Di satu sisi, saya setuju kalau baliho-baliho kampanye memang sampah visual. Tapi, di sisi lain, saya juga tahu kenapa baliho seperti ini masih dipake sama para calon anggota legislatif (caleg).
Alih-alih mencantumkan gagasan atau tujuan mereka ke depannya jika terpilih, baliho yang tersebar ini hanya memuat foto calon yang terpampang sangat besar dan nihil gagasan selain moto dan mohon doa restu.
Coba bayangin, proses belajar mahasiswa bakal terganggu dengan adanya kegiatan kampanye ini. Bukan tidak mungkin, akan ada sesi di mana mahasiswa dipaksa harus menyanyikan mars partai tertentu, yang tidak sesuai dengan karakternya.
Reina, Raja dan Cipta Kerja: tiga latar mengapa di bulan Oktober 2020 ini 3 negara ASEAN kompak melakukan kampanye sipil yang tidak lain dipantik oleh penguasa.