British American Tobacco Kena Denda Rp 9 triliun Karena Akali Sanksi AS ke Korea Utara

British American Tobacco Kena Denda Rp 9 triliun Karena Akali Sanksi AS ke Korea Utara

Jual produk tembakau ke korea utara

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Salah satu produsen rokok terbesar di dunia, British American Tobacco (BAT) dikenai denda 635 juta dolar AS, atau sekitar Rp 9,4 triliun, karena menjual produk tembakau ke Korea Utara.

Selain itu, BAT juga bersekongkol untuk mengakali sanksi yang dijatuhkan AS pada Korea utara, serta melakukan penipuan bank.

BAT merupakan korporasi pertembakauan yang memproduksi rokok Lucky Strike dan Dunhill. Produk-produk tembakau buatan mereka memang populer dan membuat BAT tercatat sebagai salah satu produsen rokok terbesar di dunia.

Berdasar persidangan pada Selasa (25/4/2023), Departemen Kehakiman AS, Kantor Pengawas Aset Luar Negeri dan BAT, denda itu dijatuhkan terkait aktivitas BAT menjual produk tembakau ke Korea Utara. Bisnis itu terjadi selama rentang tahun 2007 hingga 2017.

Dikutip dari The Guardian, BAT telah menyetujui denda senilai 635 juta dolar AS tersebut. Dalam pengajuan pengadilan, Departemen Kehakiman AS mengatakan BAT juga bersekongkol untuk mengakali lembaga keuangan agar mereka memproses transaksi atas nama Korea Utara.

Sebagai informasi, AS menjatuhkan sanksi ke Korea Utara guna memaksa negara komunis tersebut menghentikan pengembangan program persenjataan nuklir dan rudal balistik mereka.

Selama bertahun-tahun, Korea Utara telah memperoleh sanksi berat sebagai akibat dari pengembangan persenjataan mereka. Meski demikian, sanksi bertubi itu tak menggentarkan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, untuk melanjutkan pengembangan senjata.

Asisten Jaksa Agung Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman AS, Matthew Olsen, menyebut kasus ini, dan kasus lain yang serupa, juga sekaligus sebagai peringatan bagi korporasi-korporasi lain.

Dalam konferensi pers, Olsen juga mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan “sanksi terbesar terkait Korea Utara” sepanjang sejarah Departemen Kehakiman.

Olsen menambahkan, BAT terlibat dalam skema persekongkolan untuk mengakali sanksi AS dan menjual produk tembakau ke Korea Utara melalui anak perusahaannya.

Selama 2007 hingga 2017, korporasi pihak ketiga ini menjual produk tembakau ke Korea Utara dan memperoleh penghasilan sekitar 428 juta dolar AS.

Dikutip dari BBC, BAT menyebut korporasinya telah menandatangani “perjanjian penangguhan penuntutan dengan Departemen Kehakiman (DOJ) dan Kantor Pengawas Aset Luar Negeri AS (OFAC), dan anak perusahaan tidak langsung BAT di Singapura telah mengakui kesalahannya.”

Mereka juga secara terpisah mengagendakan penyelesaian kasus ini dengan Kantor Pengawas Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS.

Pada laporan tahun 2019 lalu, BAT juga melakukan aktivitas bisnis di sejumlah negara yang dikenai berbagai sanksi, termasuk Iran dan Kuba. Beroperasi di negara-negara semacam itu membuat korporasi berisiko terekspos “biaya keuangan yang amat besar.”

Denda 635 juta dolar AS tersebut merupakan jumlah total yang mesti dibayar BAT pada pihak berwewenang di AS. Jumlah itu merupakan denda untuk menyelesaikan 3 kasus yang menjerat mereka.

Di lain sisi, CEO BAT, Jack Bowles, mengatakan korporasinya sangat menyesali kekeliruan yang ditimbulkan aktivitas bisnis yang berujung pada kasus ini. BAT juga mengakui “kegagalan untuk memenuhi standar tertinggi yang diharapkan dari mereka.”

Selain sanksi untuk BAT, Departemen Kehakiman juga menjatuhkan tuntutan pidana terhadap bankir Korea Utara Sim Hyon-Sop (39), dan dua fasilitator China, Qin Guoming (60) dan Han Linlin (41). Mereka terlibat dalam skema tahunan untuk menjual produk tembakau ke Korea Utara.

Sejak 2009 hingga 2019, Departemen Kehakiman mengatakan mereka bertiga membeli daun tembakau untuk perusahaan tembakau manufaktur milik negara. Mereka juga memalsukan dokumen untuk mengelabui bank-bank AS agar memproses sekitar 310 transaksi senilai 74 juta dolar AS yang seharusnya diblokir.

Pemerintah mengatakan perusahaan pengolah tembakau di Korea Utara, termasuk yang dikelola oleh militer, sanggup meraup pendapatan sekitar 700 juta dolar berkat transaksi bisnis gelap tersebut.

Kini, mereka bertiga ditetapkan sebagai buron. Otoritas AS menjanjikan hadiah bagi siapapun yang memberikan informasi soal keberadaan mereka.

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un, diketahui sebagai seorang perokok berat. Ia kerap tampil sambil memegang rokok di tangannya saat difoto oleh media nasional.

Pada Mei tahun lalu, AS menekan Dewan Keamanan PBB agar melarang ekspor dan menjual produk tembakau ke Korea Utara. Usulan AS tersebut mesti gugur karena diveto oleh Rusia dan China.

Baca Juga
Topik
notix-artikel-retargeting-pixel