Sediksi – Larva lalat tentara hitam atau sering disebut juga maggot menjadi solusi alternatif mengatasi masalah sampah organik.
Larva lalat jenis Hermetyia illucens mempunyai kemampuan mengurai sampah organik sisa makanan dengan cara mengonsumsi sampah tersebut dan membantu penguraian sampah organik yang bisa menghasilkan pupuk kompos.
Selain itu, larva lalat tentara hitam atau larva black soldier fly (BSF) kerap dimanfaatkan sebagai pakan ternak maupun pakan ikan karena kaya protein.
Uniknya, meskipun maggot mengonsumsi sampah makanan yang kotor dan busuk, menurut riset maggot tidak bisa menularkan penyakit atau parasit saat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Pengurai sampah yang rakus
Maggot merupakan fase kedua setelah telur lalat tentara hitam menetas.
Dari telur lalat tentara hitam untuk berkembang menjadi maggot hanya perlu waktu antara dua jam hingga tiga hari.
Nantinya, maggot akan bermetamorfosis menjadi pupa dan lebih kurang dalam waktu sebulan pupa tersebut menjadi lalat tentara hitam dewasa.
Mengutip Mongabay, maggot sangat rakus dan bisa menghabiskan makanan dua kali lebih banyak dari berat badannya.
Dengan panjang tubuh sekitar 20 milimeter, koloni maggot umumnya dapat mengurai sampah organik dalam waktu 14 hari sampai 20 hari saja.
Karena nafsu makannya yang besar tersebut, maggot dimanfaatkan untuk mengurai sampah sisa makanan, sayur, dan bahan-bahan organik lain.
Setelah banyak makan, biasanya maggot akan dipanen alias dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan saat memasuki usia 10 sampai 24 hari.
Apa bedanya dengan belatung?
Meskipun memiliki bentuk yang mirip, maggot agak berbeda dari belatung terutama dari bentuknya.
Maggot mempunyai bentuk yang lebih panjang dan ramping jika dibandingkan dengan belatung secara umum.
Sementara bentuk belatung lebih pendek, gemuk, dan bulat dengan warna yang lebih mencolok daripada maggot.
Sebenarnya belatung merupakan istilah larva dari berbagai serangga secara keseluruhan.
Maggot merupakan salah satu jenis belatung juga, hanya saja penyebutan maggot khusus merujuk pada larva lalat.
Baik maggot maupun belatung sama-sama mengurai sampah organik.
Namun, sejauh ini penelitian mengungkap jika maggot jenis larva lalat tentara hitam yang dapat dimanfaatkan untuk mengurai sampah organik seperti kulit buah, sisa kacang atau biji-bijian, dan sisa makanan.
Di sisi lain, lalat tentara hitam dan larvanya diklaim bukan vektor atau pembawa penyakit tertentu sehingga budidaya atau ternak maggot tidak akan membahayakan kesehatan.
Karena berbagai manfaat ditambah dengan caranya yang cukup mudah membuat warga tertarik beternak maggot.
Ternak maggot
Budidaya maggot untuk lingkup rumah tangga dengan tujuan mengurangi sampah organik dan limbah makanan di rumah bisa menggunakan metode ember tumpuk.
Metode ember tumpuk untuk budidaya maggot ini membutuhkan dua ember yang nantinya ditumpuk menjadi satu.
Ember pertama diberi lubang kecil-kecil di bagian bawahnya, kemudian ember tersebut diletakkan dibagian atas ember lain.
Ember tersebut nantinya diisi limbah organik rumah tangga yang akan mengundang lalat tentara hitam.
Sementara ember kedua diletakkan di bagian bawah sebagai tempat untuk menampung cairan pupuk organik yang dipasangi keran supaya memudahkan mengambil pupuk cair.
Agar tidak menyebabkan aroma tidak sedap, sebaiknya pilah dan pilih terlebih dahulu limbah organik yang akan dimasukkan ke ember seperti kulit buah dan sisa sayur.
Maggot diekspor
Di beberapa negara maggot telah diternakkan, seperti di Malaysia dan negara-negara di Afrika.
Sementara di Indonesia, budidaya maggot mulai marak beberapa tahun terakhir karena masalah sampah yang masih belum juga teratasi di dalam negeri.
Maggot mulai dimanfaatkan dalam lingkungan Rukun Warga/ Rukun Tetangga (RW/RT) untuk mengurangi limbah organik.
Beberapa pengusaha juga memanfaatkan peluang beternak maggot untuk dijual sebagai pakan ayam maupun pakan ikan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) juga sempat melihat potensi ekspor maggot ke Eropa pada tahun 2022 lalu.
Bentuk maggot yang saat itu direncanakan untuk diekspor yaitu larva kering, tepung larva, dan minyak hewani.
Agar bisa menembus pasar Eropa, Kementan mengatakan jika pengusaha atau eksportir harus memenuhi persyaratan teknis dan standar yang telah ditetapkan di Eropa.
Syarat-syarat tersebut utamanya terkait dengan kemampuan produsen maggot untuk meningkatkan kualitas dan menjamin kesinambungan produksi.
Melansir Antara, Koordinator Keamanan Hayati Hewani Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Hewan Kementan Sri Endah Ekandari mengatakan, ada perbedaan maggot untuk diekspor dengan maggot yang dibudidaya masyarakat Indonesia secara mandiri saat ini.
Endah mengatakan jika maggot yang diorientasikan untuk ekspor tidak diberi makan pakan sampah sisa makanan atau kulit buah, seperti yang lazim dilakukan pada ternak maggot skala mandiri.
Maggot yang diekspor ke Eropa diberi pakan bungkil alias ampas sawit yang merupakan limbah dari pemrosesan kelapa sawit.
Endah mengatakan eksportir maggot dari Indonesia membutuhkan proses yang cukup lama untuk mendapat perestujuan dari regulator Eropa.
“Ini murni kita harus memenuhi persyaratan teknis yang memang ditetapkan oleh Eropa. Kita untuk maggot, Indonesia belum ada satupun kesepakatan protokol dengan negara tujuan ekspor, ” ujar Endah pada 2022 lalu, dikutip dari Antara.