Budaya Toksik Membanding-bandingkan ala Netizen Film Ancika

Budaya Toksik Membanding-bandingkan ala Netizen Film Ancika

Budaya Toksik Membandingkan-bandingkan ala Netizen Film Ancika
Ilustrasi oleh Vivian Yoga Veronica Putri

Dari kasus Dilan, Milea, dan Ancika ini dapat ditemukan 2 hal yang saling beririsan, yakni netizen yang membanding-bandingkan Milea dan Ancika serta netizen—kebanyakan perempuan—yang menganggap bahwa mantan sang pacar merupakan rival.

Sebagai orang yang sudah menonton Dilan 1990, Dilan 1991, dan Milea: Suara dari Dilan, saya tidak berekspektasi banyak pada film Ancika: Dia yang Bersamaku 1995. Sebab, formula ceritanya pasti begitu-begitu aja.

Bertemu tidak sengaja, diikuti fase cuek-judes-kangen, terus ketemu lagi, pdkt-an, dan akhirnya pacaran. Cuman, yang bikin beda di film terbarunya ini adalah Dilan bakal menikah dengan Ancika.

Film Ancika ini terus lewat di for your page (fyp) akun Tiktok saya. Dan yang menarik adalah kolom komentar di setiap konten fyp yang lewat.

Bukan, bukan tentang protes netizen pada tokoh Dilan yang semula dimainkan oleh Iqbal Ramadhan lalu sekarang diperankan Arbani Yasiz, karena banyak yang bilang Dilan sudah melekat pada Iqbal. Sungguh, bukan komentar itu yang bikin saya tertarik.

Namun, reaksi netizen terhadap kehadiran Ancika di antara kisah Dilan dan Milea yang sudah telanjur bikin baper. Mungkin karena hadir lebih duluan kali yaa.

Sejak trailer dirilis, isi kolom komentar banyak diisi oleh para netizen yang membanding-bandingkan Milea dengan Ancika. Siapa yang lebih “layak” bersama Dilan, siapa yang lebih cantik, siapa yang lebih ini dan itu.

Dan begitu film telah ditayangkan, muncul komentar “maaf Ancika, tapi Milea pemenangnya,” atau “Dilan cintanya habis dengan Milea, selebihnya hanya melanjutkan hidup.”

Dari sana, saya berasumsi bahwa banyak netizen yang merasa relate dengan kisah Dilan-Milea-Ancika. Sehingga tidak heran jika banyak beredar video di Tiktok dengan konten bergambar alam atau pemandangan yang diisi tulisan seperti, “walaupun aku bersamamu, tapi masa lalumu adalah pemenangnya,” “Dari kisah Dilan kita belajar bahwa orang lama selalu menjadi pemenangnya,” atau “Dan sekarang yang tetap dalam diriku adalah kenangan. Di sanalah kamu selalu.”

Ada juga yang bikin “me as Ancika”, kayak gini “kamu kok tau makanan daerah sini? Pasti kamu pernah ke sini sama Milea ya?”, “arsip ig kamu pasti banyak foto Milea-nya yaa,” dan lain-lain.

Hadeeh..

Dari kasus Dilan, Milea, dan Ancika ini dapat ditemukan 2 hal yang saling beririsan, yakni netizen yang membanding-bandingkan Milea dan Ancika serta netizen—kebanyakan perempuan—yang menganggap bahwa mantan sang pacar merupakan rival.

Membanding-bandingkan Milea dan Ancika

Banyak netizen yang mengatakan bahwa Milea lebih cantik sehingga Ancika insecure. Milea begini, sementara Ancika begitu. Lalu ada kata “pemenang” di antara Milea dan Ancika. “Ancika, maaf tapi Milea pemenangnya,” sebab katanya masih ada ruang di hati Dilan untuk Milea.

Saya bukanlah tim Ancika ataupun tim Milea, tapi melihat fenomena ini saya ikutan sebel. Kenapa sih kita membanding-bandingkan 2 perempuan, menunjukkan siapa yang lebih hanya sekadar untuk disandingkan dengan seorang laki-laki?

Memang, mendapatkan hati laki-laki itu sebuah prestasi kah?

Memangnya, siapa sih yang bikin patokan kalo perempuan begini tuh lebih baik daripada perempuan yang begitu?

Lagi pula, kenapa hanya Dilan yang seakan paling “benar” di mata netizen? Dilan tuh dipikir-pikir juga ada “salah”nya loh.

Coba deh liat adegannya Dilan bersama Ancika dengan Dilan bersama Milea. Mirip. Ngasih surat, cara PDKT yang tengil hingga bikin kesan pertama yang nggak banget, naik motor sambil teriak-teriak. Nggak kreatif itu Dilan!

Membanding-bandingkan Diri dengan Mantan Sang Pacar

Fenomena selanjutnya adalah para netizen perempuan yang merasa relate dengan posisi Ancika, menganggap bahwa Dilan awalnya seakan belum move on dari Milea, mantannya.

Saat menjalin hubungan dengan seseorang kita pasti pernah berpikir, apakah dia bersamaku lebih bahagia daripada dia dengan mantannya? Apakah dia pernah mengajak mantannya ke tempat ini juga? Apalagi kalo hubungannya dengan sang mantan pernah terjalin bertahun-tahun.

Dari kasus tersebut, terlihat bahwa banyak orang yang sedang menjalani hubungan, namun membanding-bandingkan antara dirinya dengan mantan dari pacarnya.

Dalam kajian psikologi sosial, fenomena ini bernama teori perbandingan sosial.

Pada artikel berjudul Social Comparison Theory yang disadur dari Psychology Today dijelaskan bahwa pada dasarnya kita memang memiliki kecenderungan untuk membandingkan diri kita dengan orang lain. Ini untuk mengevaluasi serta menilai diri kita. Juga untuk menjaga self-esteem, motivasi diri, citra, dan meningkatkan kemampuan diri.

Menurut Leon Festinger dalam jurnalnya yang berjudul A Theory of Social Comparison Processes, menilai diri kita sendiri tanpa ada pihak lain yang dibandingkan, bisa membuat penilaian kita cenderung subjektif. Yaa, meskipun membandingkan diri sendiri dengan orang lain juga memiliki potensi subjektif yang lebih tinggi siih.

Makanya, nggak apa-apa kalau kita terus-terusan membandingkan diri kita dengan mantan pacarnya kita? Kan, membandingkan diri kita dengan orang lain itu wajar.

Wajar, sih, wajar, selama masih dalam taraf tertentu. Sebab, perilaku seperti ini akan berbahaya jika dilakukan terus-terusan. Alih-alih sebagai bahan evaluasi diri, kita malah berpotensi terjebak pada situasi merasa lebih buruk dengan diri sendiri, atau merasa bahwa diri kita tidak akan pernah cukup.

Di sisi lain, saat kita terlalu berfokus pada kelebihan orang lain, kekurangannya sering kali akan luput dari penilaian kita. Sehingga, saat membandingkan diri dengan orang lain, kelebihan itu rasanya tidak akan bisa digapai. Padahal, kitanya saja yang tidak tahu kekurangannya apa.

Begitu juga dengan membandingkan diri dengan mantan sang pacar. Ini jelas tidak membuat diri kita merasa aman. Lambat laun, malah membuat hubunganmu tidak nyaman karena selalu diliputi rasa takut dan ragu.

Tentu ini mudah dikatakan, tapi coba pikirkan sejenak. Mungkin mantan dari pacarmu fisiknya begini, dan memiliki prestasi begitu. Tapi, seharusnya itu tidak jadi masalah karena dia bersamamu sekarang kan?

Sama seperti yang dirasakan oleh Ancika. Mungkin Dilan dan Milea lebih lama menjalin hubungan, dan seluruh Bandung mengetahui kisah mereka. Namun, itu masa lalu kan?

Saat ini Ancika lah yang bersama Dilan, bahkan sampai ke pelaminan, gak mentok di pacaran kaya sama Milea. Jadi, persetan dengan orang-orang yang masih gamon dengan Dilan-Milea dan kisah-kisahnya.

Editor: Ahmad Gatra Nusantara
Penulis

Mita Berliana

Instagram: @berliana_mita
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel