Apa Itu AI Anxiety, dan 4 Cara Mengatasinya

Apa Itu AI Anxiety, dan 4 Cara Mengatasinya

AI Anxiety

DAFTAR ISI

Teknologi kecerdasan buatan membantu banyak hal. Di lain sisi, ada banyak orang yang merasa kehadirannya menakutkan.

Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) kian hari kian menunjukkan taringnya. Tak jarang, kemunculannya justru memicu kecemasan baru: AI anxiety. Sejumlah faktor bisa menyebabkan AI Anxiety.

Omong-omong apa itu AI Anxiety?

Sebelum membahas apa itu AI Anxiety, mari kita lihat contoh AI, seperti ChatGPT, Bing Chat, hingga Google Bard. Tools semacam itu mulai banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membantu pekerjaan, programming, hingga mengerjakan tugas para pelajar.

Sekiranya ingin mengetahui lebih lanjut soal apa itu AI Anxiety, simak ulasannya berikut ini.

Apa itu AI Anxiety?

Apa itu AI anxiety adalah sebuah kondisi di mana seseorang merasa cemas atau takut akan tergantikan oleh teknologi AI (Artificial Intelligence) pada tempat kerjanya.

Eastmojo melansir, jika AI anxiety boleh dikatakan penyakit kecemasan yang tidak begitu baru. Karena di tahun 1980an, kecemasan serupa telah muncul, sebut saja computerphobia, computeranxiety yang marak saat mulai populernya komputer.

Hal ini bisa saja karena perkembangan AI yang semakin canggih dan mampu melakukan berbagai tugas yang sebelumnya dilakukan manual oleh manusia. Sehingga, banyak pekerja yang merasa posisi mereka tidak aman, dan akan tergantikan oleh AI.

Alys Marshall, disadur dari BBC, mengatakan bahwa banyak pekerja kreatif yang khawatir. Ia hanya berharap bahwa klien-klien mereka tetap menghargai karya mereka dan tetap memilih jasa mereka ketimbang harga murah dan kemudahan penggunaan AI.

Tahun lalu (2022) saja, dilansir BBC, laporan tahunan PwC terkait pekerja global menunjukkan hampir 1/3 responden takut kehilangan pekerjaan mereka oleh teknologi (AI khususnya) dalam 3 tahun kedepan. Rasio ini cukup mengagetkan sekaligus menyadarkan kita tentang kecemasan munculnya AI.

Tidak hanya berdampak pada kesejahteraan finansial, AI anxiety juga bisa menimbulkan stres, kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya. Eric Dahlin Profesor Sosiologi di Brigham Young University, berpendapat bahwa pandangan kekhawatiran orang soal AI terlalu berlebihan. Kebanyakan orang lebih fokus pada kecemasan, bukan apa yang dapat dilakukan.

Nah, beberapa waktu lalu, para pengusaha teknologi besar mulai mengkhawatirkan perkembangan AI. Mereka meminta pelatihan AI dihentikan untuk sementara.

Bagaimana Mengatasi AI anxiety

Kecemasan yang berlarut terhadap AI tidak akan mengubah hidup kita lebih baik. Perlu upaya konkrit untuk mengubah kecemasan itu menjadi harapan baik di masa depan. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi AI anxiety, antara lain:

Fokus pada hal yang bisa kita kontrol 

Kita perlu menyadari jika AI sudah hadir di kehidupan kita dan menjadi bagian darinya. Itu merupakan hal yang tidak dapat kita kontrol. Daripada sibuk mengkhawatirkan sesuatu yang tidak bisa kita ubah, lebih baik energi kita dihabiskan untuk melakukan hal yang bisa kita ubah.

Terlepas dari banyaknya hal yang bisa dilakukan oleh AI, masih lebih banyak hal yang tidak bisa ia lakukan. Sentuhan manusia tetap masih menjadi hal utama yang dibutuhkan. Sehingga keahlian yang kita lakukan saat ini, entah itu di bidang pekerjaan atau pun lainnya, masih menjadi pemegang kendali.

AI hanya sebuah alat, be positive

Menyadari AI bukanlah musuh. AI adalah bagian dari teknologi atau alat yang diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia, bukan menggantikannya.

Ada beberapa hal yang bisa diselesaikan oleh AI dengan lebih cepat dan akurat, tapi ada juga hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh manusia dengan lebih kreatif dan empatik. Jadi, jangan melihat AI sebagai sebuah kompetisi dengan manusia, melainkan sebuah kolaborasi.

Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, lebih baik kita melihat AI sebagai peluang. Dengan adanya AI, kita bisa mendapatkan manfaat dari kemudahan, efisiensi, dan inovasi yang ditawarkan oleh teknologi ini.

Kita bisa mulai untuk mempelajari dan ikut menggunakan AI dengan lebih efisien dan ke arah yang positif. Dengan begitu, AI dapat meningkatkan produktivitas, kualitas, dan nilai tambah dari sebuah karya atau pekerjaan.

Upgrade skill-mu untuk prospek kerja baru

AI mungkin bisa mengambil alih sifatnya rutin atau repetitif, tapi juga bisa menciptakan pekerjaan baru yang lebih menantang dan menarik. Kamu bisa memanfaatkan AI untuk meningkatkan keterampilan atau kompetensi yang sudah ada, atau belajar hal-hal baru yang berkaitan dengan AI.

Misalnya, data science, machine learning, atau programming. Mungkin untuk awalan kamu akan meresakan kesulitan. Tapi jika sudah mahir dengan skill bari ini, kamu akan memiliki nilai tukar lebih di bursa kerja bagi para perekrut. Apalagi di dunia kerja yang semakin dinamis dan cepat ini.

Up to date dengan regulasi AI

Kemunculan AI dengan segudang kemudahannya tidak melulu membawa dampak positif. Seperti dua buah mata koin, ia juga memiliki sisi yang negatif. Kehadirannya yang mendadak belum diimbangi dengan regulasi yang matang terkait penggunaanya.

Sudah ada beberapa contoh kasus semisal teknologi AI yang bisa mengubah dan meniru suara orang. Oknum tidak bertanggungjawab menggunakannya untuk menipu calon korban dengan menirukan suara keluarga mereka dan meminta tebusan uang.

Atau fitur AI yang digunakan untuk mengedit foto palsu sehingga mencemarkan nama baik orang tersebut.

Sehingga, penting untuk mengetahui regulasi terbaru dari AI, baik dari pemerintah maupun organisasi yang berwenang lainnya. Dengan mengetahui regulasi terbaru dari AI, kamu bisa memahami hak dan kewajiban saat menggunakannya, serta menghindari potensi risiko atau masalah hukum yang mungkin timbul.

Bisa jadi, apa yang awalnya kamu cemaskan terkait kehadiran AI menjadi hilang begitu tahu limitasi yang diterapkan lewat regulasi.

Baca Juga
Topik
notix-artikel-retargeting-pixel