Aksi Setengah Hati Penanaman Pohon Serentak ala KPU

Aksi Setengah Hati Penanaman Pohon Serentak ala KPU

Aksi Setengah Hati Penanaman Pohon Serentak ala KPU
Ilustrasi oleh Vivian Yoga Veronica Putri

Aksi penanaman pohon serentak oleh KPU ini dilakukan dengan tujuan mengganti kertas yang terpakai untuk logistik pemilu. Tapi, ketakjuban saya luntur ketika mendapati bahwa pohon yang digadang-gadang berjumlah setara 66 ton kertas logistik pemilu ini tidak sesuai jumlahnya.

Pemilu memang sudah usai digelar seminggu yang lalu, namun media sosial tetap ramai dengan pembahasan bermacam topik seputar pemilu kemarin. Yang paling viral dibahas tentu saja topik seputar capres-cawapres dan permasalahan-permasalahannya yang selalu ada pembahasan baru tiap harinya.

Di samping topik tadi, ada satu topik yang sebenarnya ramai di pemberitaan, namun tidak ramai diperbincangkan di media sosial, yaitu soal penanaman pohon serentak. Untuk pertama kalinya, pemilu di Indonesia “memperhatikan” aspek ekologis. 

Saya sebenarnya terkesima mendengarkan sambutan dari ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) desa saya sewaktu pelantikannya sebelum pemilu.

Dalam pidatonya, penanaman pohon serentak selepas pelantikan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ini dilakukan dengan tujuan mengganti kertas yang terpakai untuk logistik pemilu. Batin saya saat itu, “mulia benar, ya, hati para petinggi KPU sehingga bisa tercipta ide se-brillian ini.”

Tapi, seketika ketakjuban saya ini luntur ketika mendapati bahwa pohon yang digadang-gadang berjumlah setara 66 ton kertas logistik pemilu ini tidak sesuai jumlahnya.

Di wilayah saya pohon yang ditanam bukan berdasar jumlah KPPS yang dilantik namun berdasar jumlah TPS, yang mana perbandingannya jelas lebih sedikit.

Memang, sejauh ini tidak ada aturan pasti terkait hal tersebut. Apakah pohon yang ditanam merupakan kewajiban setiap perorangan KPPS ataukah cukup perwakilan dari tiap TPS saja? Namun, saya kira ada beberapa hal yang perlu KPU benahi jika di lain waktu kembali mengadakan kegiatan serupa.

Ketidakjelasan Anggaran Bibit Pohon

Tak bisa dipungkiri, persoalan anggaran tidak akan ada habisnya. Saya tak hendak membahas soal anggaran transport dan konsumsi. Tetapi, anggaran penanaman pohon yang tak seragam di tiap daerah, yang mana patut untuk ditelaah lebih jauh.

Di wilayah saya misalnya, bibit pohon disediakan oleh PPS tanpa iuran dari KPPS. Sedangkan di tempat kawan saya yang masih satu kota dengan saya, bibit pohon ia beli sendiri dengan uang pribadi. Perbedaan ini tentu menimbulkan pertanyaan di benak banyak orang. Masa sih agenda besar sekelas pemilu aturannya nggak sama?

Saya menyayangkan bahwa dalam hal ini KPU juga tidak transparan. Jika berkaca dari isu anggaran transport dan konsumsi yang sedang hangat, KPU sendiri di salah satu komentar instagramnya mengatakan bahwa perihal anggaran sudah didistribusikan dan menjadi kewenangan PPK/PPS daerah.

Lalu, jika memang anggaran khusus bibit ini tidak ada sehingga perlu dipotong dari uang jatah KPPS maupun dibebankan kepada perseorangan KPPS (uang pribadi), ya, yang bener aje rugi dong! Yang sebelumnya bikin terkesima malah bikin jadi bertanya-tanya.

Pemilu, kan, agenda seluruh rakyat Indonesia. Sudah seharusnya biaya recovery-nya juga ditanggung oleh seluruh warga, bukan hanya dibebankan pada segelintir KPPS saja.

Ibaratnya para KPPS ini sudah punya beban kerja menuju 14 Februari nanti, tapi masih harus dipotong gaji untuk biaya penggantian logistik. Apalagi kalau ternyata disamping “jatahnya” juga disunat, masih harus keluar dana pribadi lagi buat “recovery” ini. Tentu jadi makin nggak adil.

Sebaiknya KPU Berdiskusi dengan Pengamat Lingkungan

Aksi tanam-menanam ini memang tidak serumit food estate milik Kemenhan yang gagal itu ya…. Eh, tapi bukan berarti jadi sereceh “wong cuma tanam saja, kok, ribet banget.” Persoalan seperti anggaran tadi, jika ditelaah lebih jauh, juga berefek pada jumlah real pohon yang ditanam.

Melansir dari website resmi KPU, ada 5.709.898 pohon yang ditanam. Tapi, tidak ada yang tau pasti apakah jumlah 5 juta itu benar-benar terealisasi di lapangan.

Sebenarnya, dengan jumlah KPPS terlantik sebanyak 5.741.127 anggota, 1 bibit pohon untuk 1 KPPS sudah sangat cukup bahkan lebih untuk mewujudkan target ini. Namun, jika penanaman dihitung berdasarkan jumlah TPS, maka untuk mencapai jumlah tersebut masih sangat kurang.

Total TPS pada pemilu kali ini adalah 823.220 titik. Jika dikalikan 6 (angka paling mendekati untuk jumlah KPPS di tiap TPS), totalnya hanya 4,9 juta yang berarti masih ada defisit hampir 1 juta pohon.

Tentu, kita berharap bahwa penghitungan pohon ini berdasarkan hitungan KPPS yang terlantik, ya. Akan tetapi, jika melihat apa yang terjadi di wilayah saya dan beberapa postingan KPU daerah di platform X yang menampilkan 1 pohon digunakan berfoto secara berbarengan, kok, saya jadi skeptis, ya…hmmm.

Tak berhenti di permasalahan realisasi yang rawan tidak sesuai rencana, penanaman pohon ini juga perlu dipertanyakan aspek keberlanjutannya. Meski tanah Indonesia ini subur, namun bibit-bibit kecil tentu perlu dirawat dan disirami setiap hari.

Apakah kemudian KPU memikirkan hal ini juga? Berkaca dari Whatsapp story teman-teman saya, tak sedikit penanaman pohon dilakukan di tempat yang sekenanya, dan kecil kemungkinan untuk dirawat (tidak aksesibel).

Lalu, apa solusi dari semua ini? Saya kira solusi yang bisa dipertimbangkan oleh KPU adalah dengan menggandeng pemerhati/aktivis lingkungan.

Alih-alih hanya asal menanam demi rekor MURI, komitmen kepada lingkungan ini tentu akan lebih tepat sasaran jika dipegang oleh ahlinya. Saya paham mungkin keputusan KPU ini untuk efisiensi karena mereka sendiri juga sudah cukup repot mengurus pemilu,

“Masa masih harus diskusi sama aktivis juga soal tanam pohon kaya gini?” gitu mungkin,ya.

Tetapi, menurut hemat saya, dengan diskusi bersama ahlinya, KPU akan tahu pemetaan wilayah mana yang “PAS” untuk ditanami pohon dan tanpa pusing soal keberlanjutannya.

Itung-itung juga agar tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan Kemenhan… kena lagi, deh, hehe. Di samping itu, kerjasama dengan aktivis lingkungan sejujurnya juga memudahkan KPU, sehingga bisa lebih fokus pada tugas utamanya menyelenggarakan pemilu.

Nilai plus-nya, semua merasakan keadilan, aktivis lingkungan bisa memaksimalkan kerjanya, dan KPPS tidak perlu pusing menebak-nebak apakah “jatahnya” dikurangi atau tidak.

Sangat “eman” rasanya apabila kepedulian KPU terhadap ekosistem ini jadi terkesan setengah hati dan seremonial saja. Yah, meski begitu, saya berharap hasil dari pemilu kali ini adalah hasil dari buah keseriusan dan tidak bercanda seperti aksi penanaman pohon ini. Sudah menghabiskan 66 ton kertas dan nggak serius, yang bener aje rugi dong!

Penulis

Fina Qurrota Ayun

Penyuka Kucing, tapi tidak punya Kucing. Temui saya di Ig @finaqurrota_
Opini Terkait
Jebolnya Taktik Parkir Bus PDIP
Pajak Karbon Bisa Jadi Nggak Efektif, Ini Alasannya!
Sisi Lain Aksi Kamisan yang Dituding Aksi Bayaran
Ilustrasi oleh Vivian Yoga Veronica Putri
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel