Sediksi.com – Apakah kamu pernah merasa bekerja tanpa benar-benar bekerja? Atau mungkin hanya ingin bertahan hidup dengan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja? Ya, itu adalah quiet quitting di dunia kerja yang sering terjadi pada generasi Z, si paling Work-Life Balance.
Omong-omong, apa itu quiet quitting di dunia kerja?
Istilah ini juga bisa dikatakan pemberontakan halus terhadap kelelahan atau stres dalam bekerja. Seorang karyawan yang mengalami quiet quitting tahu kapan harus menutup laptop dan meninggalkan meja bukannya terperangkap dalam lembur yang melelahkan.
Apakah ini adalah hal yang baik? Apa saja hal yang menjadi penyebabnya? Cari tahu jawaban lebih lengkap dengan baca artikel berikut sampai akhir!
Apa Itu Quiet Quitting di Dunia Kerja
Quiet quitting adalah istilah yang menggambarkan perilaku melakukan pekerjaan hanya sesuai porsi dan tanggung jawabnya. Mereka melakukan sesuai persyaratan minimum dan tidak menghabiskan lebih banyak waktu atau tenaga untuk bekerja.
Dalam dunia kerja, ini berarti seorang karyawan hanya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, masuk dan pulang sesuai dengan jam kerja, tidak bekerja saat akhir pekan, hingga tidak melakukan lembur. Perilaku ini dianggap bisa membantu karyawan untuk menyeimbangkan waktu antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
Intinya, mereka hanya akan melakukan apa saja yang perlu dilakukan dan bertahan untuk melanjutkan hidup.
Apakah ini adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh karyawan? Memang dampak positif yang bisa kamu dapatkan cukup banyak, seperti kesehatan mental dan fisik terjaga, keseimbangan hidup membaik, hingga efisiensi pekerjaan meningkat.
Walaupun begitu, ada juga beberapa dampak negatif yang akan kamu rasakan, mulai dari tidak mendapatkan banyak pengakuan atau penghargaan, motivasi dan kreativitas berkurang, hingga karier tidak berkembang.
Keputusan untuk melakukan quiet quitting sangat tergantung pada kebutuhan, nilai, dan prioritas pribadi masing-masing karyawan. Beberapa orang mungkin menemukan manfaat dalam mengadopsi strategi ini, sementara yang lain mungkin merasa bahwa keterlibatan yang lebih besar dalam pekerjaan adalah kunci kepuasan dan perkembangan karier.
Penyebab Quiet Quitting
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang melakukan quiet quitting ketika bekerja, antara lain:
Beban Kerja yang Berlebih
Salah satu keluhan umum dari orang yang melakukan quiet quitting adalah merasa seolah mereka harus melakukan pekerjaan milik dua sampai tiga orang. Ini seringkali terjadi pada karyawan yang sebelumnya semangat, tetapi akhirnya merasa terlalu dibebani karena bekerja terlalu keras sampai lelah.
Situasinya bisa semakin rumit ketika beban kerja bertambah karena pergantian staf. Ketika ada karyawan yang pergi, anggota tim yang tersisa harus mengambil peran mereka sembari menunggu karyawan baru datang.
Ini bisa membuat karyawan merasa kelelahan dan frustrasi, terutama jika waktu menunggu lama atau sering terjadi pergantian. Terkadang, beban kerja yang berlebihan juga bisa disebabkan oleh kurangnya tanggung jawab dan akuntabilitas dari sebagian anggota tim yang lain.
Tidak Mendapat Banyak Dukungan
Ketika atasan peduli dan mendukung, karyawan biasanya bisa menanggung situasi kerja sulit dengan semangat. Namun, ada kalanya seorang karyawan bisa merasa down dan memilih untuk melakukan quiet quitting jika merasa atasan tidak memperhatikan atau tidak bisa membela mereka.
Ini bukan berarti atasan tersebut buruk, mungkin saja mereka tidak sadar, terlalu banyak tugas, atau tidak efektif dalam membantu karyawan. Beberapa karyawan mencoba mengungkapkan kekhawatiran mereka dan meminta bantuan, tapi sayangnya, ada sejumlah atasan yang tidak tanggap atau lambat bertindak.
Terkadang, daripada memberikan dukungan atau solusi, atasan justru mendorong karyawan untuk terus bekerja keras.
Merasa Tidak Dihargai
Beberapa orang yang melakukan quiet quitting berpendapat, “Kenapa harus kerja lebih jika bayarannya kecil?”
Ada banyak juga pekerja yang merasa mereka sudah melakukan pekerjaan yang lebih dari cukup untuk bayaran yang mereka terima. Masalah intinya adalah perasaan kurang dihargai. Akibatnya, mereka memutuskan untuk mengurangi dedikasi dan usaha mereka di kantor. Ini tidak hanya tentang uang, tetapi juga tentang merasa dihormati.
Saat usaha ekstra tidak diakui, karyawan merasa atasan kurang menghargai kerja keras dan pengorbanan mereka. Ini membuat para karyawan merasa seperti dimanfaatkan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa apresiasi bukan hanya tentang gaji. Selain kenaikan upah, atasan bisa menawarkan jaminan promosi dengan batas waktu tertentu. Atasan juga bisa memberikan tunjangan dan fasilitas tambahan, seperti libur ekstra, makanan gratis, hingga kebebasan untuk memilih proyek.
Setelah mengetahui apa itu quiet quitting di dunia kerja, apakah kamu berencana akan menerapkannya?