Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tercatat sebagai klaster penyebaran Covid-19 tertinggi di DKI Jakarta dengan 252 kasus. Kemenkes menduduki urutan pertama disusul Kementerian Perhubungan dengan 175 kasus. Data tersebut diperoleh dari corona.jakarta.go.id pada 21 September ini. Kemenkes merupakan satu dari 388 cluster penyebaran Covid yang ada di Jakarta.
Data tersebut membuat masyarakat terheran-heran. Apalagi, Kemenkes merupakan ujung tombak penanganan pandemi. Dilansir CNN, Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono mempertanyakan bagaimana pelaksanaan protokol kesehatan di kantor Kemenkes. Padahal, kementerian itu merupakan pihak yang membikin protokol tersebut. Selain itu, Pandu juga menyoroti edukasi mengenai protokol kesehatan pada karyawan yang bekerja di Kemenkes.
Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, semua pihak dapat tertular. Hal ini menunjukkan penularannya masih tinggi. “Kalau kena, berarti protokol kesehatan enggak dijalankan di situ”, sebagaimana dikutip dari Tirto.id.
Kelakar Soal Covid-19
Ditarik mundur ke belakang, beberapa menteri kedapatan menyampaikan kelakar mengenai bahaya Covid-19. Mereka percaya diri dengan kemampuan Indonesia dalam menghadapi virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan tersebut.
Sebelum pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan Indonesia punya cara berbeda dalam menghadapi pandemi. Selain pencegahan, Indonesia juga bisa mengandalkan kekuatan doa.
Pejabat-pejabat lain juga mengecilkan pandemi Covid-19. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto berkelakar dengan menyebut Covid-19 akan sulit masuk ke Indonesia karena izinnya ribet. Belum lagi kelakar yang mengatakan corona adalah ‘comunitas rondo (janda) mempesona’.
Daftar serupa bisa kita susun sepanjang berhubungan dengan nada bercanda dalam menghadapi pandemi. Pernyataan-pernyataan bernada meremehkan pandemi semacam itu kemudian menjadi bulan-bulanan warganet.
Belakangan, para pengelola negara yang terkesan mengentengkan penanganan Covid ini banyak yang terkonfirmasi positif. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dinyatakan positif Covid pada pertengahan Maret lalu. Kasus terebut kemudian disusul sederet pejabat lain, mulai penyidik KPK, Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, sampai Menteri. Terakhir, 21 September ini Menteri Agama, Fachrul Razi juga dinyatakan positif Covid-19. Bahkan, beberapa pejabat meninggal dunia, seperti yang terjadi pada Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah pada 16 September lalu.
Soal Terawan Mundur
Desakan mundur yang dialamatkan pada menkes Terawan kian gencar ketika klaster Kemenkes muncul. Klaster kemenkes ini merupakan salah satu klaster perkantoran yang merebak di Jakarta, satu dari tiga provinsi dengan jumlah kasus positif terbesar di Indonesia.
Munculnya klaster Kemenkes ini kembali mengingatkan kita pada video Terawan mundur yang populer beberapa bulan lalu. Video Terawan mundur itu cukup mengagetkan. Sebab, menteri yang mengundurkan diri selain karena reshuffle tidak lazim terjadi di Indonesia.
Sebetulnya, video mundurnya Terawan itu mewakili harapan banyak orang untuk secepatnya menangani pandemi. Sebab, peran Kemenkes amat vital dalam menangani pandemi dan Terawan dinilai kurang sigap untuk mengemban tugas tersebut.
Video tersebut ternyata membikin banyak orang kecelik. Rupanya mundurnya Terawan adalah video reverse yang justru menunjukkan video Terawan berjalan mundur. Terang saja, video itu seolah menjadi kelakar warganet terhadap Kemenkes yang sedari awal dinilai mengentengkan persoalan Covid.
Klaster Kemenkes: Sadar diri saja, sesekali hujat pejabat
Peningkatan jumlah kasus Covid yang kian meninggi menunjukkan penanganan pandemi Covid ini belum maksimal. Hingga 21 September ini, sebanyak 3989 kasus baru tercatat di Indonesia. Selain pemerintah sebagai aktor utama yang mengatasi pandemi ini, masyarakat juga punya peran besar dalam menekan risiko penularan.
Namun, tingkah masyarakat seolah sejalan dengan sikap dan kelakar para pejabat yang sedari awal mengentengkan Covid. Sejumlah kerumunan kerap dilakukan tanpa memerhatikan protokol kesehatan. Kondisi ini kian membuat ketidakpastian yang berdampak luas pada seluruh sektor: ekonomi, Pendidikan, hingga hajat kebudayaan.
Mengingat pandemi belum juga berakhir, masyarakat tentu berharap banyak agar penanganan pandemi lebih efektif. Saat para pejabat menangani pandemi setengah-setengah dan diikuti sikap acuh masyarakat luas, sudah selayaknya kita lebih peduli terhadap hidup sendiri dan keluarga. Mungkin menertawakan kelakar konyol para pejabat bisa memanaskan kuping mereka, lantas mungkin juga mendorong mereka bekerja lebih baik. Sayangnya, kritik keras pada para pejabat masih saja dianggap angin lalu. Ya, mungkin kuping pejabat sudah terlalu tebal berjejal kotoran.
Baca Juga: Bagaimana Anda Bisa Tahu Warna Sandal Presiden di Hari Sabtu?