Sediksi.com – Sikap menerima nasihat atau yang dikenal sebagai nrimo ing pandum dalam filosofi Jawa, sering kali disalah artikan oleh beberapa orang. Meskipun dikenal secara luas, banyak yang keliru memahami esensi dari nasihat ini.
Pemahaman umum terhadap ‘nrimo ing pandum’ seringkali terbatas pada arti menerima, pasrah, dan tidak berusaha mengubah keadaan dalam menghadapi situasi atau cobaan.
Akibat kesalahpahaman terhadap konsep nrimo ing pandum, muncul pandangan bahwa masyarakat Jawa cenderung bersikap pasif dan tunduk pada nasib.
Padahal artinya nggak sesempit itu loh. Sodik penasaran nggak, sih, kalau istilah di atas tuh menjadi salah satu trik hidup adem ayemnya orang Jawa? Nggak usah cap cip cup lagi, kamu bisa baca artikel ini sampai habis!
Arti Nrimo ing Pandum
Secara etimologis, makna “nrimo ing pandum” dapat diuraikan sebagai ‘menerima rezeki apa adanya’, dengan “nrimo” berarti ‘menerima’, “ing” sebagai kata hubung yang artinya ‘dalam’, dan “pandum” berarti ‘pembagian’ atau ‘rezeki’.
Namun, dalam beberapa konteks, “nrimo ing pandum” dianggap sebagai ungkapan yang ketinggalan zaman. Terutama, tren budaya kerja keras (“hustle culture“) yang merajalela di kalangan generasi millennial dan gen-Z tampaknya mendorong individu untuk berusaha keras dan aktif mengubah keadaan mereka.
Paradoksnya, “hustle culture” seringkali dapat menghambat produktivitas karena terus-menerus bekerja tanpa henti. Selain itu, upaya bekerja berkepanjangan dapat merugikan kesehatan fisik dan mental, di mana waktu istirahat terbuang sia-sia demi bekerja tanpa henti.
Kasus-kasus depresi yang meningkat di kalangan remaja dan dewasa muda mencerminkan dampak negatif dari “hustle culture”.
Nrimo ing pandum bisa dianggap sebagai sikap yang berlawanan dengan “hustle culture” karena menolak perfeksionisme dan mendorong untuk menilai hal-hal yang telah dimiliki, mengedepankan sikap bersyukur, dibandingkan dengan terus mengejar tujuan tanpa henti.
Hal ini juga sejalan dengan konsep psikologi dalam terapi berpusat pada klien yang diperkenalkan oleh Carl Rogers. Terapi ini mengajak individu untuk empati terhadap diri sendiri, menerima keadaan diri apa adanya, dan berbicara jujur tentang perasaan mereka sehingga memungkinkan pemahaman diri yang lebih mendalam.
Contoh Nrimo ing Pandum dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam usaha untuk mengikuti teladan nrimo ing pandum, kita dapat mengenali beberapa contoh perilaku berikut:
Sabar
Orang Jawa umumnya menjalani kehidupan dengan fokus pada pengolahan perasaan dan pikiran. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika orang Jawa sering kali diidentifikasi dengan stereotip sulit marah dan memiliki sifat sabar. Mereka cenderung mudah menerima situasi apapun yang terjadi.
Mawas Diri
Selain kesabaran, orang Jawa menghargai sikap mawas diri yang mencakup kesadaran akan kelebihan dan kekurangan diri, refleksi diri untuk menjadi individu yang lebih baik, dan berprinsip positif terhadap takdir Tuhan.
Keyakinan orang Jawa menyatakan bahwa setiap orang mendapatkan rezeki sesuai dengan kapabilitasnya masing-masing dan tidak ada gunanya iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Berserah Diri
Prinsip nrimo ing pandum bukan berarti tidak melakukan upaya sama sekali. Meskipun kita berusaha sebaik mungkin, penting untuk tetap tawakal dan berserah diri terhadap hasil pekerjaan, dan tanpa khawatir terlalu banyak tentang hasil akhir.
Selain itu, penerapan nrimo ing pandum juga tercermin dalam budaya kerja orang Jawa, seperti:
- Bekerja dengan santai namun tekun.
- Mengenali kemampuan diri dan tidak memaksa diri
- Berupaya untuk menjadi versi diri yang lebih baik melalui introspeksi diri.
- Menghabiskan waktu dengan fokus pada proses daripada hasil akhir.
- Bersyukur atas imbalan yang telah diperoleh.
- Manajemen keuangan yang bijak tanpa kemewahan berlebihan.
- Memprioritaskan kehidupan sosial dan tidak mengabaikan hubungan dengan orang di sekitar.
Manfaat Positif dari Implementasi Prinsip Nrimo ing Pandum
Individu yang mengimplementasikan nrimo ing pandum dalam kehidupan sehari-harinya, umumnya memiliki kontrol diri yang kuat, di mana mereka mampu menjaga ketenangan dan menghindari tindakan impulsif ketika menghadapi emosi seperti kemarahan, kekecewaan, rasa rendah diri, dan putus asa.
Sebaliknya, fokus mereka lebih pada upaya mencari solusi secara positif.
Mereka juga selalu merasa bersyukur karena nrimo ing pandum dianggap sebagai konsep yang aktif, bukan pasif. Untuk meraih bagian atau haknya, seseorang tidak boleh bersikap pasif dan diam, tetapi harus bersikap aktif dan berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam usaha mereka, tetap diperlukan rasa tunduk kepada Tuhan sebagai pengingat bahwa meskipun berusaha keras, keberhasilan akhirnya ditentukan oleh Tuhan.
Itu dia kiat hidup damai ala orang Jawa yang mungkin masih banyak disalah artikan oleh masyarakat. Apa Sodik sudah menerapkan konsep nrimo ing pandum di kehidupan sehari-hari? Tenang… Nggak cuma orang Jawa aja kok yang boleh menerapkannya.