Menonton Kartun dan Hal-hal yang Hilang dari Orang Dewasa

Menonton Kartun dan Hal-hal yang Hilang dari Orang Dewasa

Menonton Kartun dan Hal-hal yang Hilang dari Orang Dewasa
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Bertambahnya umur membuat kita bertumbuh, baik dari segi fisik maupun non-fisik. Namun, seiring menjadi dewasa, ada hal-hal yang terkikis. Beberapa hal yang hanya dimiliki saat masa kanak-kanak.

Siapa yang udah gede tapi masih suka nonton kartun? Cunggg!

Pernah nggak, sih, ketika kamu sedang makan disambi nonton kartun di Youtube atau aplikasi layanan streaming lainnya, tiba-tiba teman kamu nyamperin dan nyeletuk, “ihh, masih suka nonton kartun! Udah gede, lohh, padahal.”

Atau jangan teman, deh. Circle yang paling dekat, yaitu keluarga, aja nyeloteh hal yang serupa.

Kek, kenapa siih? Emang nggak boleh? Ada aturan yang bilang kalau orang dewasa nggak boleh nonton kartun kah?

“Yaa, orang dewasa, tuh, tontonannya berita terkini, podcast politik, sejarah, budaya, sesuatu yang romance, sampai konten jokes pinggir jurang. Biar otakmu berkembang!”

Nonton dan dengerin juga, kok. Tapi, yaa, masa itu mulu yang dikonsumsi. Boleh lah di waktu-waktu tertentu, apalagi pas lagi makan atau nyantai nonton hal-hal yang ringan seperti kartun.

Merasa Dikucilkan? Kamu Tidak Sendirian

Sewaktu kecil dulu, tiap hari minggu, kita mantengin TV dari pagi sampai siang untuk menyaksikan serial-serial kartun favorit dari berbagai saluran.

Beberapa di antara kita yang tumbuh ditemani tayangan-tayangan hari minggu kemudian membawa kebiasaan menonton kartun ini, bahkan saat usia sudah semakin beranjak.

Akan tetapi, tidak sedikit orang di sekitar kita yang menganggap bahwa orang dewasa yang menonton kartun itu kekanak-kanakan dan tidak dewasa. Huftt.

Tahun 2022, Alexander Kunst menerbitkan statistik berjudul Share of Cartoon Network Viewers in The U.S. 2018 by Age. Statistik tersebut menyajikan jumlah orang Amerika yang menonton Cartoon Network—saluran televisi berbayar yang menyiarkan serial animasi— dalam sebulan berdasarkan usia.

Di tahun 2018, orang dewasa berusia antara 18 hingga 49 tahun berkontribusi terhadap lebih dari 60% penonton Cartoon Network.

Saya sendiri merasa senang setelah membaca artikel tersebut. Seakan saya tidak sendirian karena di belahan dunia lain ada yang seperti saya, masih gemar menonton kartun meskipun sudah berusia hampir seperempat abad.

Dan memang yaa, kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya nggak ada yang salah, sih, semisal sudah gede tapi masih suka nonton kartun. Apalagi kalo kita dari kecil memang tumbuh bersama kartun-kartun itu.

Hal-hal yang Hilang dari Orang Dewasa

Sampai sekarang saya masih sering menonton serial Chibi Maruko-chan dan Crayon Shin-chan. Keduanya menjadi favorit saya dikarenakan sifat-sifat tokoh utamanya, seperti pemalas dan sifat-sifat lainnya yang sebenarnya tidak patut untuk dicontoh, hehe.

Tetapi, justru hal itulah yang membuat kartun slice of life ini terasa begitu dekat. Karakter-karakternya terlihat begitu natural dengan ketidaksempurnaannya itu.

Setiap kali menonton Chibi Maruko-chan dan Crayon Shin-chan, cerita yang disuguhkan membuat hati saya terasa hangat.

Mulai dari kedekatan dengan keluarga saat makan bersama, mengenai tempat pulang dan ibu yang mengomel karena khawatir, teman yang selalu bertengkar dan tak lama kemudian bisa kembali bermain dan tertawa bersama lagi, dan banyak lainnya.

Banyak hal berkesan yang saya tangkap dari kebiasaan-kebiasan pada dua kartun tersebut. Seperti kondisi kehidupan keluarga Nohara pada Crayon Shin-chan yang selalu heboh, namun tetap kompak.

Meskipun hampir selalu terlihat kacau, mereka masih bisa sering makan bersama dan melakukan kerjasama yang apik di rumah tangga.

Begitu juga di keluarga Maruko pada Chibi Maruko-chan yang selalu menyempatkan makan bersama, sambil saling menceritakan apa yang mereka lalui hari itu yang kemudian ditimpali dengan respon-respon yang menyenangkan dan seimbang.

Selanjutnya, soal pertemanan. Di sekolah, Shin-chan memiliki teman-teman yang diberi nama Pasukan Kasukabe.

Meskipun Shin-chan terkesan diremehkan dan dianggap paling bodoh di geng tersebut, teman-temannya tidak pernah meninggalkannya dan masih saja mau berteman dengannya. Begitu pure pertemanan saat usia kanak-kanak.

Sama dengan Maruko yang punya teman sebangku bernama Tamae, di mana keduanya sering bermain bersama.

Meski Maruko hampir selalu lupa mengerjakan PR dan lupa membawa sapu tangan sehingga dianggap tidak disiplin oleh teman sekelasnya, Tamae masih mau berteman dengan Maruko. Bahkan, tak jarang Tamae memberi contekan PR dan meminjamkan sapu tangannya pada Maruko.

Ketika berkaca pada kehidupan dewasa saat ini, betapa hal-hal tersebut membuat saya menyadari beberapa hal. Saya sudah jarang makan bersama keluarga, entah karena merantau, karena pendidikan, atau karena pekerjaan.

Dan di usia dewasa ini, sangat sulit menemukan teman yang tidak bisa saling membawa manfaat satu sama lain.

Menonton kartun ini kadang juga membawa kita pada ingatan masa kecil yang hangat, di mana kala itu saya berangan-angan betapa enaknya menjadi dewasa. Bebas dan punya banyak uang. Meskipun realitanya ternyata tidak seindah itu, huhu…

Menurut saya, kartun lebih dari sekadar karakter penuh warna dan animasi yang bagus. Menonton kartun membuat saya bisa tertawa lepas karena tingkah sangat lucu dan konyol para tokoh di dalamnya.

Bukan ketawa karier seperti saat kita di kantor. Atau tertawa seadanya sama lelucon guaarriingg si bos, asal si bos senang, hehe…

Selain recalling semacam itu, saya juga tersadar bahwa menjadi dewasa bukan berarti meninggalkan hal-hal yang sepertinya masih sering dianggap lebih cocok untuk anak-anak, padahal sebenarnya sangat manusiawi. Seperti, tidak apa-apa, kok, menangis saat merasa sakit atau wajar, kok, kalau kita masih ingin dimanja.

Bertambahnya umur membuat kita bertumbuh, baik dari segi fisik maupun non-fisik. Namun, seiring menjadi dewasa, ada hal-hal yang terkikis. Beberapa hal yang hanya dimiliki saat masa kanak-kanak.

Seperti kepolosan dan rasa ingin tahu, imajinasi, keceriaan dan spotanitas, kepercayaan diri dan optimisme, sampai kedekatan dengan keluarga dan teman.

Hal-hal tersebut perlahan mengikis karena keadaan atau pengalaman tertentu pada perjalanan menjadi dewasa.

Tentu saja, tidak semua orang dewasa kehilangan semua hal ini. Ada banyak orang dewasa yang masih memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan keceriaan.

Namun, secara umum, menjadi dewasa memang membawa beberapa perubahan yang dapat membuat kita kehilangan beberapa hal indah dari masa kanak-kanak.

Penulis

Mita Berliana

Instagram: @berliana_mita
Opini Terkait
FOMO Isu Politik itu Baik, Tapi…
Kalimantan Tidak Melulu Tentang Kuyang!
Membela Gagasan Sistem Zonasi
Problematika Penghilangan Sistem Ranking dalam Agenda PPDB
Izinkan Kami Juara AFF Walau Hanya Sekali Saja

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel