilan saya!”

Khalifah dan para bangsawan penasaran dan ingin melihat singa itu. Mereka membuka kantong itu dan melihat seekor kelinci di dalamnya. Mereka menertawakan Abu Nawas dan mengejeknya karena kebohongannya.

Abu Nawas tidak merasa malu atau gentar. Dia berkata: “Apa yang kalian tertawakan? Ini adalah seekor singa! Singa yang sangat langka dan istimewa! Ia disebut singa kelinci.

Ia memiliki telinga dan ekor kelinci, tetapi memiliki hati dan semangat singa. Ia sangat berani dan kuat. Ia dapat bertarung dan mengalahkan hewan lainnya. Ia adalah raja padang pasir!”

Khalifah dan para bangsawan merasa terhibur dengan cerita Abu Nawas. Mereka memintanya untuk membuktikan klaimnya. Mereka menantangnya untuk membuat kelinci-singa bertarung dengan singa sungguhan.

Abu Nawas setuju dan berkata: “Saya akan menunjukkan kepada kalian betapa kuatnya singa-kelinci ini. Tapi pertama-tama, kalian harus mencarikan saya seekor singa sungguhan. Seekor singa yang lemah dan tua. Seekor singa yang sakit dan lelah. Seekor singa yang tidak memiliki gigi dan cakar. Seekor singa yang takut akan segalanya. Seekor singa yang siap untuk mati.”

Khalifah dan para bangsawan mencari untuk waktu yang lama, tetapi mereka tidak dapat menemukan singa tersebut. Mereka menyadari bahwa Abu Nawas telah menipu mereka lagi. Mereka menyerah dan mengakui bahwa Abu Nawas telah menang.

Abu Nawas berkata: “Kalian lihat? Tidak ada tandingan untuk singa kelinciku. Ia adalah pemburu terbaik di dunia. Ia dapat membunuh singa manapun dengan mudah. Ia adalah raja padang pasir yang sebenarnya!”

Khalifah dan para bangsawan bertepuk tangan untuk Abu Nawas karena kepandaian dan humornya. Mereka memujinya karena puisi dan kisah-kisahnya.

Kisah Tiga Pertanyaan

Suatu hari, Abu Nawas sedang berjalan di jalan ketika ia bertemu dengan seorang ulama yang terkenal sombong dan angkuh.

Ulama tersebut menantang Abu Nawas untuk beradu pengetahuan. Dia mengatakan bahwa dia akan mengajukan tiga pertanyaan kepada Abu Nawas, dan jika dia tidak dapat menjawabnya, dia harus membayar denda kepadanya.

Abu Nawas menerima tantangan tersebut dan berkata: “Tanyakan apa saja yang kamu inginkan. Saya siap menjawab pertanyaanmu.”

Sang ulama bertanya kepadanya: “Apakah hal yang paling indah di dunia ini?”

Abu Nawas menjawab: “Hal yang paling indah di dunia adalah kebenaran.”

Sang ulama bertanya lagi kepadanya: “Apa hal yang paling berharga di dunia?”

Abu Nawas menjawab: “Sesuatu yang paling berharga di dunia adalah waktu.”

Sang ulama bertanya lagi kepadanya: “Apa hal yang paling berguna di dunia?”

Abu Nawas menjawab: “Hal yang paling berguna di dunia adalah ilmu.”

Sang ulama terkesan dengan jawaban Abu Nawas. Dia berkata: “Engkau telah menjawab pertanyaan saya dengan benar. Engkau benar-benar orang yang bijaksana.”

Abu Nawas berkata: “Terima kasih atas pujianmu. Tetapi sekarang giliranku untuk mengajukan tiga pertanyaan kepadamu. Jika kamu tidak dapat menjawabnya, maka harus membayar denda kepada saya.”

Sang ulama setuju dan berkata: “Tanyakan apa saja yang kamu inginkan. Aku siap menjawab pertanyaanmu.”

Abu Nawas bertanya kepadanya: “Apakah hal yang paling pahit di dunia ini?”

Sang ulama berpikir sejenak dan berkata: “Sesuatu yang paling pahit di dunia ini adalah racun.”

Abu Nawas berkata: “Salah! Hal yang paling pahit di dunia adalah penyesalan.”

Abu Nawas bertanya kepadanya: “Apa hal yang paling manis di dunia ini?”

Sang ulama berpikir sejenak dan berkata: “Sesuatu yang paling manis di dunia ini adalah madu.”

Abu Nawas berkata: “Salah! Hal yang paling manis di dunia ini adalah cinta.”

Abu Nawas bertanya kepadanya: “Apa hal yang paling berbahaya di dunia ini?”

Sang ulama berpikir sejenak dan berkata: “Hal yang paling berbahaya di dunia adalah api.”

Abu Nawas berkata: “Salah! Hal yang paling berbahaya di dunia ini adalah kebodohan.”

Sang ulama merasa malu dan terhina dengan pertanyaan Abu Nawas. Dia berkata: “Engkau telah mengajukan pertanyaan yang sangat sulit kepadaku. Aku tidak bisa menjawabnya dengan benar. Engkau memang orang yang pandai.”

Abu Nawas berkata: “Terima kasih atas pengakuanmu. Tetapi sekarang kamu harus membayar denda kepada saya.”

Sang ulama bertanya kepadanya: “Berapa banyak yang kamu inginkan?”

Abu Nawas berkata: “Saya ingin kamu berhenti bersikap sombong dan bodoh, dan mulai bersikap rendah hati dan berilmu. Itu adalah bayaran saya.”

Sang ulama setuju dan berkata: “Saya akan melakukan apa yang engkau katakan. Engkau telah mengajarkanku sebuah pelajaran yang berharga.”

Itulah beberapa kisah Abu Nawas, yang menunjukkan kecerdasan, kreativitas, humor, dan kebijaksanaannya. Dia menggunakan kisah-kisahnya untuk menghibur, mendidik, mengkritik, dan menginspirasi para pendengar dan pembacanya.

Dia juga menggunakan cerita-ceritanya untuk mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan, masyarakat, agama, dan politik.

Abu Nawas bukan hanya seorang penyair yang hebat, tetapi juga seorang pendongeng yang hebat. Kisah-kisahnya telah dinikmati oleh orang-orang dari segala usia dan latar belakang selama berabad-abad.

Kisah Abu Nawas telah mempengaruhi banyak penulis dan seniman lain, seperti Khalil dan Rumi. Kisah-kisahnya juga telah diadaptasi ke dalam berbagai bentuk media, seperti buku, film, kartun, dan permainan.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel