Sediksi.com—Pernikahan anak di Kabupaten Lumajang layak menjadi isu yang serius. Mencatut dari data publik yang diungkap BKKBN 2023, Lumajang menjadi kota/kabupaten ke-5 di Jawa Timur dengan angka pernikahan remaja tertinggi.
Melansir dari Kompas, sebanyak 856 surat dispensasi nikah dini ditangani oleh Pengadilan Agama (PA) Lumajang sepanjang tahun 2022. Hakim PA, Anwar menyatakan bahwa, semua permohonan itu dikabulkan demi menghindari hal-hal mudharat. Sebab rata-rata pemohon sudah pernah melakukan hubungan seksual dan hamil.
Riwayat Tren Pernikahan Anak di Lumajang
Prevalensi atau tren Pernikahan Anak (2017-2019) dilansir dari Satu Data BPS dan Pengadilan Agama Pemkab Lumajang menunjukkan, 1 dari 3 anak perempuan di Lumajang menikah di bawah usia 18 tahun. Sebanyak 1.716 orang menikah pada usia 17 tahun, 36.28% menikah pada usia 15-16 tahun. Sementara sebanyak 46.56% menikah di usia kurang dari 15tahun.
Diungkapkan pula alasan-alasan yang membuat anak-anak menikah di usia dini. Sebanyak 43.33% dilakukan dengan menikah siri, 30.28% karena sering pergi berdua dan menginap di tempat calon pasangan, 16.94% mengaku saling mencintai dan sulit dipisahkan, sementara 9.45% mengaku telah hamil. Sedangkan untuk pihak pria atau kepala rumah tangga mayoritas 63% sudah menyelesaikan setidaknya pendidikan sekolah menengah atau perguruan tinggi.
Menjadi salah satu upaya pemerintah Kabupaten Lumajang untuk membuat dashboard penghapusan pernikahan anak yang bisa diakses di laman ini. Sayangnya, data yang disajikan tidak terupdate.
Nikah Siri Jalan Pintas untuk Siasati Aturan Batas Usia Nikah
Hukum di Indonesia tidak menganggap nikah siri itu sah, sebab tidak ada dalam peraturan perundang-undangan khususnya di UU Perkawinan. Sehingga, mereka yang melakukan nikah siri, status pernikahannya tidak tercatat dengan resmi di negara. Namun, banyak yang menggunakan nikah siri sebagai jalan pintas atau alternatif melangsungkan pernikahan anak atau di bawah umur.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2019 tentang perkawinan bahwa batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 tahun.
Jika mengacu pada data prevalensi tren pernikahan dini Lumajang di atas, menikah siri menjadi alasan terjadinya pernikahan dini dengan presentase tertinggi.
Pernikahan siri dilakukan oleh salah satunya Manda. Ia mengaku baru saja mendaftarkan pernikahannya di pengadilan agama dengan bantuan KUA terdekat, sebab sebelumnya telah melangsungkan nikah siri di usia 18 tahun.
“Begitu lulus dari pondok, karena tidak ada biaya untuk lanjut kuliah, saya langsung dijodohkan. Waktu itu belum mengerti kalau bisa ajukan dispensasi nikah, jadi ambil cepatnya nikah siri dulu selagi nunggu cukup usia.” ujar perempuan yang kini berusia 20 tahun itu.
Hal serupa juga dilakukan oleh Fatimah (25). Dulu, ia menikah siri dengan suaminya ketika berusia 15 tahun. “Waktu itu baru lulus SMP, kedua orang tua sudah meninggal, dan saya hanya sama mbah. Tidak lanjut sekolah langsung dinikahin sama suami sekarang.” terangnya.
Ia mengaku tidak mengurus pencatatan pernikahannya, sehingga anaknya berusia 4 tahun itu kini belum juga memiliki akta lahir. “Lihat nanti, kalau masuk SD harus ada akta. Ya mau tidak mau ngurusin, cari tahu gimana caranya,” kata Fatimah.
Nikah siri memang secara agama dianggap sah, hanya saja tidak tercacat secara hukum dan tidak ada perlindungannya. Salah satu resiko yang diterima adalah anak yang juga kesulitan untuk mendapatkan akta lahir sebagaimana anak-anak lainnya. Meskipun memiliki akta biasanya tidak dapat mencantumkan nama ayah, hanya menjadi anak ibu saja.
Melakukan Pernikahan Dini Secara ‘Resmi’ Bukan Berarti Bebas Resiko
Pembantu Pencatat Nikah (PPN) Kecamatan Rowokangkung, Kabupaten Lumajang, Mochammad Khoyum mengatakan bahwa, ia selalu memberikan rekomendasi dan pengarahan kepada keluarga-keluarga yang datang mengawinkan anak-anaknya.
Setiap tahunnya banyak keluarga yang datang dan meminta bantuan bagaimana untuk mengawinkan anak-anaknya yang masih usia sekolah.
“Karena mereka sudah berhubungan, dan pihak keluarga juga sudah ridho untuk menikahkan. Kami bantu dan kasih banyak arahan, ke depannya jika terjadi hal-hal lain sudah di luar tanggungjawab kami yang menikahkan,” ujarnya.
Sementara itu, staff bidan di Poli Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Haryoto Kabupaten Lumajang, Fifit Irma menerangkan bahwa, pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi.
“Remaja perempuan yang hamil di usia terlalu muda atau di bawah 19 tahun lebih rentan mengalami berbagai masalah kesehatan daripada perempuan yang hamil di usia 20–30 tahun. Beberapa resikonya bisa kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan persalinan, kematian ibu yang melahirkan, hingga resiko tinggi penyebab stunting,” terangnya.
Dengan begitu, menjadi tugas rumah yang besar bagi pemerintah Kabupaten Lumajang berikut segala lapisan masyarakat untuk memahami bahwa lebih banyak resiko dari terjadinya pernikahan dini. Jika sudah timbul pemahaman, tentu akan lebih mudah dalam melakukan pencegahan.