Saat yang Tepat Untuk Madrid dan Zidane Berpisah

Saat yang Tepat Untuk Madrid dan Zidane Berpisah

Zidane dan Madrid
Ilustrasi: Oky Dwi Prasetyo

Bila Zidane melatih Manchester United, itu mungkin bisa saja dimaklumi. Tetapi di Real? Mimpi!

Zinedine Zidane dan Real Madrid merupakan dua entitas yang sulit untuk dipisahkan. Keduanya melengkapi satu sama lain. Sejak kampanye Galaticos digulirkan Florentino Perez, Presiden Real Madrid, hanya Zidane seorang yang akhirnya mengakhiri karirnya di Real. Kisah Zidane dan Madrid terus berlanjut bahkan setelah Zidane pensiun. Kini, ia menjabat sebagai pelatih Los Blancos, julukan Real.

Sebagai pemain, Zidane adalah perwujudan bintang paket komplit. Tidak ada yang meragukan itu. Memiliki skill luar biasa, telah memenangkan semua gelar mayor, serta mendapatkan penghargaan individu tertinggi. Pemain terbaik dimuka bumi; Ballon d’Or.

Sedang sebagai manager, perjalanan Zidane juga tidak kalah mengkilap. Ibaratnya, ia datang ke dunia memang hanya untuk menjadi bintang, dan kakinya bersepuh emas. Ia tidak bisa menjadi biasa-biasa saja. Di pengalaman managerial pertamanya, Zidane langsung duduk di kursi panas pelatih tim sebesar Real Madrid. Kursi dengan pelatih kaliber Rafa Benitez saja gagal memberikan hasil menyakinkan.

Ketika ditunjuk sebagai pelatih, banyak keraguan yang menyelimuti peran baru itu. Tetapi Zidane berlaku selayaknya bintang, menjawab keraguan tersebut dengan gelar gemi gelar. Pada setengah musim pertamanya, Zidane langsung memberikan gelar ke-11 Liga Champions Eropa, sekaligus menahbiskan diri sebagai tim terbaik di Eropa.

Musim-musim selanjutnya merupakan musim menyenangkan bagi fans Real. Gelar ke-12 dan ke-13 Liga Champions berturut-turut direngkuh, bersama satu gelar Liga Spanyol. Gelar liga sekaligus memutuskan dominasi sang rival, Barcelona, diranah domestik. Sementara tambahan dua gelar UCL membuat Real mencetak rekor baru: menjuarai UCL tiga musim beruntun. Hingga kini, Real merupakan kolektor terbanyak gelar Liga Champions dengan 13 piala, terpaut jauh dengan AC Milan di posisi kedua dengan 7 gelar. Keberhasilan Zidane terang saja membuat siapapun sialu.

Sederhananya, Zidane dan Real mengukir banyak hal indah dan menggangumkan. Setelah meraih banyak gelar, Zidane mundur dari kursi pelatih dengan elegan. Ia berlaku seperti bintang. Pergi karena kehendak sendiri, dan berhenti ketika ia telah memenangkan segalanya.  Apalagi, ia satu-satunya pelatih yang berhenti melatih Madrid bukan karena dipecat sejak rezim Perez dimulai. Periode pertama Zidane ibaratnya perkawinan yang mesti berakhir dengan baik-baik saja.

Sejak Zidane pergi, Madrid mengalami penurunan performa secara drastis. Julen Lopetegui sebagai suksesor Zidane tidak mampu berbuat banyak, nasib tak jauh berbeda juga dialami Santiago Solari. Keduanya dipecat karena tidak mampu membawa hasil optimal.

Dan, ketika bayang-bayang mantan terindah hadir dalam ingatan, kesempatan rujuk rupanya sulit diabaikan.

Baca Juga: 5 Kesalahan Bartomeu sebagai Presiden Barcelona

Periode kedua Zidane dan Madrid: Tak Seperti Bulan Madu

Setelah hampir setahun pergi, Zidane akhirnya kembali. Sejak mengambil alih (lagi) kursi pelatih El Real, Zidane mampu membawa Madrid kembali menjuarai liga domestik. Terakhir kali mereka juara liga adalah ketika Zidane masih berkuasa.

Kendati demikian, kekuasaan Zidane kali ini berbeda dengan periode pertamanya di Santiago Bernabeu. Real Madrid asuhannya musim lalu terseok-seok di liga Spanyol dan gagal total di Liga Champions. Gelar juara di akhir musim lebih besar disebabkan sang rival, Barcelona, mengalami kondisi yang jauh lebih menyedihkan. Penantang gelar lainnya, seperti Atletico Madrid dan Sevilla juga tidak lebih baik. Singkatnya, keberuntungan lah yang kemudian membuat Real kembali merengkuh gelar

Musim berlalu, kondisi yang sama masih terjadi. Di liga, Real tanpa disangka kalah dihadapan tim promosi Segunda, Cadiz, serta memulai kampanye liga dengan kurang meyakinkan. Walaupun memenangi laga El-Clasico kontra Barcelona pekan lalu, siapa pun tahu, memenangi El-Clasico di awal musim berjarak puluhan tahun cahaya dari juara liga.

Di Liga Champions, Real justru lebih parah. Madrid secara menakjubkan, alih-alih mengejutkan kalah dengan Shakhtar Donetsk. Tim Ukraina yang memainkan pemain muda karena tidak bisa memainkan delapan pemain utama karena tidak lolos tes protokol pencengahan Covid-19. Apalagi, dalam dua pertandingannya, Real gagal meraih satu kemenangan pun. Hasil tersebut membuat mereka menempati peringkat paling bawah di grup B dengan 4 poin.

Sekarang semua tampak muram bagi Zidane dan Real Madrid. Performa Real, toh, tak kunjung membaik. Hubungan ini sepertinya sudah layak diakhiri, inkonsistensi tentu tidak bisa diterima oleh tim sebesar Real.

Bila Zidane melatih Manchester United, itu mungkin bisa saja dimaklumi. Tetapi di Real? Mimpi!

Laksana hubungan, tidak ada yang abadi antar dua insan. Pun bila tidak dipisah kematian, mereka akan dipisahkan oleh keadaan. Zidane dan Madrid juga berlaku demikian. Kondisi tidak ideal ini tidaklah boleh berlangsung berlarut-larut. Madrid dan Zidane sudah mulai tidak sepaham, dan terbaik yang bisa ditempuh adalah saling merelakan. Zidane tidak perlu semakin memperburuk citranya dengan kekalahan-kekalahan selanjutnya. Ia ialah bintang, dan sepatutnya bersinar terang.

Sepakat atau tidak, terang sinar Zidane semakin meredup. Sebelum akhirnya padam, Zidane tentu lebih baik pergi. Zidane lebih baik mundur sekarang, saat fans Madrid jengahnya belum kebablasan. Saat fans masih mengingat hal-hal baik selama Zidane berkuasa. Bahkan, sebaiknya, ia memang benar-benar tak kembali melatih Real. Dengan itu, Zidane akan dikenang sebab ia pergi ketika menjadi pemenang.

Saat ini adalah saat yang sangat tepat bagi Zidane dan Madrid berpisah. Sudah tidak ada lagi alasan hubungan ini harus dipertahakan, selain karena romantisme masa lalu. Zidane datang sebagai bintang, dan pergi haruslah juga sebagai bintang. Kalau kemudian ia menanggung kembali kekalahan, bukan tidak mungkin, keduanya akan berpisah akibat hal-hal buruk. Zidane haruslah sadar, hubungan selalu punya batas waktu. Zidane mungkin tidak kuasa menerka berapa panjang hubungannya dengan Real, tapi setidaknya ia bisa memilih kapan selayaknya ia harus berpisah.

Penulis
Fuad Saputra

Fuad Saputra

Manusia. Orang Aceh yang lahir dan besar di Indonesia. Dikehidupan selanjutnya ingin menjadi buah.
Opini Terkait
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel