Sediksi – Jepang dikenal dengan produktivitas, inovasi, dan kualitas hidupnya yang tinggi. Namun, di balik layar, ada sisi gelap dari etos kerja Jepang yang telah merenggut nyawa banyak pekerja, yakni budaya karoshi.
Lalu apa itu budaya karoshi, secara harfiah berarti “kematian karena terlalu banyak bekerja”. Bagi kita ini cukup asing, karena perbedaan budaya mengenai pandangan soal bekerja, di mana masyarakat jepang lebih workaholic timbang kita.
Nah, maka karena itu, mari mengenal apa itu budaya karoshi yang akan diterangkan lebih lanjut dalam artikel ini, dari pengertian, awal mulanya dan kenapa bisa terjadi, selengkapnya simak artikel ini sampai selesai.
Apa itu Budaya karoshi?
Singkatnya apa itu budaya karoshi adalah istilah yang mengacu pada budaya pekerja yang meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan stres atau bunuh diri karena tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Ini bukanlah masalah baru, karena kasus karoshi pertama kali dilaporkan pada tahun 1969, ketika seorang pria berusia 29 tahun meninggal karena stroke setelah bekerja berjam-jam di sebuah perusahaan surat kabar.
Pada awalnya, sekitar tahun 1980-an, ini dianggap sebagai sebuah fenomena yang hanya menyerang pria saja , tetapi kini wanita juga mengalami karoshi.
Mengutip dari National Geographic, Hiroshi kawahito, seorang pengacara dan sekretaris jenderal Penasihat Pertahanan Nasional untuk Korban Karoshi mengatakan bahwa hampir dari lima korban karoshi yang terdata, satu diantaranya adalah wanita.
Sejak saat itu, karoshi telah menjadi masalah sosial yang serius yang tidak hanya berdampak pada pekerja itu sendiri, tetapi juga pada keluarga, majikan, dan masyarakat luas.
Mengutip data dari statista, jumlah kasus bunuh diri terkait masalah di tempat kerja di Jepang, pada tahun 2022 menyentuh angka 2968, dimana ini adalah angka tertinggi dari satu dekade terakhir.
Penyebab karoshi bervariasi, tetapi sering kali berkaitan dengan jam kerja yang panjang, beban kerja yang berat, dan persaingan yang ketat yang menjadi ciri khas budaya kerja di Jepang.
Banyak pekerja yang merasa tertekan untuk bekerja lembur, melewatkan waktu istirahat, dan mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi pekerjaan mereka.
Beberapa pekerja juga menghadapi pelecehan, diskriminasi, atau isolasi di tempat kerja, yang menambah stres dan kecemasan mereka. Selain itu, banyak pekerja yang enggan mencari bantuan atau mengambil cuti karena takut kehilangan pekerjaan, reputasi, atau rasa hormat.
Mengutip dari laporan BBC tahun 2019, salah satu contoh kasus karoshi yang dilaporkan seperti seorang reporter berusia 31 tahun di penyiar public NHK, yang meninggal karena gagal jantung, ponselnya di tangan, diketahui karena setelah sebulan ia ambil 159 jam lembur dan hanya dua hari libur saja.
Lalu setelahnya undang-undang yang membatasi lembur mulai berlaku pada bulan April 2019, tetapi para kritikus mengatakan celah berarti beberapa pekerja tetap terbuka untuk eksploitasi dan budaya kerja yang mungkin tidak berubah.
Mengapa budaya karoshi tetap bertahan?
Dari penjelasan apa itu budaya karoshi di atas, pasti kamu punya pertanyaan, kenapa budaya ini tetap bertahan? Budaya karoshi berakar kuat pada faktor sejarah, ekonomi, dan sosial yang membentuk masyarakat Jepang.
Bukan tanpa alasan kenapa masyarakat Jepang dikenal dengan budaya kerja keras mereka. Mengutip dari National Geographic, mereka (pekerja) akan takut bila tidak bekerja secara maksimal sehingga berdampak pada pemecatan.
Maka dengan bekerja lebih produktif, karyawan tentu berharap akan mendapatkan bonus dan kenaikan gaji maupun kenaikan pankat/promosi jabatan.
Sebenarnya mengundurkan diri dari pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan baru adalah hal yang tidak terlalu sulit di sana, namun jika meninggalkan pekerjaan yang sudah memiliki jabatan atau posisi tertentu akan berakibat mengulang karier mereka dari 0 kembali jika memutuskan untuk mengundurkan diri.
Inilah kira-kira beberapa faktor yang berkontribusi terhadap budaya karoshi atau kerja keras ini adalah:
Warisan dari era Meiji
Ketika Jepang mengalami modernisasi dan industrialisasi yang cepat, dan mengadopsi slogan “negara yang kaya, tentara yang kuat”.
Hal ini menanamkan rasa kebanggaan nasional, kewajiban, dan kesetiaan di antara orang-orang Jepang, yang bersedia bekerja keras dan mengorbankan diri mereka sendiri demi negara.
Pengaruh Konfusianisme
Yang mana ini menekankan nilai-nilai hirarki, harmoni, dan kolektivisme. Hal ini menciptakan rasa kewajiban, konformitas, dan rasa hormat yang kuat di antara para pekerja Jepang, yang cenderung menghormati atasan mereka, mengikuti aturan, dan menghindari konflik atau kritik.
Dampak dari keajaiban ekonomi pasca perang
Jepang mengalami pertumbuhan yang pesat dan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkemuka di dunia. Hal ini menumbuhkan pola pikir yang kompetitif dan berorientasi pada pencapaian di antara para pekerja Jepang, yang berusaha keras untuk unggul dan berkontribusi pada kesuksesan perusahaan mereka.
Tekanan pasar global
Kemungkinan budaya kerja keras ini, karena adanya tekanan global yang memaksa perusahaan-perusahaan Jepang untuk bersaing dengan negara lain dan beradaptasi dengan tuntutan dan harapan pelanggan yang terus berubah.
Hal ini mengharuskan para pekerja Jepang untuk bekerja lebih lama, lebih cepat, dan lebih cerdas, serta mengatasi ketidakpastian dan ketidakstabilan lingkungan bisnis.
Sebagai kesimpulan dari ulasan apa itu budaya Karoshi di atas, bahwa ini adalah fenomena tragis dan mengkhawatirkan yang mengungkapkan sisi gelap dari etos kerja di Jepang.
Fenomena ini muncul dari hasil dari jam kerja yang panjang, beban kerja yang berat, dan persaingan yang ketat yang dihadapi para pekerja Jepang dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini juga merupakan cerminan dari faktor sejarah, ekonomi, dan sosial yang mempengaruhi masyarakat dan budaya Jepang. Karoshi adalah masalah yang tidak hanya mempengaruhi pekerja itu sendiri, tetapi juga keluarga, majikan, dan masyarakat luas.
Oleh karena itu, karoshi adalah masalah yang perlu ditangani dan diselesaikan dengan upaya dan tindakan kolektif dari berbagai pemangku kepentingan, yang dapat bekerja sama untuk menciptakan budaya kerja yang lebih berkelanjutan dan manusiawi yang menghormati dan melindungi kehidupan dan kesehatan para pekerja.
Sekian artikel apa itu budaya karoshi, semoga mebantu menjawab rasa penasaranmu mengenai fenomena yang muncul dari budaya kerja keras yang berakar kuat di Jepang ini, terimakasih telah membaca.