Deforestasi masih menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di Indonesia. Dari Sumatera sampai Papua, hutan yang seharusnya menjadi penyangga kehidupan terus menyusut akibat pembalakan, perkebunan monokultur, dan ekspansi permukiman.
Dampak deforestasi bisa kita saksikan dari banjir Sumatera. Meski bukan satu-satunya penyebab banjir bandang di Sumatera Utara, Aceh maupun wilayah lainnya, ini menunjukkan bahwa deforestasi mesti segera dihentikan.
Berdasarkan data, Indonesia kehilangan 17 persen tutupan hutan selama periode 2000–2019 (26,8 juta hektare). Padahal, di buku pelajaran anak sekolah, Indonesia selalu diajarkan sebagai Zamrud Khatulistiwa. Sekarang, seberapa hijau?
Hutan tidak hanya menyimpan keanekaragaman hayati, tetapi juga memegang peranan penting dalam mengatur air. Ketika pepohonan hilang, kemampuan alam untuk mengendalikan aliran air terganggu dan risiko banjir meningkat drastis.
Simak bagaimana dampak deforestasi memperburuk banjir serta mengapa menghentikan pembalakan menjadi kebutuhan mendesak untuk keselamatan manusia dan keberlanjutan lingkungan.
Apa yang dimaksud dengan deforestasi?

Deforestasi menurut para pakar adalah proses hilangnya tutupan hutan secara permanen akibat penebangan, pembakaran, atau konversi lahan yang membuat ekosistem hutan tidak mampu pulih kembali.
Para ahli kehutanan seperti Daniel Nepstad hingga William F. Laurence yang puluhan tahun meneliti Hutan Amazon menekankan bahwa deforestasi bukan sekadar menebang pohon, tetapi merusak seluruh sistem ekologis yang mengatur air, tanah, iklim, dan keanekaragaman hayati.
Nepstad sendiri melihat tidak ada penurunan signifikan soal deforestasi di Indonesia, terutama di hutan tropis Kalimantan. Pada 2015, ketika kebakaran hutan melanda Kalimantan, Nepstad menyebut deforestasi jadi salah satu penyebab utama.
Jadi bukan cuma soal pohon tumbang, tapi runtuhnya satu jaringan kehidupan yang seharusnya menjaga kita dari bencana lingkungan.
Artikel ini secara khusus akan membahas dampak deforestasi terkait banjir.
Dampak deforestasi terkait banjir

Meningkatnya risiko banjir besar
Hutan bekerja sebagai spons raksasa. Akar pepohonan menyerap, menyimpan, lalu melepaskan air secara perlahan ke dalam tanah.
Ketika hutan dibabat, tanah kehilangan struktur yang membuatnya mampu menyerap air. Hujan deras berubah menjadi limpasan permukaan yang mengalir cepat ke sungai. Volume air naik dengan tiba-tiba dan potensi banjir besar menjadi lebih tinggi.
Beberapa kejadian banjir bandang di Indonesia terbukti berkaitan dengan hilangnya tutupan hutan di daerah hulu.
Erosi tanah dan sedimentasi sungai
Tanpa akar pohon yang mengikatnya, lapisan tanah atas mudah tergerus hujan. Erosi terjadi dan tanah terbawa menuju sungai. Dalam jangka panjang, sungai menjadi dangkal, daya tampungnya menurun, dan risiko banjir pun meningkat.
Pendangkalan waduk dan irigasi juga menyebabkan kerusakan turunan yang memengaruhi pertanian dan suplai air bersih.
Perubahan pola aliran sungai
Ketika hutan dibuka, pola aliran air berubah. Tanah yang dulu mampu menahan hujan memberi kesempatan air meresap kini hanya membiarkan air mengalir di permukaan. Akibatnya, sungai menerima debit air lebih besar dalam waktu lebih singkat.
Daerah hilir menjadi lebih sering kebanjiran, terutama saat musim hujan dengan intensitas tinggi.
Penurunan kualitas air
Deforestasi membuat sedimen, lumpur, dan limbah mudah terbawa ke sungai. Air keruh dan tercemar menjadi masalah serius bagi masyarakat yang bergantung pada sungai sebagai sumber air bersih.
Kualitas air yang buruk meningkatkan biaya pengolahan air bersih dan berisiko menimbulkan penyakit.
Kerugian ekonomi dan sosial
Banjir tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan kerugian besar. Lahan pertanian gagal panen karena erosi, rumah warga rusak, akses jalan terputus, dan aktivitas ekonomi berhenti.
Kondisi ini menjadikan deforestasi bukan lagi isu ekologis semata melainkan juga masalah sosial ekonomi yang berdampak luas.
Mengapa pembalakan harus dihentikan
Hutan sebagai sistem penyangga air
Hutan adalah bagian penting dalam siklus hidrologi. Kanopi pohon mengurangi kecepatan jatuhnya air hujan, sementara akar pepohonan membantu air meresap ke tanah. Semua mekanisme ini membuat aliran air lebih stabil dan mengurangi risiko banjir mendadak.
Tanpa hutan, siklus air menjadi kacau.
Menjaga keanekaragaman hayati
Hutan adalah rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna. Hilangnya keanekaragaman ini mengganggu keseimbangan ekosistem. Tanah menjadi lebih rentan rusak, siklus nutrisi terganggu, dan stabilitas air menurun.
Keanekaragaman hayati bukan hanya kekayaan alam, tetapi juga fondasi lingkungan yang sehat.
Peran hutan dalam menstabilkan iklim lokal
Pepohonan memengaruhi suhu dan kelembapan udara. Mereka membantu pembentukan awan dan menjaga curah hujan tetap stabil. Ketika tutupan hutan hilang, pola hujan berubah dan beberapa wilayah menjadi lebih mudah mengalami hujan ekstrem.
Perubahan kecil pada iklim lokal dapat memperbesar risiko banjir.
Solusi untuk Mengurangi Dampak Deforestasi
Deforestasi sudah terjadi di sana-sini. Sembari kita menuntut deforestasi dihentikan, dampak deforestasi sudah dirasakan. Ada sejumlah solusi yang dianjurkan oleh pegiat untuk melakukan konservasi, misalnya:
Reboisasi dan restorasi lahan kritis
Menanam kembali hutan yang rusak adalah langkah penting. Reboisasi membantu memulihkan daya serap tanah dan memperbaiki struktur tanah.
Program restorasi hutan di berbagai daerah menunjukkan bahwa pemulihan ekologis dapat menurunkan risiko banjir dalam beberapa tahun.
Penguatan penegakan hukum
Pembalakan liar masih terjadi karena lemahnya pengawasan. Penegakan hukum yang tegas, pembaruan regulasi, dan pengawasan berbasis teknologi dapat menekan aktivitas ilegal.
Kebijakan tata ruang berbasis ekologi juga perlu diperkuat agar pengelolaan hutan lebih terarah.
Praktik kehutanan berkelanjutan
Konsep seperti agroforestri dan sertifikasi hutan lestari memungkinkan pemanfaatan hutan tanpa merusaknya.
Pendekatan ini membantu menjaga tutupan vegetasi, memperbaiki tanah, dan tetap memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat maupun pelaku usaha.
Edukasi dan partisipasi masyarakat lokal
Masyarakat yang tinggal dekat hutan memegang peran penting. Ketika mereka diberi pengetahuan dan dukungan ekonomi yang memadai, ketergantungan pada pembalakan menurun.
Program desa hutan, patroli warga, dan pemberdayaan ekonomi lokal terbukti efektif menjaga keberlanjutan hutan.
Dukungan konsumen terhadap produk ramah lingkungan
Pilihan konsumsi masyarakat memengaruhi rantai pasok. Mendukung produk yang bersertifikasi lestari membantu menekan permintaan bahan baku yang berasal dari hasil deforestasi.
Transparansi produksi menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Deforestasi adalah masalah yang membawa dampak langsung pada kehidupan masyarakat, terutama melalui meningkatnya risiko banjir dan kerusakan lingkungan. Hutan bukan hanya kumpulan pohon tetapi sistem yang menjaga air, tanah, udara, dan kehidupan manusia.
Menghentikan pembalakan dan memulihkan hutan adalah investasi jangka panjang untuk keselamatan generasi sekarang dan mendatang. Dengan memahami perannya, masyarakat dapat ikut menjaga kelestarian hutan sebagai benteng alami yang melindungi kita dari bencana.
Rujukan
Laurance, W. F., & Vasconcelos, H. L. (2009). Deforestation and forest fragmentation in the Amazon. In Tropical Biology and Conservation Management, Vol. II. Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).
Nepstad, D. (2018, March 8). Tropical deforestation: The need for a strategy adjustment (commentary). Mongabay.

