Heterogenitas etnis mendorong saya untuk merekonstruksi pemikiran dengan bertanya: Seperti apa, sih, yang disebut orang Jawa? Siapa sebenarnya orang Batak? Apa ciri-cirinya?
Masa bodoh dengan Bhinneka Tunggal Ika. Pasalnya, sebagai perempuan Jawa di tanah Medan, saya hanya dipandang seperti remah-remah debu hasil proyek atasan yang tak kunjung selesai.